Lintasan rudal jelajah Tomahawak di langit Damaskus.

Koran Sulindo – Diikuti dua begundal yang paling setia Inggris dan Prancis, AS menghujani rezim Bashar al-Assad di Suriah dengan serangan rudal sebagai pembalasan atas dugaan serangan senjata kimia 7 April di Douma.

Mereka mengklaim serangan rudal ditujukan mengurangi kemampuan Suriah menggunakan senjata kimia dan secara bersamaan menghindari kerugian sipil.

Di sisi lain serangan juga wajib mengabaikan personel Rusia dan Iran yang juga beroperasi di Suriah.

Pentagon bersusah payah menghindari penargetan pada pasukan Rusia di Suriah karena mengkhawatirkan eskalasi perang terbuka dengan Rusia, kekuatan tangguh yang memiliki nuklir siap tembak.

Presiden AS Donald Trump di televisi mengatakan ia memerintahkan serangan itu karena serangan senjata kimia di Douma serupa dengan ‘pola’ penggunaan senjata kimia oleh rezim Suriah.

Menggambarkan dugaan serangan senjata kimia di Douma pidato Trump mengingatkan retorika yang digunakan George W. Bush sebelum Perang Irak 2003 yang menggambarkan Saddam Hussein.

“Pembantaian ini adalah eskalasi signifikan dalam pola penggunaan senjata kimia oleh rezim yang sangat mengerikan itu,”  kata Trump dalam pidato yang disiarkan televisi pada malam 13 April.

“Serangan jahat dan keji itu menyebabkan ibu dan ayah, bayi dan anak-anak, meronta-ronta kesakitan dan terengah-engah. Ini bukan tindakan seorang pria; mereka adalah monster.”

Trump mengatakan AS harus bertindak karena mereka perlu membuat ‘alat pencegah’ terhadap penggunaan senjata kimia. Ia menjanjikan AS akan terus menyerang Suriah sampai Assad berhenti menggunakan senjata kimia terhadap penduduknya.

“Tujuan dari tindakan kami malam ini adalah untuk membangun pencegah yang kuat terhadap produksi, penyebaran, dan penggunaan senjata kimia,” kata Trump.

“Efek jera ini adalah kepentingan keamanan nasional AS. Tanggapan gabungan Amerika, Inggris, dan Prancis terhadap kekejaman ini akan mengintegrasikan semua instrumen kekuasaan nasional kita. Kami siap untuk mempertahankan tanggapan ini sampai rezim Suriah menghentikan penggunaan agen kimia yang dilarang.”

Target Kosong

Menteri Pertahanan James Mattis menyebut meski berniat ‘menghukum Suriah’ AS secara serius mewaspadai bahaya eskalasi di Suriah. Serangan hanya menargetkan kompleks senjata kimia rezim Suriah.

Ia juga menyebut Pentagon bersusah payah menghindari korban sipil atau menghantam pasukan Rusia dan Iran yang beroperasi di Suriah agar tidak memicu konflik lebih jauh.

“Saya ingin menekankan bahwa pemogokan ini diarahkan pada rezim Suriah,” kata Mattis. “Serangan ini, kami telah berusaha keras menghindari korban sipil dan asing.”

Baca juga:

Sementara itu Kepala Staf Gabungan AS Jenderal Joe Dunford menyebut Sekutu memilih target yang secara khusus dan sangat berhati-hati untuk menghindari pasukan Rusia.

Target itu termasuk pusat penelitian ilmiah, depot penyimpanan bahan prekursor dan peralatan yang dibutuhkan untuk memproduksi senjata kimia. Ia juga menyebut sebuah komando dan fasilitas kontrol menjadi target serangan.

“Malam ini kami melakukan serangan di beberapa situs yang akan menghasilkan degradasi kemampuan Suriah dalam jangka panjang untuk meneliti, mengembangkan dan menggunakan senjata kimia dan biologi,” kata Dunford.

“Infrastruktur penting dihancurkan, yang akan menghasilkan kemunduran bagi rezim Suriah. Mereka akan kehilangan data penelitian dan pengembangan selama bertahun-tahun, peralatan khusus dan prekursor senjata kimia yang mahal. Pemogokan bukan hanya pesan yang kuat kepada rezim bahwa tindakan mereka tidak bisa dimaafkan, tetapi juga menimbulkan kerusakan maksimum, tanpa risiko yang tidak perlu bagi warga sipil yang tidak bersalah.”

Hingga saat ini Pentagon tak merilis rincian operasional serangan itu, tapi seperti terungkap dari berbagai penggambaran online AS masih sangat bergantung pada rudal jelajah Tomahawk.

Rudal-rudal itu diluncurkan dari kapal penjelajah dan perusak Angkatan Laut AS, pembom B-1B Lancer yang dikawal jet tempur F-22 Raptor. Mereka diperkuat dengan jet Tornado milik Inggris dan Dassault Rafale milik AU Prancis.

Politik Rudal

Sejauh ini Rusia tak terlibat dalam upaya pencegahan serangan udara Sekutu karena sedari semula Pentagon berusaha menghindari wilayah-wilayah di mana tentara Rusia berada.

“Kami secara khusus mengidentifikasi target-target ini untuk mengurangi risiko pasukan Rusia yang terlibat, dan kami menggunakan saluran deconfliction normal kami,” Dunford.

Sementara itu Rusia mengutuk serangan Sekutu terhadap Suriah, dan memperingatkan bahwa “tindakan semacam itu tak akan dibiarkan begitu saja.”  Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut, ia mengutuk “sekeras-kerasnya” serangan itu dan menegaskan Rusia akan menyerukan sidang darurat PBB.

Pada sebuah pernyataan yang disiarkan di TV Rusia, Putin mengatakan, menyerang Suriah adalah ‘tindakan agresi.’ Ia menambahkan tuduhan serangan senjata kimia yang diduga di kota Douma pekan lalu dibuat-buat dan digunakan sebagai dalih untuk serangan itu.

Sementara itu Kementerian Pertahanan Rusia menyebut sistem pertahanan udara S-200 sukses merontokkan 71 misil rudal Tomahawk yang digunakan AS. Padahal, sistem pertahanan S-200 yang dipakai Suriah itu tergolong kuno karena dibuat di era kejayaan Uni Soviet.

Sistem ini biasa digunakan untuk melindungi tempat-tempat penting misalnya pusat pemerintahan, industri, dan fasilitas militer.

Sistem ini juga tergolong bandel karena bisa digunakan pada cuaca dan iklim apapun. Rudal pencegat sanggup terbang hingga jarak maksimal 300 kilometer dengan kecepatan jelajah hingga empat kali kecepatan suara di ketinggian antara 300-20.000 meter dari permukaan laut. (TGU)