Koran Sulindo – Ajip Rosidi, sastrawan, wartawan, dan pengarang yang serba bisa ini wafat Rabu (29/7/2020) malam ini pukul 22.20 WIB di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)Tidar Magelang, Jawa Tengah.
Ajip (82) di rawat di RS sejak 23 Juli lalu karena terjatuh di depan kamar dan pingsan di rumah anaknya di Pabelan, Kabupaten Magelang. Ajip mengalami pendarahan di otak dan harus menjalani operasi. Kondisi kesehatan Ajip sebenarnya berangsur membaik dan kesadarannya mulai pulih.
Ia tinggal di Magelang sejak bulan puasa 2020, sebelumnya, ia masih bepergian Jakarta-Bandung, dan biasanya menetap di Perpustakaan Ajip Rosidi, Jalan Garut Nomor 2.
“Selamat jalan Pak Ajip Rosidi. RIP Terimakasih telah menyebabkan saya mencintai seni sastra,” tulis dramawan Butet Kartaredjasa melalui akun facebooknya.
Ajip Rosidi lahir di Jatiwangi, Cirebon, Jawa Barat, 31 Januari 1938. Ia pernah menjadi dosen di Jepang, redaktur beberapa penerbitan, dan, pendiri serta ketua Yayasan Kebudayaan Rancage.
Ajip Rosidi menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat Jatiwangi (1950), lalu melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri VIII Jakarta (1953) dan terakhir, Taman Madya, Taman Siswa Jakarta (1956). Meski tidak tamat sekolah menengah, namun dia dipercaya mengajar sebagai dosen di perguruan tinggi Indonesia, dan sejak 1967, juga mengajar di Jepang[4]. Pada 31 Januari 2011, ia menerima gelar Doktor honoris causa bidang Ilmu Budaya dari Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.
Rancage
Pada 1989, dengan menggunakan dana pribadi, Ajip Rosidi memulai penganugerahan hadiah sastra Rancagé untuk sastra Sunda. Sejak itu hadiah Rancagé selalu diberikan setiap tahun.
Selama lima tahun pertama pemberian hadiah itu dikelola dan didanai oleh Ajip sendiri.
Untuk menjaga agar hadiah Rancagé tetap ada meski suatu saat sang pemrakarsa tiada, didirikan Yayasan Kebudayaan Rancagé. Sejak itu Rancagé tak hanya memberikan hadiah sastra, tetapi juga mengembangkan kegiatannya pada aspék kebudayaan lainnya. Pada tahun-tahun selanjutnya, Rancagé tak hanya mencakup kebudayaan Sunda, tetapi memiliki peranan yang penting dalam kebudayaan Nusantara.
Sejak 1994, Rancagé mulai memberikan hadiah untuk sastra Jawa, kemudian sastra Bali (1998), sastra Lampung (2008), sastra Batak (2015), dan sastra Banjar (2016). Selain itu, setiap tahun diberikan pula hadiah sastra bagi buku-buku bacaan anak-anak berbahasa Sunda, yakni hadiah sastra Samsudi.
Setiap 31 Januari, Rancagé mengumumkan para penerima hadiah untuk masing-masing sastra daérah. Pengumuman hadiah Rancagé biasanya dengan cara menyebar surat keputusan kepada média cetak dan elektronik. Bukan pada sebuah acara khusus, karena penyerahan hadiah akan diselenggarakan setelah pengumuman, antara bulan Juli—Septémber setiap tahunnya. [RED]