Garuda Pancasila (Istimewa)

Sebagai warga negara Indonesia, tentu kita tak asing lagi dengan Pancasila. Sejak duduk di bangku sekolah dasar, kita telah diperkenalkan dengan kelima sila yang menjadi dasar negara. Setiap hari Senin, ketika upacara bendera digelar, pengucapan Pancasila menjadi bagian sakral yang mengingatkan kita akan identitas bangsa. Namun, di balik lima butir sila yang kini telah meresap dalam jiwa bangsa, terdapat sejarah panjang dan sarat dinamika yang melandasi kelahirannya.

Pancasila bukanlah ide yang muncul seketika. Ia lahir dari pergulatan pemikiran tokoh-tokoh bangsa, dalam situasi penjajahan yang pelik dan di bawah bayang-bayang kekuasaan militer Jepang.

Mengutip informasi dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, cikal bakal kemerdekaan Indonesia berawal dari janji yang diberikan oleh Perdana Menteri Jepang, Kuniaki Koiso, pada 7 September 1944. Saat itu, Jepang tengah terdesak dalam Perang Dunia II dan menjanjikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia demi mendapat dukungan dalam perang melawan Sekutu.

Namun, janji itu tak segera ditepati. Baru pada 29 April 1945, Jepang kembali mengumumkan janji kemerdekaan kedua melalui Maklumat Gunseikan. Salah satu poin penting dalam maklumat tersebut adalah pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Lembaga ini bertugas menyusun dasar negara Indonesia merdeka. BPUPKI terdiri dari 70 anggota, dengan 62 orang Indonesia dan 8 perwakilan Jepang yang hanya berperan sebagai pengamat.

Sidang pertama BPUPKI berlangsung pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945 di Gedung Chuo Sangi In yang kini dikenal sebagai Gedung Pancasila di Jakarta. Dalam sidang inilah perdebatan dan usulan mengenai dasar negara mulai mengemuka, diantaranya dari tiga tokoh penting: Mohammad Yamin, Soepomo, dan Ir. Soekarno.

Pada 29 Mei, Mohammad Yamin menyampaikan usulan lisan berupa lima asas, yakni: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Namun dalam versi tertulisnya, rumusan tersebut mengalami perubahan menjadi:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Kebangsaan Persatuan Indonesia

3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Selanjutnya, Soepomo pada 31 Mei 1945 turut menyampaikan pandangannya dengan menekankan nilai-nilai seperti Persatuan, Kekeluargaan, Keseimbangan Lahir dan Batin, Musyawarah, serta Keadilan Rakyat.

Puncak dari sidang pertama BPUPKI terjadi pada 1 Juni 1945, ketika Ir. Soekarno menyampaikan pidato bersejarah yang kelak dikenal sebagai “Lahirnya Pancasila.” Dalam pidatonya, Soekarno menawarkan lima prinsip dasar yang ia sebut Pancasila:

1. Kebangsaan Indonesia

2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan

3. Mufakat atau Demokrasi

4. Kesejahteraan

5. Ketuhanan yang Berkebudayaan

Meskipun susunan dan redaksinya berbeda dengan versi Pancasila saat ini, pidato tersebut menjadi titik awal konseptualisasi ideologi negara yang inklusif dan mewakili semangat pluralisme bangsa.

Setelah sidang tersebut, BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang bertugas merumuskan naskah kompromi antara berbagai usulan. Panitia ini dipimpin oleh Ir. Soekarno dan beranggotakan tokoh-tokoh penting seperti Mohammad Hatta dan KH. Agus Salim. Hasil kerja mereka melahirkan Piagam Jakarta, yang menjadi dasar dalam pembentukan Pembukaan UUD 1945.

Akhirnya, pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) secara resmi mengesahkan rumusan final Pancasila sebagai dasar negara, yaitu:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Dengan pengesahan tersebut, bangsa Indonesia tak hanya memperoleh kemerdekaan secara de facto, tetapi juga secara ideologis. Pancasila menjadi fondasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mencerminkan nilai-nilai luhur yang digali dari budaya, agama, dan semangat gotong royong masyarakat Nusantara.

Oleh karena itu setiap tanggal 1 Juni, Indonesia memperingati hari lahir Pancasila. Penetapan tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila telah diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016. Keppres No. 24 Tahun 2026 tentang Hari Lahir Pancasila ini ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ditetapkan pula bahwa tanggal 1 Juni peringatan Hari Lahir Pancasila sebagai hari libur nasional.

Dalam Keppres tersebut, disebutkan bahwa sejak kelahirannya pada tanggal 1 Juni 1945, Pancasila mengalami perkembangan hingga menghasilkan naskah Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945 oleh Panitia Sembilan dan disepakati menjadi rumusan final pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Disebutkan pula bahwa rumusan Pancasila sejak tanggal 1 Juni 1945 yang dipidatokan Ir. Soekarno, rumusan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 hingga rumusan final tanggal 18 Agustus 1945 adalah satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai Dasar Negara.

Kini, lebih dari tujuh dekade sejak kelahirannya, Pancasila tetap menjadi penuntun arah bagi perjalanan Indonesia. Bukan sekadar hafalan dalam upacara, tetapi pedoman hidup yang harus dihayati dan diamalkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Mari terus menghidupkan nilai-nilai Pancasila dalam keseharian kita dalam tindakan, sikap, dan pilihan demi mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan beradab. [UN]