Koran Sulindo – Menyandang predikat negara dengan jumlah lokalisasi terbanyak di dunia, Indonesia setidaknya ‘memiliki’ 40 ribu pekerja seks komersial di lokasisasi-lokalisasi tersebut.
Menurut data Kementerian Sosial, sejak tahun 2013 hingga 2018 pemerintah telah menutup 122 dari 168 lokalisasi yang tersebar di Kalimantan Barat, Gorontalo, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara.
Menteri Sosial Idrus Marham mengatakan permasalahan prostitusi harus di lihat dari perspektif yang luas dan ditangani secara komprehensif.
“Kalau kita ingin menyelesaikan masalah ini kita harus melihat dari perspektif yang luas dan komprehensif. Kalau kita tutup, apakah sudah benar-benar ditutup, kalau kita tidak jamin dan lihat apa masalahnya,” kata Idrus Marham seperti dilansir antaranews.com, Kamis (19/8).
Pemaparan disampaikan Idrus saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Penanganan Prostitusi dan Supporting Penutupan Lokalisasi di di The Media Hotel & Tower.
Menurutnya, menangani prostitusi harus ada kesepahaman bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah selain sinergi antarkementerian.
Selain itu untuk mengatasi permalasalahan prostitusi tidak hanya sebatas mengatasi Pekerja Seks Komersial saja. Namun yang terpenting harus ditangani adalah muncikari dan oknum lainnya yang berperan serta dalam jalannya prostitusi.
“Yang perlu didiskusikan bagaimana caranya ini bisa diatasi? Bagaimana bisa tutup lokalisasi? Bagaimana atasi mereka supaya tidak pindah tempat. Ini harus sampai tuntas,” kata Idrus.
Di sisi lain prostitus, kata Idrus, harus dilihat sebagai realitas sosial dan penyakit sosial yang tidak bisa berdiri sendiri namun terkait dengan realitas-realitas yang berkembang di masyarakat.
“Kebanyakan karena masalah ekonomi, tentunya secara naluri tidak ada yang mau bekerja seperti itu. Tapi apakah betul motivasi ekonomi karena kebutuhan atau hanya gaya hidup seperti sekarang ini dengan banyak prostitusi online,” kata Idrus.
Menurut Idrus, penyelesaian soal prostitus yang harus dibicarakan bersama adalah bagaimana menuntaskan penutupan lokalisasi tanpa membuat mereka berpindah tempat atau berganti modus dan pola. “Ini menyangkut kehidupan sumber hidupnya di situ. Di lokalisasi itu ada kegiatan ekonomi yang berputar,” kata Idrus.
Menurut Idrus, prostitusi yang ada saat ini sudah sangat terorganisir dan harus dituntaskan sampai dengan ke akarnya. Seluruh muncikari, rumah bordil dan tempat-tempat lainnya yang melakukan praktik prostitusi harus dapat ditindak.
“Jangan ada mutasi PSK dari dolly, dari Jayapura. Berarti kan ada yang koordinir kan. Nah Ini harus tuntas. Tidak mungkin (PSK) dari Nunukan tiba-tiba ada di mana. padahal PSK-nya itu-itu juga. Ada muncikari juga dan itu harus tuntas,” kata Idrus.
Sebelumnya, terdata 168 lokalisasi dengan jumlah penghuni 64.435 pekerja seksual di 24 provinsi dan 76 kabupaten kota.
Sejak 2014-2017 telah berhasil ditutup 122 lokalisasi di sembilan provinsi dan Kementerian Sosial telah memulangkan 20 ribu penghuni lokalisasi kembali ke keluarganya.
Saat ini masih tersisa 43 lokalisasi yang masih beroperasi dan akan segera ditutup sesuai target tahun 2019 Indonesia bebas lokalisasi prostitusi.(CHA/TGU)