Bung Karno pada Sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945.

Pada tanggal 28 Mei 1945, lembaran penting sejarah bangsa Indonesia mulai ditulis di Gedung Cuo Sangi In yang kini dikenal sebagai Gedung Pancasila di Jakarta. Di tengah runtuhnya kekuasaan Jepang dalam Perang Dunia II, pemerintah pendudukan Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) sebagai upaya politis untuk menggaet simpati rakyat Indonesia. Namun, dari forum ini justru lahir gagasan-gagasan besar yang kelak menjadi fondasi berdirinya negara Indonesia.

Latar Belakang Pembentukan BPUPKI

Pembentukan BPUPKI pada 29 April 1945 merupakan strategi politik Jepang yang sedang berada di ambang kekalahan. Lewat badan ini, Jepang berusaha menunjukkan niat baik mereka dalam mendukung kemerdekaan Indonesia. Namun bagi para tokoh bangsa, momen ini justru dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mulai merumuskan dasar dan bentuk negara Indonesia merdeka.

Tujuan utama BPUPKI adalah menyelidiki dan merancang segala sesuatu yang berkaitan dengan pembentukan negara Indonesia, termasuk dasar negara yang akan menjadi ruh konstitusi.

BPUPKI secara resmi dilantik pada 28 Mei 1945 dalam sebuah upacara khidmat di Gedung Cuo Sangi In. Upacara tersebut dihadiri oleh pejabat tinggi Jepang seperti Jenderal Itagaki dan Letnan Jenderal Nagano. Simbolisasi dimulainya tugas besar BPUPKI terlihat dari pengibaran dua bendera yaitu bendera Jepang dan bendera Merah Putih.

Sidang pertama BPUPKI dimulai sehari setelah pelantikan, tepatnya pada 29 Mei 1945 dan berlangsung hingga 1 Juni 1945. Sidang dipimpin oleh ketuanya, Dr. Radjiman Wedyodiningrat, seorang tokoh pergerakan yang dihormati luas. Agenda utama dalam sidang ini adalah membahas dasar negara yang akan digunakan setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.

Gagasan Para Tokoh Bangsa

Dalam sidang yang berlangsung selama tiga hari itu, sebanyak 39 anggota BPUPKI menyampaikan pidato dan gagasan mereka. Di antara yang paling menonjol adalah tiga tokoh: Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno.

Mohammad Yamin, yang berbicara pada 29 Mei, mengusulkan secara lisan lima asas yang ia yakini sebagai dasar negara: peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat. Yamin menggarisbawahi pentingnya nilai-nilai budaya asli nusantara yang bersendikan pada kemanusiaan dan keadilan sosial.

Setelah pidatonya, Muhammad Yamin menyerahkan lima rumusan dasar negara dalam rancangan tertulis undang-undang dasar Republik Indonesia yaitu: ketuhanan Yang Maha Esa, kebangsaan persatuan Indonesia, rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Pada 31 Mei, Soepomo memberikan pandangannya yang menekankan pada pentingnya negara integralistik, negara sebagai satu kesatuan yang menyatukan seluruh unsur rakyat di dalamnya, tanpa membedakan golongan atau individu. Soepomo mengusulkan lima poin rumusan dasar negara, yaitu: Persatuan (Unitarisme), kekeluargaan , keseimbangan lahir dan batin , musyawarah , dan keadilan rakyat

Puncak dari rangkaian sidang ini adalah pidato Soekarno pada 1 Juni 1945. Dalam pidatonya yang monumental, Soekarno mengusulkan lima prinsip yang kemudian ia beri nama “Pancasila”, Rumusan Pancasila dari Soekarno berbunyi: Kebangsaan Indonesia , internasional atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial , dan ketuhanan yang Maha Esa

Soekarno mengidentifikasi lima prinsip dasar negara yang dinamai Pancasila. Kata “Pancasila” sendiri berasal dari bahasa Sansekerta dan terdiri dari “panca” yang berarti ‘lima’ dan “sila” yang berarti ‘prinsip’.

Nama “Pancasila” diajukan oleh seorang teman Soekarno yang merupakan seorang ahli bahasa. Inilah yang menjadi dasar peringatan Hari Lahirnya Pancasila yang dirayakan setiap tanggal 1 Juni.

Hasil dan Lanjutan Perjuangan

Meski sarat gagasan besar, sidang pertama BPUPKI belum menghasilkan keputusan final. Perbedaan pandangan di antara para tokoh membuat diskusi belum mencapai titik temu. Untuk itulah, pada 1 Juni 1945, dibentuklah Panitia Sembilan, sebuah tim kecil yang bertugas menyempurnakan dan merumuskan kembali dasar negara. Dari tangan Panitia Sembilan inilah lahir Piagam Jakarta, dokumen penting yang menjadi cikal bakal Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Sidang pertama BPUPKI pada akhir Mei hingga awal Juni 1945 bukan sekadar rapat formal dalam bayang-bayang kekuasaan Jepang. Ia adalah tonggak sejarah, tempat para pemikir bangsa menyuarakan cita-cita dan nilai-nilai yang hendak menjadi jiwa dari negara Indonesia merdeka.

Dari forum inilah Pancasila mulai ditanamkan sebagai dasar kehidupan berbangsa. Meskipun kemerdekaan secara resmi baru diproklamasikan beberapa bulan kemudian, apa yang terjadi di Gedung Cuo Sangi In pada akhir Mei 1945 adalah bentuk nyata bahwa bangsa Indonesia telah mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh untuk berdiri di atas kaki sendiri merdeka, berdaulat, dan berasaskan nilai-nilai luhur yang dirumuskan oleh anak bangsa sendiri. [UN]