Gubernur Riau, Abdul Wahid bersama dua orang tersangka dugaan korupsi insfrastruktur di lingkungan dinas PUPR Riau. (Foto: Sulindo/Iqyanut Taufik)

‎Jakarta – Gubernur Riau Abdul Wahid di tetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus dugaan pemerasan.

‎Dalam konferensi pers KPK menjelaskan, Abdul Wahid meminta sejumlah uang kepada bawahannya dan mengancam apabila tidak memberikan ‘jatah preman’, pejabat tersebut akan di nonaktifkan atau di mutasi.

‎”Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu (5/11).

‎Dua tersangka lainya yakni Kepala Dinas PUPR M. Arief setiawan dan Staf Ahli Gubernur Riau, Dani M. Nursalam.

‎Tanak menjelaskan kasus ini bermula dari pertemuan antara Sekretaris Dinas (Sekdis) PUPR Riau, Ferry Yunanda dan enam Kepala UPT wilayah I-IV Dinas PUPR PKPP yang dilakukan pada Mei 2025.

‎Hasil pertemuan tersebut dilaporkan Ferry ke Kadis PUPR Riau, Arief Setiawan. Namun menurut Tanak, besaran fee 5 persen atau Rp 7 miliar yang diminta merupakan inisiatif Arief.

‎”Selanjutnya, seluruh Kepala UPT Wilayah Dinas PUPR PKPP beserta Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau melakukan pertemuan kembali dan menyepakati besaran fee untuk saudara AW (Abdul Wahid) sebesar 5 persen (RP 7 miliar),” ungkap Tanak.

‎Dugaan sementara KPK, sudah ada sekitar Rp 4 miliar uang yang disetorkan dari total permintaan Rp 7 miliar. Uang tersebut menurut KPK diberikan secara bertahap.

‎Atas perbuatannya ketiga tersangka dijerat pasal 12e dan/atau pasal 12f dan/atau pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. [IQT]