Ada cerita menarik yang pernah dialami Sururi saat mau mewawancarai Mega. Saat itu, dia sudah datang ke Jalan Kebagusan. Namun, belum ada kepastian apakah Mega mau diwawancarai atau sekadar untuk menemui dirinya. Dan ternyata, TK menangkap kegelisahan itu dan memberikan rahasia untuk merayu Mega. Saat itu, Sururi dan teman-teman wartawan yang ada di situ dikasih tahu oleh TK bahwa Megawati sedang menginginkan martabak tipis dan ikan bakar yang dijual di Jalan Brawijaya, Kebayoran Baru, dekat kantor Guruh Soekarnoputra. Sururi dan teman wartawan langsung menuju tempat dijualnya makanan kesukaan Megawati itu, kemudian kembali ke Jalan Kebagusan.
“Begitu sampai di Kebagusan, TK bilang ke Mega, ‘Mah, wartawan bawa martabak dan ikan bakar kesukaan Mamah nih.’ Nah, itu TK yang bocorkan, karena melihat wartawan menunggu Mega luar biasa,” kata Sururi.
Di antara wartawan senior yang sudah sejak lama mengenal TK adalah Birma, yang saat itu menjadi wartawan Sinar Pagi. Kehebatan TK diakui Birma karena tidak gampang menyerah dan tidak memetakan wartawan meski saat itu dirinya tidak terlalu menganggap kekuatan Mega dan TK. Sebab, saat itu, yang dia lihat adalah PDI dengan pemimpinnya Soerjadi. Saat itu, Birma malah lebih dekat dengan kubu Soerjadi dan tidak pernah membayangkan upaya perlawanan yang digulirkan TK untuk mendorong Mega bisa menggelinding menjadi besar.
Namun, setelah dalam perjalanannya ternyata Mega menjadi besar dan TK adalah figur sentral yang berhasil mendorong Mega melalui berbagai strategi. Dan, TK tetap bisa menerima Birma sebagai kawan dan tidak dipetakan sebagai wartawan sebelah.
“Bahkan, sampai sekarang, beliau ini masih tetap mengenal dan memosisikan saya sebagai sahabat. Ini sangat luar biasa,” kata Birma dalam buku 70 Tahun Taufiq Kiemas.
Sulistiyo dari Harian Wawasan juga menceritakan bagaimana TK yang—meski saat itu bisa dikatakan sudah kaya, walau sebenarnya tidak seberapa jika dibandingkan dengan beban perjuangannya—tetap menunjukkan sikap semangat sehingga membuat wartawan yang ikut mendorong perubahan dengan menjadikan Mega sebagai simbol perlawanan tetap semangat. Sulistiyo menggambarkan, TK adalah manusia yang pikirannya tidak pernah tidur, mimpinya tidak pernah terhenti untuk mendorong lahirnya reformasi.
“Dulu partainya kecil, dan ‘ATM’-nya hanya beliau. Tetapi terbukti sangat kuat. Ini perlu menjadi contoh bagaimana petarung politik dalam membangun demokrasi. Pikirannya tidak pernah tidur, melebihi wartawan pada umumnya,” ungkap Sulistiyo.