Koran Sulindo – Kenyamanan bagi penduduk sebuah kota merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh Pemerintah kota tersebut. Terlebih lagi dengan keterbatasan yang ada di kota tersebut, ditambah dengan jumlah kendaraan yang terus bertambah dari waktu ke waktu.
Target membangun fasilitas untuk pejalan kaki yang manusiawi, menjadi salah satu upaya mereka agar kota Bogor lebih ramah lingkungan. Pada pertengahan Juni 2016 lalu, pembangunan fasilitas berupa trotoar di seputar Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor sudah dimulai. Proyek ini mendapat bantuan pendanaan dari pemerintah pusat dan dijadwalkan selesai pada Desember 2016. Sementara itu, pihak Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto meyakini, perwujudan trotoar di tengah kota itu merupakan yang terluas di Indonesia.
“Secara bertahap, Bogor menuju ke arah transportasi ramah lingkungan, mendorong masyarakat berjalan kaki, bersepeda dan menggunakan angkutan umum,” kata Bima Arya Sugiarto, seperti yang dikutip dari Antara pada Selasa (13/12).
Sementara itu, di sisi lain kota Bogor masuk peringkat ke-2 setelah Cebu, Filipina untuk kota dengan pengalaman berkendara terburuk di dunia menurut aplikasi navigasi dan lalu lintas Waze. Kota ini mendapatkan indeks kepuasan di angka tertinggi 10, Bogor mencatatkan indeks 2,1 dengan ranking 185 dari 185 kota di dunia. Indeks kemacetan 3,2, kualitas jalan 2,6 dan ekonomi sosial 1,1.
Sedangkan Kota Cebu, ranking pertama dengan indeks kepuasan 1,1 atau terburuk, dari hal kualitas jalan, lalu lintas dan keselamatan. Di peringkat ke-3 ada San Salvador di El Savador. Negara Indonesia memberikan sumbangan paling besar untuk perwakilan kota dengan tingkat kepuasan terburuk dalam berkendara. Setidaknya, Jakarta, Surabaya, Bandung dan Denpasar mendapat rapor merah dengan rata-rata tingkat kepuasan tidak lebih dari angka 4.
“Di mana tempat paling buruk untuk berkendara? El Savador, Filipina, Guatemala, Panama dan Indonesia. Faktor yang mempengaruhi adalah intensitas lalu lintas yang sangat padat dan faktor sosial ekonomi,” ungkap web resmi Waze yang diunggah kemarin (15/9). Sementara ini kota-kota dengan indeks berkendara paling nyaman, delapan dari 10 kota berada di Perancis, yaitu Valence, Tours, Lemans, Saint-Etienne, Avignon, Reims, Nimes, Douai-Lens dan Orleans. Termasuk Greensboro yang ada di North Carolina, Amerika Serikat.
Hasil dari studi ini diambil berdasarkan pengalaman 20 ribu pengguna aktif per bulan dari aplikasi Waze di 38 negara dan 235 kota yang menganalisis enam faktor yaitu; lalu lintas, kualitas, keamanan jalan, servis pengemudi, sosial ekonomi dan kebahagian serta saling bantu antar komunitas pengguna Waze.
Sementara itu, untuk pembangunan trotoar tersebut pihak Pemkot Bogor menunjuk PT Wiraloka Sejati sebagai kontraktor pelaksana, untuk membangun proyek senilai Rp32 miliar yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) infrastruktur publik daerah pedestrian.
Direncanakan pembangunan fasilitas trotoar dan jalur sepeda seputar Kebun Raya Bogor terbagi dalam empat tahap, tahap pertama di Jalan Pajajaran, mulai dari Tugu Kujang sampai Pintu Tiga Kebun Raya Bogor, sepanjang 348 meter dan lebar tujuh meter, telah dilaksanakan pada akhir 2015. Selanjutnya pada tahap ke-dua dimulai dari Jalan Jalak Harupat, sepanjang 1.040 meter persegi dengan lebar lima meter. Tahap ke-tiga rehabilitasi trotoar Jalan Juanda, sepanjang 1.680 meter persegi dengan lebar 2,5 meter. Lalu tahap ke-empat di Jalan Otista, sepanjang 700 meter untuk jalur pertama dan 2,5 meter untuk jalur ke-dua.
Walikota Bogor sendiri mengulang kembali ajakan untuk berjalan kaki, yang sudah dimulai sejak era kepemimpinan Wali Kota Diani Budiarto. Kemudian sekitar Desember 2012, telah diresmikan fasilitas pejalan kaki di Jalan Nyi Raja Permas. Fasilitas itu juga terkoneksi dengan Stasiun Bogor dan Terminal Angkutan Kota. Oleh karena itu, Bima menyatakan, hak pejalan kaki akan selalu menjadi prioritasnya. Ia memang ingin Bogor menjadi surga bagi pejalan kaki yang nyaman dan aman.
Sementara itu, bagi warga pengguna kereta dapat melanjutkan perjalanan dengan transportasi umum, dengan berjalan kaki dari stasiun ke terminal yang ada di Taman Topi.
Pembangunan fasilitas pedestrian di Jalan Nyi Raja Permas melalui proses yang sangat panjang. Dulu, kawasan tersebut dikenal cukup padat, dan kerap terjadi kemacetan, karena menjadi titik perputaran angkot untuk mengambil penumpang dari Stasiun Bogor.
Seperti terlihat dalam suasana di stasiun Bogor, aktivitas pedagang liar menambah padat jalur yang terkendala dengan kemacetannya. Sehingga Pemerintah Kota Bogor harus mengambil kebijakan, membangun fasilitas pejalan kaki demi menghilangkan salah satu titik kemacetan di kawasan itu. Rute angkot sendiri dipaksa melakukan penyesuaian.
Untuk mengantisipasi munculnya kembali pedagang liar, pihak Pemkot akan melakukan pengawasan yang ketat. “Jangan sampai, trotoar yang sudah dibangun malah menjadi surga pedagang liar. Kami terus mengawasi, dengan menambah personel Satpol PP berkoordinasi dengan DKP dan DLLAJ untuk menghalau mereka,” kata Bima. (NOR)