Burung gagak. (Pexels)

Kita semua tahu, hidup tak selalu mudah. Ada kalanya kebutuhan mendesak datang bersamaan, sementara penghasilan tak kunjung cukup. Di tengah tekanan ekonomi dan keputusasaan, sebagian orang rela mengambil jalan pintas meski harus bertaruh dengan hal yang tak kasat mata. Di tanah Jawa, cerita semacam ini bukan hal baru. Sudah sejak lama masyarakat mengenal istilah pesugihan, sebuah cara cepat meraih kekayaan dengan bantuan makhluk halus.

Biasanya, kita mendengar nama-nama seperti Gunung Kawi atau Kandang Bubrah ketika membahas pesugihan. Tapi tahukah kamu, ada satu jenis pesugihan yang jarang disebut namun menyimpan kisah yang tak kalah menyeramkan? Namanya pesugihan sate gagak. Dari namanya saja sudah menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah ini berarti seseorang menyembah gagak? Atau mungkin seekor gagak bisa memberi kekayaan?

Cerita lengkapnya mungkin akan membuatmu bergidik, karena praktik ini bukan sekadar legenda, tapi diyakini benar-benar dilakukan di beberapa tempat diam-diam, di balik sunyinya malam, di antara hutan dan kuburan. Untuk mengetahuinya, simak ulasan singkat mengenai pesugihan sate gagak berikut.

Ritual Dalam Sunyi

Pesugihan sate gagak bukanlah nama yang populer seperti Gunung Kawi atau Kandang Bubrah. Namun, dalam dunia mistik Jawa, ia memiliki reputasi sendiri, sunyi, langka, dan amat menyeramkan. Berbeda dari praktik pesugihan lain yang kerap dilakukan secara spiritual di tempat keramat, pesugihan ini memanfaatkan transaksi fisik yang nyata, dengan sajian sate, bukan untuk manusia, melainkan untuk entitas dari dunia gaib. Sungguh menyeramkan bukan?

Syaratnya pun tidak sembarangan. Pelaku pesugihan harus berburu sendiri burung gagak liar, burung yang dalam banyak budaya sudah lama diasosiasikan dengan kematian dan pertanda buruk. Tak boleh membeli dari pasar, karena roh halus yang menjadi pelanggan konon hanya mau menerima persembahan dari hasil tangan sendiri.

Setelah berhasil menangkap dan menyembelih burung gagak, dagingnya diproses menjadi sate layaknya kuliner biasa. Tapi sate ini tak dijajakan di trotoar atau pasar malam. Pelaku pesugihan akan membakar sate tersebut di tempat-tempat yang menolak kehidupan: kuburan tua, hutan angker, atau lokasi-lokasi keramat yang ditunjukkan oleh sang dukun.

Ritual ini tidak bisa dilakukan sembarangan. Ia menunggu malam-malam tertentu—malam Jumat Kliwon, malam purnama, atau waktu-waktu khusus saat tirai dunia gaib sedang tipis. Dalam beberapa versi cerita, pelaku bahkan harus berjualan dalam keadaan telanjang bulat sebagai bentuk kepasrahan total kepada makhluk halus.

Pelanggan yang datang bukan manusia. Beberapa kisah menyebutkan kehadiran sosok besar berbulu lebat, bertaring tajam, bahkan kuda dengan kepala manusia. Mereka membeli sate gagak, membayarnya dengan koin emas, uang gaib, atau petunjuk angka togel. Dan di balik setiap tusuk sate yang terjual, ada janji tak kasat mata: kekayaan akan mengalir… asalkan perjanjian tidak pernah dilanggar.

Namun seperti semua kisah pesugihan, kemewahan yang ditawarkan tidak datang tanpa harga. Salah satu mitos paling kelam menyebutkan bahwa pelaku pesugihan sate gagak tidak boleh berhenti berjualan. Sekali memulai, artinya sudah menandatangani kontrak seumur hidup dengan dunia lain. Jika berhenti, makhluk halus akan datang—bukan sebagai pelanggan, tapi sebagai penuntut yang haus darah.

Dalam beberapa cerita, teror tidak hanya menimpa si pelaku, tapi juga anak dan keturunannya. Jika ingin keluar dari perjanjian, pesugihan harus “diteruskan” oleh orang lain, sering kali anak kandung sendiri. Bila tidak, gangguan akan datang bertubi-tubi, mulai dari penyakit misterius, mimpi buruk berulang, hingga kehilangan nyawa secara tragis.

Lebih mengerikan lagi, ada versi yang menyebut pelaku harus menyediakan tumbal manusia di waktu-waktu tertentu—sebuah pembayaran yang mengerikan demi mempertahankan limpahan materi.

Makanan Kesukaan Genderuwo

Konon, sate gagak adalah makanan favorit makhluk halus seperti genderuwo. Masyarakat meyakini, bau dagingnya yang terbakar adalah undangan bagi mereka yang tinggal di balik kabut gaib. Karena itulah, ritual ini jarang dilakukan terang-terangan. Ia hidup dalam bayang-bayang, tabu di masyarakat, namun terus bertahan lewat kisah-kisah yang disisipkan dalam sinetron horor, cerita rakyat, hingga video investigasi di kanal YouTube bertema mistis. [UN]