Koran Sulindo – Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan pengemudinya masih tergolong anak-anak bukan hanya menjadi permasalahan di Indonesia saja, tetapi juga di negara-negara lain. Di Korea, misalnya, tahun 1990, jumlah anak yang tewas akibat kecelakaan transportasi mencapai 1.600 orang. Namun, dalam jangka waktu lima tahun, angka ini mengalami penurunan sebesar 49,4% pada tahun 1995 dan jumlah ini terus menurun menjadi 65 orang pada tahun 2015.

Persoalan ini mencuat dalam “Seminar Peningkatan Keselematan Transportasi pada Anak” di Yogyakarta, Jumat lalu (15/7) di University Club Universitas Gadjah Mada. Seminar tersebut diadakan atas kerja sama antara Program Magister Sistem dan Teknik Transportasi UGM dan Gachon University Korea, dengan menghadirkan para pembicara dari UGM, Gachon University, Ditlantas Polda DIY, serta Dinas Perhubungan.

“Keberhasilan Korea dalam mengurangi kecelakaan transportasi pada anak-anak terletak pada perbaikan dalam aspek pendidikan, fasilitas, aspek hukum dan aturan, serta dukungan dan partisipasi aktif dari perusahaan dan lembaga publik,” kata Kepala Institut Pelatihan Pendidikan untuk Keselamatan dari Universitas Gachon, Profesor Heo Uk.

Sementara itu Kasubdit Keamanan dan Keselamatan Direktorat Lalu Lintas Polda DIY, AKBP Kristiono, menyebutkan empat penyebab utama timbulnya permasalahan ini, antara lain kemudahan membeli kendaraan bermotor, terutama dengan sistem kredit yang mudah, serta lemahnya pembinaan di dalam keluarga. Faktor lain yang menyebabkan banyak anak-anak membawa kendaraan sendiri: belum terfasilitasinya angkutan umum untuk menuju ke sekolah. Hal ini diperparah jika orang tua yang bertanggung jawab untuk mengantar anak mereka ke sekolah menggunakan kesibukan  pekerjaan sebagai alasan untuk tidak mengantarkan anak mereka, sehingga solusi yang muncul adalah dengan menyuruh anak mereka mengendarai kendaraan bermotor untuk pergi ke sekolah.

“Karena alasan-alasan sepele seperti ini akhirnya orang tua bilang, ‘Sudahlah, kamu naik motor saja.’ Padahal, di jalan itu, risikonya besar sekali, apalagi menjelang malam, pengendara banyak yang ngebut,” ujar Kristiono.

Menurut Kristiono, orang tua sering tidak memikirkan bahayanya jika anak-anak mereka mengendarai motor atau mobil, bahkan hal itu dianggap biasa saja. “Mereka justru merasa bangga dan senang jika anak mereka sudah bisa membawa kendaraan sendiri,” kata Kristiono lagi.

Atas dasar itulah Heo Uk menegaskan, pentingnya komitmen orang tua dalam mengajarkan serta memberi teladan yang baik tentang etika keselamatan transportasi yang benar, baik antara sesama pejalan kaki, antara pejalan kaki dan pengendara, serta di antara sesama pengendara. [YUK]