MENURUT Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brojonegoro, RPJMN 2020-2024 akan menjadi RPJMN pertama yang mengusung pembangunan rendah karbon (low carbon development, LCD) sepanjang sejarah Indonesia. Ini juga merupakan bagian dari rencana pembangunan lima tahun ke jalan jangka panjang untuk mencapai Indonesia sejahtera pada 2045.
Indonesia berkomitmen meraih Tujuan-Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030, termasuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebagai tujuan SDGs yang ke-13. Emil Salim mengatakan, jalan kejayaan dan pelestarian Indonesia akan terbuka dengan cara mengubah pola dan cara pembangunanan.
Tantangannya, pada pandangan Emil, bagaimana mendamaikan ekonomi yang riil dengan ekonomi yang ideal dari pembangunan berkelanjutan. “Riil ekonomi masih melihat batubara dan kelapa sawit sangat menguntungkan. Tidak memasukkan biaya lingkungan. Kalau cost lingkungannya hancur tak jadi soal karena tidak dipikul oleh pengusaha tersebut,” kata Emil Salim.
Kalau Indonesia tidak ingin tenggelam atau hilang pada 2045, penggunaan batubara untuk sumber energi harus dihentikan sejak sekarang. “Kita beralih ke energi terbarukan,” ujarnya.
Juga, perkebunan sawit di lahan gambut harus dicabut izinya dan lahannya harus direstorasi. Lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan harus direhabilitasi dan tidak boleh ada kebun sawit.
“Bapak-Bapak yang prosawit boleh saja menanam, tapi jangan di tanah gambut. Kalau tetap memaksa, berarti mengingkari garis kebijakan RPJMN 2020-2024, yang mengusung pembangunan rendah karbon,” tutur Emil Salim.
Fakta ada pejabat dan banyak politisi yang memiliki atau menjadi “pelindung” pengusaha batubara dan perkebunan sawit diakui Emil Salim sebagai bentuk distorsi individu-individu dalam pemerintahan, yang memiliki kepentingan ekonomi. Untuk mengatasinya, menurut Emil, harus lewat pemilihan umum (pemilu) dan generasi muda harus mengetahui persoalan ini.
Ia pun berharap generasi muda Indonesia memilih pemimpin yang bakal menyelamatkan Indonesia agar tidak hilang atau tenggelam akibat dari perubahan iklim. “Saya berharap pada yang muda-muda. Kalau negara ini hancur, masa depan mereka juga ikut hancur. Tanya mereka agar ada perubahan. Ini pentingnya pemilu,” katanya.
Sebelumnya, pada COP24, Indonesia sebagai salah satu anggota United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) telah berkomitmen menjadi bagian penting dari solusi atas tantangan perubahan iklim global. Dalam waktu bersamaan, Indonesia juga tetap berusaha melaksanakan pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Selain itu, Indonesia telah mengambil bagian strategis dengan berperan aktif dalam proses negosiasi penyiapan Kesepakatan Paris sampai pada penyiapan pedoman yang diperlukan untuk operasionalnya. Bahkan, dalam perhelatan COP21 di Paris pada tahun 2015, Presiden Joko Widodo dalam pidatonya menyampaikan, Pemerintah Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% (setara 2,8 giga-ton CO2) dari total emisi pada tahun 2030 dengan upaya sendiri dan sebesar 41% dengan bantuan internasional.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengklaim, sampai tahun 2017 lalu, penurunan emisi gas rumah kaca mencapai 0,9 gigaton. Dalam strategi implementasi target (nationally determined contribution, NDC) yang ditetapkan pemerintah, target penurunan emisi diharapkan datang dari lima sektor: kehutanan (17,2%), energi (11%), pertanian (0,32%), industri (0,1%), dan limbah (0,38%).