TINDAKAN aparat kepolisian yang membubarkan paksa rapat internal dan pertemuan pengurus 18 Kantor LBH di Sanur, Bali, pada Sabtu (12/11) medapat kecapan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Ketua YLBHI Muhammad Isnur menilai tindakan aparat kepolisian bersama sekelompok masyarakat yang mengaku sebagai aparat desa dan pecalang telah melanggar hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Isnur mengatakan aparat memeriksa identitas dan gawai milik peserta rapat, sejumlah staf YLBHI juga sempat dilarang bepergian dari vila oleh pihak yang mengaku sebagai pecalang dan mendapat perintah dari petugas polisi.
“Diduga kuat merupakan tindakan pidana merampas kemerdekaan orang secara melawan hukum dengan ancaman maksimal 8 (delapan) tahun penjara berdasarkan Pasal 333 ayat (1) KUHP,” kata Isnur dalam keterangan tertulis, Senin (14/11).
Isnur menegaskan tindakan kelompok masyarakat yang mengaku sebagai pecalang tersebut telah melanggar hukum dan sangat membahayakan demokrasi di Indonesia.
YLBHI mengecam keras seluruh aksi premanisme yang terjadi dalam pembubaran paksa kemarin. Menurutnya, tindakan tersebut juga kontraproduktif dengan pernyataan pemerintah yang menyatakan Bali dalam kondisi aman selama G20.
“Kami mendesak pemerintah, khususnya Kepolisian untuk meminta maaf secara terbuka dan mengusut seluruh pelanggaran/kejahatan, dan tindakan anti demokrasi yang terjadi dalam pembubaran rapat internal dan gathering YLBHI,” tegasnya.
Isnur mendesak agar seluruh pelaku yang terlibat dalam aksi tersebut, baik kepolisian maupun kelompok lainnya agar dapat ditindak tegas.
Ia meminta agar pemerintah dan aparat kepolisian tetap dapat menghormati Konstitusi terkait kebebasan berpendapat dan berekspresi di tengah perhelatan KTT G-20.
“Upaya hukum yang perlu akan kami tempuh jika hal tersebut tidak diindahkan,” katanya.
Isnur menceritakan bahwa telah terjadi peristiwa pembubaran paksa bermula pada Sabtu (12/11) sekitar pukul 12.30 WITA, ketika lima orang mengaku petugas desa/pecalang masuk ke dalam vila di Sanur.
Mereka mempertanyakan kegiatan dan jadwal kepulangan serta berulang kali menyampaikan mengenai pelarangan melakukan kegiatan apa pun selama Presiden G20. Mereka juga meminta YLBHI untuk membuat surat pernyataan dan penjelasan.
Sekitar pukul 17.00 Wita, puluhan personel kepolisian yang tidak berseragam bersama pecalang disebut kembali masuk ke dalam vila dan menuduh YLBHI melakukan siaran langsung.
Hal serupa juga dialami oleh tim pesepeda ‘Chasing the Shadow’ Greenpeace Indonesia yang mengampanyekan krisis iklim mendapatkan intimidasi selama perjalanan dari DKI Jakarta menuju tujuan akhir Bali. Perlakuan intimidasi terjadi selama rentang periode 1-7 November 2022.
Mulai perjalanan dari Semarang, Jawa Tengah hingga Probolinggo, Jawa Timur. Mereka dilarang berkampanye selama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali berlangsung. Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak menyebut timnya mengalami teror berupa pengintaian dari orang tidak dikenal dan indikasi perusakan kendaraan.
Sekelompok organisasi masyarakat (ormas) yang mengatasnamakan Tapal Kuda Nusantara (TKN) mendatangi tim Greenpeace yang tengah singgah dalam perjalanan di Probolinggo. Mereka melakukan demo dan memaksa Greenpeace membuat surat pernyataan agar tidak melakukan aktivitas kampanye selama KTT G20 di Bali. [PAR]