Menteri Keuangan Sri Mulyani

Koran Sulindo – Ketua MPR Zulkifli Hasan pada pekan lalu sempat melontarkan kritik atas rencana pemerintah memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) dan Gaji Ke-13 kepada aparat sipil negara. Ia mempertanyakan sumber anggaran untuk THR itu. Bahkan, Zulkifli mengaku mendapat informasi ada bupati yang membayar sendiri THR tersebut.

Namun, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, penganggaran THR dan Gaji ke-13 sudah disampaikan pemerintah sejak nota keuangan tahun lalu. Sudah masuk dalam Dana Alokasi Umum di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018. “Itu juga sudah dibahas pemerintah dengan Dewan [Perwakilan Rakyat],” ungkap Sri di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (4/6).

Kendati demikian, Sri menyatakan rasa terima kasihnya kepada Zulkifli atas kritiknya. Dirinya merasa telah berhati-hati melaksanakan pekerjaannya sesuai aturan Undang-Undang APBN.

Sri mengungkapkan, dirinya telah menginstruksikan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan untuk melihat DAU yang dialokasikan serta formulasi THR dan Gaji Ke-13 di daerah. Ia mengaku tidak pernah mengetahui ada keluhan dari daerah terkait alokasi anggaran THR. “Kalau ada suara di daerah akan kami lihat;” ujarnya.

Pada tahun 2018, pemerintah menganggarkan Rp 35,76 triliun untuk THR dan Gaji Ke-13 ASN aktif dan pensiunan. Khusus untuk THR, pemerintah menganggarkan total Rp 17,88 triliun. Perinciannya: THR gaji Rp 5,24 triliun, THR tunjangan kinerja Rp 5,79 triliun, dan THR pensiun Rp 6,85 triliun.

Untuk pembayaran THR akan dilaksanakan pada Juni ini, sementara pemberian gaji/pensiun/tunjangan ke-13 akan dilaksanakan pada bulan Juli 2018. Menurut pemerintah, pemberian THR dan gaji ke-13 yang jumlahnya lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya itu bertujuan membantu aparatur sipil negara dalam menghadapi tahun ajaran baru.

THR aparatur pemerintah pada 2018 dibayarkan sebesar gaji pokok, tunjangan umum, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, dan tunjangan kinerja. Untuk pensiunan, THR dibayarkan sebesar pensiun pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan tambahan penghasilan.

Sebelumnya, pada akhir Mei 2018 lalu, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dakhiri mengatakan, THR wajib dibayarkan ke pekerja swasta paling lambat sepekan sebelum Idul Fitri. Bila pembayarannya terlambat, perusahaan akan dikenakan denda sebesar 5% dari total THR, yang harus dibayarkan ke Dinas Ketenagakerjaan di daerah masing-masing.

Nantinya, denda tersebut akan dikelola dan dipergunakan untuk kesejahteraan pekerja, yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama. Tapi, denda tersebut tidak menghilangkan kewajiban perusahaan untuk tetap membayar THR kepada pekerjanya.

Ada juga sanksi lain yang akan dikenakan oleh pemerintah kepada pengusaha yang telat bayar THR. Sanksi tersebut berupa teguran tertulis dan pembatasan kegiatan usaha.

“Kami meminta betul agar pembagian THR dilakukan tepat waktu,” kata Hanif di Jakarta, Senin (28/5).

Para pekerja dan serikat pekerja yang mengalami masalah terkait kewjiban pembayaran THR, lanjut Hanif, diharapkan segera melaporkannya ke Posko Pengaduan THR Kemenaker dan Dinas Ketenagakerjaan setiap daerah. Hanif berjanji akan mengatasi semua permasalahannya dan menindaklanjutinya, bahkan bisa memberikan sanksi kepada perusahaan yang lalai. [RAF]