Kenaikan harga pangan di awal tahun 2022 ini semakin mengkhawatirkan, setelah kenaikan harga kedelai yang memicu pengrajin tahu tempe melakukan mogok, kini kenaikan harga daging sapi pun dikeluhkan pedagang daging karena sudah di atas kewajaran.
Buntut naiknya harga daging sapi, para pedagang merasa keberatan dan merencanakan berhenti berdagang atau melakukan mogok selama 5 hari. Pedagang daging di Jakarta dan daerah penyangga mengkonfirmasi akan melakukan mogok jualan Rabu, 23 Februari hingga Minggu, 27 Februari. Aksi ini merupakan bentuk kekesalan dan protes kepada pemerintah.
Sekretaris Jenderal DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Reynaldi Sarijowan mengungkapkan, penyebab mogok dagang dari para penjual daging ini disebabkan kenaikan harga daging sapi yang nantinya akan dijual kembali di pasar.
“Kami mendapat laporan di beberapa titik akan melakukan aksi mogok pedagang daging karena di Jabodetabek ini cukup tinggi harga daging,” kata Reynaldi.
Reynaldi menerangkan harga daging di wilayah Jabodetabek saat ini bahkan ada yang mencapai Rp166.000 per kg. Menurut informasi resmi situs Harga Pangan DKI milik Pemprov Jakarta, harga rerata daging sapi adalah Rp129.000.
Pedagang daging menilai hal tersebut perlu menjadi perhatian pemerintah seiring dengan belum selesainya persoalan terkait dengan minyak goreng dan aksi mogok perajin tahu-tempe akibat tingginya harga kedelai.
IKAPPI, kata Reynaldi, menghimpun beberapa data pedagang yang ingin melakukan aksi mogok sebagai bentuk kekesalan karena sampai dengan hari ini tidak ada persoalan yang bisa diselesaikan oleh pemerintah.
Kenaikan harga daging sapi di pasaran diduga karena Indonesia masih bergantung dari impor daging sapi yang kebanyakan berasal dari Australia. Saat ini pemerintah Australia mengeluarkan kebijakan mengurangi ekspor dengan alasan meningkatkan populasi sapi dan adanya krisis iklim.
Sebagai informasi, tahun ini stok daging sapi hanya mencapai 473.814 ton, namun kebutuhan daging sapi diperkirakan meningkat menjadi 696.956 ton. Sehingga untuk menutupi kebutuhan dalam negeri masih membutuhkan impor. [DES]