Ilustrasi: Air sumur warga Yogyakarta kering karena pembangunan hotel/rri.co.id

Koran Sulindo – Setiap tahun sumur-sumur air tanah di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengalami penurunan sekitar 20-30 centimeter. Turunnya air tanah ini akibat di hulu masih masif terjadi penambangan pasir. Selain itu juga maraknya pembangunan hotel maupun mall.

“Problem tambang pasir masih  dominan menjadi faktor terganggunya proses pengisian ulang air tanah Cekungan Air Tanah di  Sleman dan Yogya. Hotel dan mall juga melakukan eksploitasi air secara besar-besaran yang menjadikan permukaan air tanah dalam menurun,” ungkap Halik Sandera, Direktur Eksekutif Walhi DIY kepada wartawan, Senin (26/12).

Menurut pengamatan Walhi DIY kini banyak warga yang harus memperdalam sumur karena memang posisi air tanah juga semakin turun, mengingat  istem hidrologi air tanah di Yogyakarta secara umum terganggu dan berubah.

Atas dasar itu Walhi DIY menegaskan perlu adanya sistem yang mampu mengontrol penggunaan air tanah. Walhi mendukung sistem penilaian pemanfaatan air tanah yang digagas oleh Ground Water Working Grup  (GWWG) Universitas Gadjah Mada, yakni Matriks Penilaian Perlindungan Sumber Daya Air Tanah (Mata Persada).

Heru Hendrayana, Ketua GWWG, menjelaskan bahwa Mata Persada ini merupakan matriks penilaian secara kuantitatif terhadap upaya perlindungan air tanah berdasarkan pilar-pilar pengelolaan air tanah di Indonesia. Pilar-pilar itu terdiri atas konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak air. Dengan mengimplementasikan Mata Persada di Indonesia, hasil pengelolaan air tanah dapat dicapai secara optimal khususnya perlindungan terhadap air tanah.

“Kalau nilainya jelek berarti tidak peduli, kalau nilainya bagus berarti sudah baik dalam pemanfaatan air,” tutur Heru, ahli hidrogeologi Universitas Gadjah Mada ini.

GWWG, lanjut Heru, ingin menjadi pelopor dalam upaya perlindungan sumber daya air tanah di Indonesia, konservasi, pengembangan teknologi, mineralisasi dan keamanan air serta kualitas air tanah.

Halik menilai Mata Persada sangat positif untuk mengontrol para pengguna air terutama air tanah oleh perusahaan atau industri yang memanfaatkan air tanah dalam skala besar. “Hanya saja sistem penilaian ini harus ada payung hukum. Dan ini tidak hanya berlaku untuk bidang usaha yang sudah ada, tapi juga perusahaan yang baru yang sudah memanfaatkan air,” ujar Halik.

Dengan penilaian pengguna air dan sudah ada payung hukumnya, menurut Halik, bisa menjadi dasar  untuk melakukan pengawasan air tanah. Sehingga pencegahan dan penegakan hukum bisa dilakukan secara maksimal. [YUK]