Sejarah kedatangan bangsa Belanda ke Nusantara/Indonesia awalnya bertujuan untuk mencari rempah. Kapal-kapal bangsa Belanda pertama kali masuk perairan kepulauan Indonesia pada 1596, berpuluh-puluh tahun setelah kedatangan bangsa Portugis dan Spanyol.

Belanda melakukan ekspedisi dengan empat kapal besar yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman menuju Hindia Timur atau Nusantara. Mereka berlabuh di Banten, ini jadi penanda awal kedatangan Belanda di bumi Nusantara/Indonesia.

Pada mulanya Belanda mendirikan perusahaan dagang rempah dan hasil bumi untuk menguasai jalur pemasok dan mengatasi persaingan antar pedagang. Didirikanlah perusahaan dagang bernama Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada 20 Maret 1602. VOC diberi wewenang oleh pemerintah Belanda untuk melakukan monopoli perdagangan di wilayah Hindia Timur.

Perusahaan ini  dipimpin oleh Pieter Both dan kemudian digantikan oleh Jan Pieterszoon Coen. Di masa kepemimpinan J.P. Coen, VOC berkembang pesat dan menguasai rempah-rempah serta hasil bumi dari Indonesia. VOC adalah konglomerasi dagang terbesar pada abad ke-17, mereka melakukan monopoli yang kokoh terhadap jalur perdagangan rempah-rempah dari Hindia Timur/Indonesia ke Eropa.

VOC memaksakan kebijakan yang sangat merugikan bangsa Indonesia dengan “Pelayaran Hongi”, sebuah ekspedisi kapal yang menyusuri pantai dan pulau-pulau penghasil rempah dengan dikawal armada perang untuk mengatur pedagang agar tidak menjual rempah-rempah selain ke VOC.

Pada puncak kejayaannya abad ke-17, VOC  adalah salah satu perusahaan perdagangan terbesar dan paling berpengaruh di dunia. VOC tidak hanya menguasai perdagangan di Hindia Timur (Indonesia), tetapi juga memperluas jangkauannya ke wilayah perdagangan di Asia, Afrika, dan Amerika. Perusahaan ini memonopoli perdagangan rempah-rempah, terutama cengkih, pala, dan lada, yang sangat diminati di Eropa pada saat itu. Selain rempah-rempah dan hasil bumi, VOC juga terlibat dalam perdagangan tekstil, logam, dan peralatan mesin.

Keberhasilan VOC tidak hanya didasarkan pada perdagangan, tetapi juga pada kegiatan kolonial, termasuk penjajahan dan eksploitasi sumber daya alam di wilayah yang dikuasainya. VOC memiliki armada perang yang kuat untuk mengawal melindungi kepentingannya.

Armada laut VOC terdiri dari kapal dagang, kapal perang, dan kapal penjelajah. Kapal-kapal ini digunakan untuk mengangkut barang dagangan dari Hindia Timur ke Eropa, serta untuk melindungi jalur perdagangan VOC dari serangan musuh.

Selain armada laut, VOC juga memiliki pasukan militer bayaran yang disebut “Sepoy” (sebutan untuk pasukan bayaran asal India) dan “Landsoldaten” (tentara bayaran asal Eropa). Pasukan-pasukan ini digunakan untuk melindungi pos-pos perdagangan, mengamankan wilayah kolonial, dan mempertahankan kepentingan VOC dari serangan musuh.

VOC membangun banyak benteng di beberapa pulau dan pelabuhan penting di wilayah Hindia Timur untuk melindungi aset dan kepentingan perdagangannya. Benteng-benteng ini juga berfungsi sebagai pangkalan militer dan pusat administratif, dan berujung pada pendudukan atau penjajahan suatu wilayah.

Penentangan terhadap VOC terjadi di beberapa wilayah pendudukan, namun semua dapat diredam oleh pasukan VOC yang kuat secara militer maupun keuangan. VOC juga terlibat dalam berbagai konflik bersenjata dengan bangsa dan negara-negara lain yang bersaing dalam perdagangan rempah-rempah di Hindia Timur, seperti Inggris, Spanyol, dan Portugis. Armada dan pasukan VOC memainkan peran penting dalam konflik-konflik ini, yang terkadang mengakibatkan pertempuran laut dan darat yang besar.

