Kardus bantuan dari Indonesian Humanitarian Relief untuk jihadis di Suriah [Foto: euronews.com]

Koran Sulindo – Warga distrik Al-Kalasa, Suriah menyerbu sebuah sekolah yang selama ini menjadi markas pusat kelompok pemberontak Jaish al-Islam. Warga kemudian menemukan banyak stok makanan dan perlengkapan lain di sekolah itu.

Warga mengatakan, selama ini kelompok pemberontak itu merampas dan menyembunyikan makanan yang merupakan bantuan organisasi kemanusiaan dari berbagai negara. Setelah tentara pro pemerintah berhasil menguasai distrik itu, warga kemudian menyerbu sekolah itu.

“Mereka melarang kami untuk mendapatkan pasokan makanan. Susu, daging, lemon segalanya dilarang. Tidak ada untuk dimasak. Mereka melarang semuanya,” kata Hanan al Salem, seorang perempuan Al Kalasa seperti dikutip euronews.com pada pertengahan Desember lalu.

Warga lain, Amer Salem menambahkan, para pemberontak bahkan melarang warga hanya untuk sepotong roti. Warga dibiarkan kelaparan dan mati. Sebagian warga pada akhirnya harus rela tidur dengan perut kelaparan.

Dalam sebuah video berdurasi satu menit yang ditayangkan channel Euronews berjudul “Syria rebel group ‘deprived us of food’, say Aleppo civilians”, warga terlihat mengangkat berbagai kardus makanan dari sebuah bangunan sekolah. Sebagian besar makanan itu merupakan bantuan dari organisasi-organisasi kemanusiaan yang peduli pada Suriah.

Pada detik ke-51, sebuah kardus warna putih bertuliskan Indonesian Humanitarian Relief (IHR) diangkat seorang warga ke bak mobil. Berdasarkan penelusuran liputanislam.com, IHR berdiri pada 17 Mei 2016 di Jakarta. Ketuanya adalah Ustad Bachtiar Nasir. Ia juga merupakan Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI).

Ketika lembaga ini diresmikan, Bachtiar mengatakan, pihaknya akan mengirimkan bantuan uang sekitar US$ 100 ribu untuk pengungsi Suriah di Turki. Bersama Sinergi Foundation, lembaganya akan mengirimkan bantuan tersebut melalui Yayasan untuk Hak Asasi Manusia, Kebebasan dan Bantuan Kemanusiaan (IHH), lembaga swadaya masyarakat (LSM) terbesar di Turki.

Bachtiar juga tercatat sebagai Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI dan penanggung jawab aksi massa pada 4 November lalu. Aksi yang membawa misi agar Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok segera diadili karena dianggap menista agama.

Ia juga sosok yang mengeluarkan pernyataan kontroversi mengenai biaya aksi pada 4 November lalu. Bachtiar menyebutkan dana yang disubsidi untuk aksi tersebut mencapai lebih dari Rp 100 miliar.

Berkaitan dengan IHH, penelusuran liputanislam.com, rupanya lembaga ini bukan sembarang LSM. Selain membangun perkampungan yatim terbesar lengkap dengan berbagai fasilitas seperti rumah, sekolah, fasilitas olahraga hingga taman rekreasi, lembaga ini mengelola puluhan kamp pengungsi Suriah lengkap dengan rumah aman.

Berbagai laporan juga menyebutkan, IHH memiliki hubungan dengan kelompok jihadis. Bahkan pada 3 Januari 2014 berdasarkan laporan harian Hurriyet, Turki, polisi memergoki truk-truk bantuan yang berisi senjata atas nama IHH untuk dikirim kepada kelompok jihadis Suriah.

Bahkan pejabat organisasi intelijen Turki ikut mendampingi truk tersebut. Atas hal ini, pemerintah Suriah pernah mengirimkan surat protes kepada PBB atas tindakan Turki yang memasok senjata kepada kelompok radikalis yang ingin menggulingkan pemerintah Suriah. Para jihadis disebut dilatih di perbatasan Turki-Suriah dan setelah itu pemerintah Turki membantu mereka masuk ke wilayah Suriah.

Laporan The Jerusalem Post juga menyebutkan hal yang serupa mengenai IHH. Didirikan pada pertengahan 1990-an dan memiliki hubungan dengan sejumlah negara seperti Indonesia, Pakistan, Irak dan Lebanon. Bahkan lembaga ini dituduh berafiliasi dengan Hamas dan Ikhwanul Muslimin.

Laporan Danish Institute for International Studies pada 2006 menyebutkan IHH memiliki hubungan dengan Al-Qaeda dan sejumlah jaringan jihadis global selama periode 1990-an. Pemerintah Turki juga disebut pernah menyelidiki IHH karena sebuah informasi intelijen menyebutkan lembaga ini telah membeli senjata otomatis dari kelompok teroris pada 1997.

Berdasarkan berbagai laporan ini, maka pertanyaannya: mengapa bantuan IHR, organisasi kemanusiaan asal Indonesia ini melalui IHH jatuh ke tangan kelompok jihadis?

Kembali kepada persoalan warga sipil di distrik Al Kalasa yang merasa tertindas selama kelompok pemberontak menduduki wilayah itu. Selain merampas berbagai bantuan, warga juga mengeluhkan kenaikan harga kebutuhan pokok seperti gula yang mencapai US$ 16 per kilogram.

Kejatuhan kelompok pemberontak di berbagai wilayah di Suriah telah diperkirakan karena rapuhnya koalisi yang dibangun kelompok oposisi. Mereka berkelahi antar-satu kelompok dengan kelompok yang lain. Dan Jaish al-Islam merupakan salah satu kelompok yang kerap bertindak kejam terhadap warga sipil. Itu sebabnya, Damaskus dan Moskow menetapkannya sebagai kelompok teroris.

Fakta tersebut kemudian sangat bertentangan dengan apa yang disampaikan PBB. Dalam laporannya, PBB justru menuduh tentara pro pemerintah melakukan penembakan warga sipil di distrik Al Kalasa. Kenyataannya justru rakyat di distrik tersebut merayakan kemerdekaannya setelah tentara pemerintah berhasil menguasai wilayah itu. Perayaan warga itu antara lain dengan menyerbu markas kelompok pemberontak yang selama ini merampas makanan dan perlengkapan sehari-hari mereka. [KRG]