Ilustrasi.

Setiap tanggal 27 Mei, penduduk Guadeloupe dan sejumlah wilayah Karibia lainnya memperingati Hari Penghapusan Perbudakan sebuah peringatan penting terhadap masa lalu yang kelam dan penuh luka. Hari ini bukan sekadar hari libur nasional, tetapi momen reflektif yang menggugah kesadaran tentang pentingnya kebebasan, keadilan, dan kemanusiaan.

Guadeloupe, wilayah seberang laut milik Prancis yang terletak di Laut Karibia, memiliki sejarah panjang yang diwarnai kolonialisme dan perbudakan. Pulau ini pertama kali dikunjungi oleh Christopher Columbus pada November 1493, yang kemudian memberinya nama “Guadeloupe” sebagai penghormatan terhadap biara Santa MarĂ­a de Guadalupe di Spanyol. Namun, sejak kedatangan kolonialis Eropa, nasib penduduk asli berubah drastis.

Penjajahan resmi oleh Prancis dimulai pada 28 Juni 1635. Sejak saat itu, pulau ini menjadi bagian dari sistem kolonial yang brutal, di mana perkebunan tebu didirikan dan tenaga kerja paksa dari Afrika Barat diimpor secara besar-besaran untuk menggerakkan roda ekonomi. Ribuan orang Afrika dipaksa bekerja dalam kondisi yang sangat kejam dan tidak manusiawi, menjadi tulang punggung industri perkebunan yang memperkaya elite kolonial Eropa.

Perjuangan Menuju Kebebasan

Mengutip laman National Today, perbudakan di Guadeloupe sempat dihapuskan pada masa Revolusi Prancis oleh Komisaris Victor Hughes pada 1794, namun sayangnya, kebijakan tersebut tidak bertahan lama. Sistem perbudakan kembali diberlakukan hingga pertengahan abad ke-19. Baru pada 27 April 1848, berkat tekanan dan perjuangan tokoh anti-perbudakan seperti Victor Schoelcher, pemerintah Prancis akhirnya mengeluarkan dekrit penghapusan perbudakan secara resmi.

Sebulan kemudian, tepat pada 27 Mei 1848, perbudakan benar-benar dihapuskan di Guadeloupe. Tanggal inilah yang kemudian dipilih sebagai simbol kebebasan dan penghormatan terhadap perjuangan orang-orang yang pernah diperbudak di pulau tersebut.

Hari Penghapusan Perbudakan bukan sekadar mengenang sejarah, tetapi juga menjadi ruang untuk menghadapi masa lalu yang penuh penderitaan dengan keberanian dan kesadaran. Ini adalah waktu bagi warga Guadeloupe untuk menghormati para leluhur mereka yang ditindas, tetapi juga untuk merayakan keberanian, ketahanan, dan semangat perlawanan mereka.

Hari ini juga menjadi ajakan moral bagi dunia modern untuk tidak melupakan bahwa perbudakan bukanlah lembaran usang sejarah. Bentuk-bentuk eksploitasi dan perbudakan modern masih ada di berbagai belahan dunia, dan peringatan ini menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk kebebasan dan martabat manusia adalah pekerjaan yang belum selesai.

Peringatan ini tidak hanya dirayakan di Guadeloupe, tetapi juga di berbagai negara Karibia yang pernah menjadi koloni Eropa dan mengalami sejarah serupa. Ini adalah perayaan identitas yang dibangun di atas reruntuhan penindasan dan lambang dari kebangkitan sebuah bangsa yang tak lagi ingin tunduk pada rantai.

Hari Penghapusan Perbudakan adalah harapan, penanda bahwa meskipun sejarah menyimpan luka, masa depan dapat dibentuk dengan keadilan dan kesadaran. Setiap 27 Mei, Guadeloupe dan dunia diingatkan bahwa kebebasan adalah hak asasi yang tak boleh ditawar, dan bahwa perbudakan dalam bentuk apa pun tidak boleh terulang lagi. [UN]