Aksi mendukung Novel Baswedan
Ilustrasi: Aksi mendukung Novel Baswedan/Antara

Koran Sulindo – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomolango, mengatakan vonis pengadilan terhadap penyerang Novel Baswedan menjadi cerminan perlindungan negara terhadap insan penegak hukum.

“Sebenarnya yang terpenting dan yang diharapkan KPK dari putusan Majelis Hakim dalam perkara ini sejauh mana putusan ini dapat menjadi cerminan jaminan perlindungan negara terhadap insan penegak hukum, khususnya dalam pemberantasan korupsi,” kata Nawawi, di Jakarta, Jumat(17/7/2020), melalui rilis media.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis kemarin menjatuhkan vonis selama 2 tahun penjara kepada Rahmat Kadir Mahulette dan 1,5 tahun penjara kepada Ronny Bugis.

Mereka berdua terbukti melakukan penganiayaan yang menyebabkan luka berat terhadap Novel. Keduanya dinilai terbukti melakukan perbuatan berdasarkan dakwaan subsider pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Hakim menyatakan Rahmat dan Ronny tidak terbukti berniat untuk menyebabkan luka berat meski sudah merencanakan penyerangan sehingga terbukti berdasarkan dakwaan subsider pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Putusan itu lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Utara yang menuntut keduanya selama 1 tahun penjara.

Tim Gabungan Pencari Fakta Kedua

Sementara itu tim advokasi Novel Baswedan meminta Presiden Joko Widodo untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menyelidiki ulang kasus penyiraman air keras yang menimpa penyidik KPK tersebut.

“Sebab penanganan perkara yang dilakukan oleh Kepolisian terbukti gagal untuk mengungkap skenario dan aktor intelektual kejahatan ini,” kata anggota Tim Advokasi, Muhammad Isnur, di Jakarta, Jumat (17/7/2020), melalui rilis media.

Tim advokasi menilai, sejak awal sudah dibuat skenario sempurna ketika dakwaan sampai ke tangan hakim yaitu tuntutan yang ringan untuk mengunci putusan hakim.

Alasan putusan harus ringan adalah agar kedua terdakwa tidak dipecat dari Kepolisian dan menjadi “whistle blower” atau “justice collaborator” (pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum).

“Skenario sempurna ini ditunjukkan oleh sikap terdakwa yang menerima dan tidak banding meski diputus lebih berat dari tuntutan penuntut umum,” kata Isnur.

Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) juga menilai vonis terhadap dua penyerang Novel itu menunjukkan urgensi (keharusan yang mendesak) pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).

“Putusan ini semakin mengukuhkan urgensi agar Presiden RI segera membentuk TGPF untuk menunjukkan komitmen serius atas pemberantasan korupsi,” kata Ketua WP KPK, Yudi Purnomo Harahap, Jumat (17/7/2020), melalui rilis media.

TGPF harus terdiri dari berbagai unsur independen serta bebas kepentingan untuk bertanggung jawab langsung kepada Presiden menjadi kunci dalam pengungkapan kasus tersebut. [RED]