Dari sekian banyak korps pada angkatan bersenjata Jerman, mungkin yang paling populer adalah Deutsche Afrika Korps atau biasa dipanggil dengan sebutan Afrika Korps saja.
Mengutip dari Perang Eropa oleh P. K. Ojong, alasan korps atau kesatuan ini terkenal, selain prestasinya yang luar biasa di medan tempur, juga pemimpinnya yang karismatik, yaitu Field Marshal Erwin Rommel.
Kesatuan yang berlambangkan pohon palem khas gurun pasir dengan swastika di tengahnya ini dibentuk pada 11 Januari 1941.
Sesuai dengan lambangnya, korps ini memang dirancang untuk bertempur di medan bergurun.
Pertama kali hadir di daratan Afrika pada pertengahan Februari 1941 untuk menggantikan pasukan Italia yang dikalahkan oleh Inggris.
Tidak membutuhkan waktu yang lama Afrika Korps sudah dapat menduduki beberapa wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh pasukan Inggris.
Tulang punggung dari kesatuan ini adalah beberapa divisi panzer, yaitu Divisi Panzer ke-21 dan Divisi Panzer ke-15.
Selama beroperasi di wilayah Afrika, Afrika Korps beberapa kali melakukan perombakan dan restrukturisasi seperti contohnya 5th Light Division menjadi Divisi Panzer ke-21 (21th Panzer Division).
Karena dalam korps tersebut terdapat beberapa divisi panzer, maka untuk memudahkan koordinasi divisi-divisi itu, pada 15 Agustus 1941, disatukan dengan nama Panzergruppe Afrika (Panzer Grup Afrika) di bawah pimpinan Erwin Rommel.
Namun, setahun kemudian pada 30 Januari 1942 nama ini diubah lagi menjadi Panzerarmee Afrika (Panzer Army Africa).
Setelah melakukan pertempuran selama 27 bulan dan ditinggal pemimpin karismatiknya, korps ini mulai mengalami kemunduran dalam operasinya di medan tempur.
Peralatan tempurnya juga sebagian sudah mengalami kehancuran.
Maka dari itu seluruh peralatan tempur dan pasukan yang tersisa digabungkan dan diberi nama Heeresgruppe Afrika atau Army Group Africa.
Setelah pasukan Inggris dengan bantuan dari sekutunya dapat menguasai berbagai medan pertempuran di Afrika, akhirnya Afrika Korps menyerah kalah pada bulan Mei 1943, akibat kekurangan logistik dan pasukan.
Erwin Rommel, The Desert Fox
Erwin Rommel dilahirkan pada tahun 1891 sehingga pada 1941 dia berusia 50 tahun. Ayahnya seorang guru. Jadi bukan turunan orang-orang militer.
Ketika masih kanak-kanak badannya lemah, tetapi ini segera berubah. Dalam Perang Dunia I ia dianugerahi bintang jasa paling tinggi, yaitu Pour le Merite.
Dalam Perang Dunia II, ia memimpin Divisi Panzer ke-V yaitu kurun Mei-Juni 1940 di Prancis.
Waktu itu namanya belum terkemuka karena perhatian waktu itu masih berpusat pada Jenderal Heinz Guderian, bapak dari tentara lapis baja Jerman.
Akan tetapi, semenjak 1941, Rommel merupakan jenderal Jerman yang paling termasyhur.
Yang mengembangkan prinsip taktik perang dengan tank ialah Guderian, tetapi yang melaksanakannya, terutama di tanah gurun ialah Rommel.
Tanah datar di Polandia dan di Prancis bagian utara merupakan tempat yang cocok untuk menjadikan prinsip-prinsip perang tank yang dinamis, tetapi tak ada media perang yang secocok dengan tanah gurun di Afrika Utara yang luas seperti laut sehingga memberi banyak kemungkinan manuver, gerakan cepat.
Di situlah seorang jenderal yang dinamis akan merasa betah. Dinamis merupakan sifat yang kentara dari pribadi Rommel.
Ketika ia tiba di Tripoli, Februari 1941, ia belum mempunyai pengalaman di tanah gurun, berbeda dari orang Inggris.
Rommel hanya mengenal teorinya. Begitulah ia mula-mula masih sangsi apakah mesin diesel untuk tank cocok untuk perang di tanah gurun.
Seperti pernah dikemukakan, banyak orang mempunyai gambaran keliru tentang tanah gurun di Afrika Utara.
Banyak yang mengira, gurun itu padang pasir semata, di mana kendaraan bermotor akan mandek atau tidak bisa bergerak cepat.
Gambaran ini keliru. Kecuali bagian pantainya, di Afrika Utara apa yang dinamakan gurun umumnya adalah tanah lempung yang keras, yang di sana-sini ditumbuhi semak-semak.
Tanah datar yang luas itu dan di mana-mana hampir sama pemandangannya, sangat menyukarkan untuk menentukan arah.
Alat navigasi hanyalah matahari, bintang, dan kompas.
Akan tetapi untuk bergerak lebih leluasa tanpa sesat, untuk bisa merasa betah di tanah gurun, dibutuhkan suatu sifat lain yang dinamakan desert sense atau “naluri gurun”.
Naluri ini dimiliki Rommel. Bukankah judul film Inggris tentang dia itu berbunyi The Desert Fox?
Inilah cara Rommel bekerja di tanah gurun. Pagi-pagi pukul 05.00 ia sudah bangun, lalu mempelajari laporan-laporan yang masuk, dan sesudah meninggalkan pesan pada stafnya, ia lalu menuju front.
Segala sesuatu di medan perang itu tidak luput dari matanya. la selalu memeriksa sendiri sampai sejauh mana perintah-perintahnya dilaksanakan.
Di antara serdadu-serdadu yang muda ia sangat populer. Ini juga disebabkan karena atas perintahnya, ia sendiri dan stafnya mendapat ransum yang sama seperti setiap prajurit dalam Deutsche Afrika Korps.
Vitalitasnya sungguh menakjubkan. Panas yang hebat di tanah gurun tak dipedulikannya. la selalu dalam aksi. Makan tengah harinya cuma terdiri atas beberapa potong roti dan secangkir air teh. Makan malam pun sederhana.
Berlainan dengan Jenderal Wavell yang mengikuti perkembangan pertempuran dari jarak 500 mil jauhnya, yaitu di Kairo, Rommel seperti kata seorang penulis-militer Inggris, “berbareng berada di mana-mana, kecuali di markas besarnya”. la lebih suka berada di antara serdadunya.
Berlainan dengan Guderian yang mengikuti tentaranya dengan mobil-komando, Rommel menggunakan pesawat terbang ringan Storch yang begitu kecil sehingga bisa mendarat di lapangan terbang seluas tempat main tenis.
Pernah dalam suatu ofensif, sebuah kompi berhenti tanpa ada alasan yang nyata. Maka Rommel menjatuhkan pesan dari pesawat terbangnya, “Kalau kau tidak segera meneruskan serangan, saya akan mendarat.” [BP]