Film Lionheart (Dok. Netflix)

Melalui film, kita dapat menjelajahi berbagai belahan dunia tanpa harus beranjak dari tempat duduk, menyaksikan hiruk-pikuk jalanan Paris, merasakan ketegangan di gang-gang sempit Mumbai, atau hanyut dalam kehangatan keluarga di pedesaan Jepang. Sinema memiliki kekuatan luar biasa untuk membawa kita ke tempat-tempat yang jauh, memperkenalkan budaya yang berbeda, dan membuka wawasan kita terhadap kehidupan orang lain dengan cara yang mendalam dan emosional.

Hari Film Global yang diperingati setiap tahun menjadi momen istimewa untuk merayakan keajaiban sinema. Lebih dari sekadar hiburan, film berperan sebagai jendela budaya, memungkinkan kita memahami nilai, tradisi, dan cara hidup masyarakat dari berbagai negara. Dari gemerlap industri Hollywood hingga film-film independen yang kaya akan kearifan lokal, setiap kisah yang tersaji di layar lebar memberi kita kesempatan untuk menyelami dunia dengan perspektif yang lebih luas.

Lalu, bagaimana film mampu menjadi cerminan budaya? Mari kita telusuri lebih dalam.

Tanggal 8 Februari 2025 menandai Hari Film Global di Amerika Serikat. Peringatan ini dirayakan setiap hari Sabtu kedua di bulan Februari, yang tahun ini jatuh pada 8 Februari. Academy of Motion Picture Arts and Sciences menetapkan Hari Film Global agar para pecinta film di seluruh dunia dapat merayakan film-film favorit mereka. Selain itu, momen ini juga menjadi kesempatan untuk menikmati rilis sinema terbaru, terutama bertepatan dengan musim Oscar.

Sejak awal kemunculannya, film bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga alat yang kuat untuk memahami budaya lain. Melalui sinema, kita bisa mengenal nilai, tradisi, dan cara hidup masyarakat di berbagai belahan dunia. Hollywood memang mendominasi industri film global, tetapi sinema dari berbagai negara juga semakin mendapat tempat di hati para penonton internasional.

Film sebagai Representasi Budaya

Film dapat menangkap esensi budaya suatu masyarakat dan memperkenalkannya kepada dunia. Parasite dari Korea Selatan, misalnya, menggambarkan kesenjangan sosial dan ekonomi melalui perspektif dua keluarga dari kelas yang berbeda. Sementara itu, Coco memperkenalkan budaya Día de los Muertos dan menyoroti pentingnya keluarga dalam kehidupan masyarakat Meksiko.

Dari Indonesia, Laskar Pelangi menyajikan kisah perjuangan anak-anak di Belitung dalam meraih cita-cita mereka di tengah keterbatasan pendidikan. Melalui film-film ini, penonton tidak hanya menikmati alur cerita yang menarik, tetapi juga mendapatkan wawasan mendalam tentang kebiasaan, nilai, dan dinamika sosial dalam masyarakat yang digambarkan.

Banyak negara menggunakan film sebagai alat diplomasi budaya untuk memperkenalkan identitas nasional mereka ke dunia. Korea Selatan sukses memanfaatkan industri hiburan, termasuk film dan drama, untuk memperkenalkan budaya mereka melalui Hallyu atau Korean Wave. Jepang dengan anime, India dengan Bollywood, serta Perancis dengan sinema artistiknya juga telah memainkan peran penting dalam menyebarkan budaya mereka ke ranah global.

Festival film internasional seperti Cannes, Berlinale, dan Toronto International Film Festival menjadi ajang bagi berbagai negara untuk menampilkan sinema terbaik mereka dan menjangkau audiens global. Dengan demikian, film tidak hanya menjadi media hiburan tetapi juga alat yang efektif untuk membangun pemahaman lintas budaya.

Sebelum adanya film, banyak budaya kurang dikenal atau bahkan distereotipkan. Sinema memiliki kekuatan untuk mengubah stigma dan membangun empati. Slumdog Millionaire dari India, misalnya, menggambarkan realitas sosial di Mumbai dan membangkitkan kesadaran akan kehidupan masyarakat di daerah kumuh.

Sementara itu, Roma dari Meksiko menyoroti kehidupan kelas pekerja dengan cara yang autentik dan emosional. Dari Amerika Serikat, Minari menghadirkan kisah keluarga imigran Korea yang berjuang membangun kehidupan baru. Film-film ini tidak hanya mendapatkan apresiasi secara artistik tetapi juga memberikan perspektif baru kepada penonton mengenai kehidupan di berbagai belahan dunia.

Rekomendasi Film dari Berbagai Negara

Untuk lebih memahami budaya suatu negara, menonton film lokal bisa menjadi pengalaman yang berharga. Departures dari Jepang mengisahkan budaya penghormatan terakhir dan bagaimana masyarakat Jepang memandang kematian.

Dari Perancis, Amélie menghadirkan kisah unik tentang kehidupan khas Paris yang dipenuhi elemen seni dan romansa. A Separation dari Iran menggambarkan konflik sosial dan hukum dalam kehidupan keluarga di negara tersebut. Sementara itu, Lionheart dari Nigeria memperkenalkan dinamika keluarga dan bisnis di Afrika.

Hari Film Global yang jatuh pada 8 Februari 2025 menjadi momentum tepat untuk mengapresiasi sinema dari berbagai negara. Film lebih dari sekadar hiburan; ia adalah jendela untuk memahami budaya lain, membangun empati, dan meruntuhkan stereotip.

Dengan menonton film dari berbagai belahan dunia, kita tidak hanya terhibur, tetapi juga semakin mengenal keberagaman budaya yang ada di dunia. Selamat merayakan Hari Film Global. [UN]