Jakarta – Tim kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah, menilai hasil persidangan yang digelar hari ini semakin menguatkan keyakinan bahwa suap dalam proses Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019–2024 bukan berasal dari inisiasi Hasto Kristiyanto. Menurutnya, inisiatif tersebut berasal dari Saiful Bahri dan Donny Tri Istiqomah.
”Ada satu poin penting yang sejak awal memang sudah meragukan yaitu terkait dengan apakah Pak Hasto Kristiyanto itu mengetahui. Apakah Pak Hasto Kristiyanto menyuruh atau mengarahkan melakukan pemberian suap kekomisioner KPU,” Kata Febri Diansyah usai mengikuti persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (22/05/2025).
Febri menegaskan, dari 14 orang saksi yang pernah dihadirkan dalam persidangan, khususnya saksi kunci yang hadir hari ini, semakin jelas bahwa Hasto Kristiyanto tidak pernah memerintahkan atau menindaklanjuti urusan PAW tersebut.
”Saksi Saiful Bahri itu mengakui bahwa skenario penyuapan komisioner KPU itu dia yang menyusun bersama Donny,” Ungkap Febri.
”Pak Hasto nggak punya kepentingan sama sekali karena dalam rentang waktu di Desember itu Pak Hasto concern pada peristiwa yang jauh lebih besar pada saat itu dibanding satu dua orang caleg ini yaitu peristiwa Pilpres 2019. Jadi ada tugas yang lebih besar yang sedang dijalankan pada saat itu,” tambahnya.
Menurut Febri, proses penetapan Harun Masiku oleh partai telah sesuai dengan hasil rapat pleno. Ia juga memastikan tidak ada pembahasan mengenai dana operasional dari Hasto Kristiyanto.
Febri berharap persoalan ini tidak dicampuradukkan, sehingga tidak terkesan bahwa penetapan Harun Masiku merupakan bagian dari skenario yang dibuat oleh Hasto.
”Kita betul-betul harus secara clear memilah dan memisahkan mana keputusan PDI perjuangan, keputusan partai yang dijalankan di jalur yang sah secara konstitusional yaitu Judicial Review dan Fatwa Mahkamah Agung dan mana gerakan-gerakan tambahan atau skenario-skenario di luar perintah resmi itu. Jadi ini harus dipisahkan secara jelas,” terangnya.
Ia menjelaskan bahwa pembicaraan terkait dana operasional sebesar Rp1,2 miliar yang diberikan Harun Masiku untuk menyuap Wahyu Setiawan merupakan hasil kesepakatan antara Saiful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, dan tidak terkait dengan Hasto.
“Perlu diingat, pada persidangan sebelumnya, Wahyu Setiawan sebenarnya hanya menerima total sekitar Rp150 juta,” kata Febri.
”Sementara uang operasional yang sudah diberikan oleh Harun Masiku adalah 1,25M. Kita bayangkan siapa yang menikmati selain dari 150 jutaan? Artinya apa? Ada pihak-pihak lain yang mendompleng, ada pihak-pihak lain yang membonceng proses ini untuk kebutuhan pribadinya. Dan hal tersebut terang-benderang, terbukti dari rangkaian persidangan khususnya hari ini,” lanjutnya.
Febri juga menjelaskan bahwa Saiful Bahri pernah meminta proyek penghijauan di Kantor DPP PDI Perjuangan dan sejumlah kantor partai di daerah dengan biaya sebesar Rp600 juta. Namun, Hasto hanya menyetujui penggunaan dana sebesar Rp200 juta terlebih dahulu.
Febri menduga ada pihak yang memutarbalikkan fakta terkait proyek ini, seolah-olah dana Rp200 juta tersebut adalah untuk membantu Harun Masiku menyuap Wahyu Setiawan.
”Dananya sudah ada 600, inilah yang kami duga ada pihak-pihak tertentu yang memutarbalikan fakta seperti ini. Jadi faktanya adalah itu untuk alokasi penghijauan, Saiful Bahri meminta proyek tersebut, Pak Hasto memberikan, menyuruh secara lisan kemudian melalui WA dan surat edarannya juga ada. Fakta ini diputarbalikan seolah-olah selisih 600 dengan 200 itu adalah uang yang akan diberikan Pak Hasto,” pungkasnya.
Pada persidangan mendatang, agenda sidang adalah mendengarkan keterangan dari empat saksi ahli yang akan dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, belum dijelaskan ahli di bidang apa yang akan hadir. [IQT]