Dengan armada laut dan pasukan militer yang kuat, VOC berhasil mempertahankan kepentingan dan dominasinya di wilayah Hindia Timur selama beberapa ratus tahun, meskipun pada akhirnya mengalami kemunduran dan kebangkrutan pada akhir abad ke-18.

VOC bangkrut

Selama masa kejayaannya, VOC menjadi salah satu perusahaan terkaya di dunia, namun karena sejumlah faktor VOC kemudian mengalami kemunduran dan pada akhirnya bangkrut pada akhir abad ke-18. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kebangkrutan ini.

1. Perang dan konflik: VOC terlibat dalam berbagai konflik dan peperangan di wilayah perdagangan mereka, termasuk konflik dengan penguasa lokal di Hindia Timur. Biaya perang dan kerugian wilayah perdagangan akibat konflik membebani keuangan VOC.

2. Monopoli yang melemah: VOC awalnya diberi monopoli oleh pemerintah Belanda untuk perdagangan di wilayah Hindia Timur. Namun, monopoli ini melemah seiring berjalannya waktu, karena perusahaan lain ikut terlibat dalam perdagangan di wilayah tersebut.

3. Korupsi dan tata kelola keuangan yang buruk: Manajemen VOC korup dan tidak efisien. Terdapat banyak kasus penyalahgunaan kekuasaan dan penyelewengan dana, yang menggerogoti perusahaan secara finansial.

4. Perubahan ekonomi dan perdagangan: Perubahan pusat ekonomi global mengubah jalur perdagangan, hal ini berpengaruh pada permintaan dan harga barang dagangan.

Gabungan faktor-faktor itu menyebabkan VOC kehilangan keunggulan kompetitifnya dan berujung pada kebangkrutan tahun 1799. Kebangkrutan VOC menjadi akhir masa kejayaan kongsi dagang terbesar Belanda di Hindia Timur.

VOC diambil alih

Setelah VOC mengalami kebangkrutan, pemerintah Hindia Belanda mengambil alih kontrol atas semua aset dan wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh VOC, termasuk juga harta kekayaan, armada, dan infrastruktur VOC.

Pemerintah Belanda membentuk pemerintahan kolonial yang baru di Hindia Belanda (Indonesia) untuk menggantikan struktur administrasi yang sebelumnya dijalankan oleh VOC. Ini melibatkan pembentukan gubernur jenderal yang menjadi otoritas tertinggi di wilayah pendudukan tersebut, dan melakukan pembaruan administratif untuk meningkatkan kontrol dan efisiensi di Hindia Belanda. Ini termasuk pembentukan departemen-departemen pemerintahan yang baru.

Pemerintah Belanda berusaha memulihkan ekonomi Hindia Belanda. Mereka mendorong pertanian, perdagangan, dan industri untuk meningkatkan produksi dan pendapatan pemerintah kolonial.

Pemerintah Belanda melakukan berbagai langkah untuk menata ulang kekuasaannya di Hindia Belanda, termasuk mengatasi pemberontakan lokal dan mengamankan kendali atas wilayah-wilayah yang didudukinya.

Warisan VOC

Meskipun VOC bangkrut jejaknya masih ada dalam berbagai bentuk sampai sekarang.

Di beberapa kota di Indonesia, terutama di bekas pusat perdagangan VOC seperti Jakarta (dulu Batavia), Semarang, Makassar dan wilayah Indonesia timur, masih banyak ditemukan bangunan-bangunan lawas yang dibangun oleh VOC. Contohnya adalah Museum Fatahillah di Jakarta, Benteng Vredeburg di Yogyakarta serta beberapa benteng Di Maluku dan Halmahera. Bangunan-bangunan itu menjadi warisan fisik yang menjadi saksi sejarah keberadaan VOC di Nusantara.

Selain bangunan fisik, jejak VOC masih ada di wilayah pertambangan dan perkebunan yang dahulu merupakan wilayah eksploitasi oleh perusahaan tersebut. Jejak sosial juga bisa ditemukan dalam struktur sosial dan ekonomi di beberapa wilayah yang dulunya merupakan pusat perdagangan VOC.

VOC adalah kongsi dagang Belanda yang masuk ke Nusantara abad-16 sebelum berubah wujud menjadi pemerintahan kolonial Hindia Belanda hingga tahun 1945. [KS]