Sidang Perdana Gugatan Undang-Undang MD3, 8 Maret 2018

Koran Sulindo – Bila Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) tidak juga diberi nomor oleh Presiden Joko Widodo sampai 21 Maret 2018, itu merupakan nasib buruk. Yang mengatakan hal tersebut adalah hakim Mahkamah Konstitusi (MK) I Gede Palguna di dalam Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (8/3). Musababnya, menurut Palguna, dengan tidak adanya nomor itu, gugatan Undang-Undang MD3 tidak bisa dilanjutkan.

Penetapan tanggal tersebut dipatok dari batas waktu 14 hari yang diberikan MK kepada para pemohon uji marteri Undang-Undang MD3 untuk memperbaiki dokumen gugatannya setelah sidang perdana pada Kamis ini. Pemohonnya antara lain Forum Kajian Hukum dan Konstitusi dan dua warga negara Indonesia. “Bahwa ini tidak ada nomornya dan jangka waktu itu lewat, ya, itulah nasib buruk,” kata Palguna.

Hakim MK lainnya, Suhartoyo, menegaskan bahwa majelis hakim hanya diberikan waktu 14 hari agar para pemohon melakukan perbaikan dokumen gugatannya. Bila pemohon sampai batas waktu itu tidak melakukan perbaikan, salah satunya terkait penomoran Undang-Undang MD3, gugatan tersebut tidak bisa dilanjutkan karena obyek perkaranya tidak jelas.

Sampai sekarang, Undang-Undang MD3 memang belum diberi nomor oleh pemerintah setelah disahkan di DPR. Tapi, undang-undang ini sudah digugat ke MK oleh beberapa pihak.

MK sempat membatalkan gugatan Undang-Undang Ormas beberapa waktu lalu karena memiliki persoalan yang sama dengan Undang-Undang MD3. Kendati gugatan tidak bisa dilanjutkan, bukan berarti menutup pintu masyarakat untuk menggugat Undang-Undang MD3.

“Tetapi bila nomornya sudah keluar, ada lagi yang mengajukan gugatan. Jadi, hak warga negara tidak terhalangi, tetapi kami tidak boleh melanggar hukum acara,” ujar Palguna.  Majelis hakim MK pun meminta para pemohon memperbaiki permohonan gugatan mereka hingga 14 hari ke depan.

Meski Presiden Jokowi belum menandatangani undang-undang tersebut, berdasarkan ketentuan, Undang-Undang MD3 tetap bisa berlaku, setelah 30 hari setelah disahkan DPR. [PUR]