Koran Sulindo – Pada 4 Januari 2016 lalu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, proyek pembangunan kereta cepat antara Jakarta dan Bandung akan dimulai pada 21 Januari 2016. Menurut Pramono, setelah menggelar rapat dengan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat, dan pihak kontraktor, Presiden Joko Widodo meminta pembangunan segera dilaksanakan. “Proyek segera dijalankan, 21 Januari groundbreaking. Perizinan hampir selesai semua, diharapkan tanggal 15 [Januari] selesai. Presiden memang tekankan perizinan,” tutur Pramono kepada wartawan di kantor presiden ketika itu.
Namun, sampai medio Juli 2016 ini, kabar mutakhir tentang proyek tersebut tak terdengar. Ada apa gerangan? Akankah proyek ambisius kontroversial itu akan layu sebelum berkembang? Pasalnya, pada 30 Juni 2016 lalu, Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Hanggoro Budi Wiryawan mengungkapkan, pihaknya berharap keputusan persetujuan pinjaman dari Bank Pembangunan Tiongkok (CDB) yang meliputi 75% dari dana pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dapat segera diputuskan dalam waktu sebulan atau Juli 2016. “Untuk pendanaan masih proses negosiasi dengan CDB, masih berproses terus, juga secara internal dengan empat BUMN yang terlibat harus diselaraskan. Mudah-mudahan dalam waktu sebulan bisa segera diputuskan,” tuturnya dalam temu media di Jakarta.
Diungkapkan Hanggoro ketika itu, KCIC secara bertahap terus melaporkan hal-hal yang diprasyaratkan oleh CDB untuk persetujuan pinjaman tersebut. Misalnya hasil studi kelayakan pembangunan (feasibility study) yang telah dianalisis oleh peninjau (appraisal) independen Indonesia untuk meyakinkan bahwa hasil studi kelayakan tersebut bisa diyakini kebenarannya. Juga model pendanaan yang sudah ditinjau oleh lembaga analis keuangan internasional.
Menurut dia, pihak CDB juga meminta ada kepastian pencairan dana dari empat BUMN yang tergabung dalam konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN—yang terdiri dari PT Wijaya Karya, PT Kereta Api Indonesia, PT Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Jasa Marga. Konsorsium tersebut akan menanggung 15% dari keseluruhan dana pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung atau kurang-lebih Rp10,6 triliun. “Empat BUMN tersebut sudah menyanggupi pencairan sesuai jadwal dari 2016-2019,” ujar Hanggoro. Akan halnya 10% dari dana pembangunan proyek yang mencapai total sekitar US$ 5,5 miliar akan ditanggung oleh konsorsium Tiongkok. [PUR]