Koran Sulindo – Cucu Bung Karno yang juga anggota Komisi X DPR, Puti Guntur Soekarno, kembali diundang oleh Universitas Kokushikan, Tokyo. Ia menjadi pembicara pada simposium internasional bertajuk “Merefleksikan Pemikiran Soekarno dari Abad ke-21” pada 3 November 2016 lalu. Selain Puti, pembicara dari Indonesia adalah sejarawan cum wartawan Bonnie Triyana dan dosen Teknik Industri Universitas Trisakti-Jakarta Profesor Dr. Dadan Umar Daihani. Sementara itu, pembicara dari Jepang adalah Profesor Emeritus Masakatsu Tozu (Universitas Kokushikan dan Universitas Hollywood Graduate) dan Kaoru Kouchi (Universitas Tokyo). Dalam kesempatan tersebut, Puti juga didapuk menjadi profesor tamu kehormatan pada Program Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Kokushikan.

Pada simposium tersebut, Puti membawakan makalah berjudul “Pancasila: Menuju Tata Dunia Baru”.  Makalah ini mengingatkan pada pidato Bung Karno di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 30 September 1960, yang berjudul “To Build the World A New”. Akan halnya Bonnie membawakan makalah “Mencari Soekarno Sejati” dan Profesor Dadan membawakan kajian “Bung Karno: Dunia Pendidikandan Peradaban Bangsa”.

Pada tahun lalu, tepatnya 22 Juli 2015, Puti juga telah datang ke kampus tersebut untuk menghadiri peresmian “Pusat Penelitian Internasional Bersama mengenai Soekarno”. Acara peresmian ini dihadiri oleh para profesor, dosen, peneliti mengenai Indonesia, baik dari lingkungan Universitas Kokushikan maupun dari luar, pemerhati masalah Indonesia, pebisnis, mahasiswa Jepang, serta komunitas masyarakat umum yang tinggal di Jepang.

Menurut Kepala Riset Asia Universitas Kokushikan, Tokubumi Shibata, pada sambutannya di acara peresmian tersebut, pembentukan pusat riset Soekarno ini dilatarbelakangi kondisi dunia saat ini yang dilanda berbagai konflik yang disebabkan berbagai perbedaan yang hendak dipaksakan. “Kepemimpinan Soekarno meninggalkan warisan sekaligus pelajaran bagi dunia berupa filosofi yang mengedepankan harmoni untuk menaklukkan perbedaan yang terkandung dalam semboyan negara Bhineka Tunggal Ika,” katanya. Karena itu, tambahnya, pemikiran Bung Karno sangat baik dan perlu diteliti lebih dalam lagi bagi keharmonisan masyarakat di Asia.

Dengan pemikiran Bung Karno, Indonesia dapat menjadi negara hebat, yang bisa menangani berbagai pulau dan suku bangsa sehingga tetap bersatu teguh hingga kini. Padahal, sekarang ini banyak terjadi peperangan dan perpecahan di dunia. “Saya melihat Indonesia sebagai negara yang hebat sekali karena dari banyak pulau dan suku bangsa tetap bisa bersatu,” ungkap Shibata.

Ia juga melihat Asia, terutama Indonesia, mengutamakan harmoni sebagai hubungan antar manusianya. “Namun hal itu oleh Amerika dan negara Barat dianggap tidak rasional sehingga tidak dilakukan. Kita harus melihat dari keefektifan hal tersebut di Asia dan itu sangat tepat dilakukan di Asia,” tuturnya. Itu sebabnya, lanjutnya, mereka membuat penelitian bersama di Jepang ini untuk meneliti lebih lanjut mengenai ilmu-ilmu dan pemikiran yang dimiliki Soekarno. “Demi perdamaian di dunia, khususnya yang telah dilakukan Soekarno selama hidupnya di masa lalu,” kata Shibata.

Puti ketika itu datang bersama ayah-bundanya, Guntur Soekarnoputra dan Henny Guntur. Dalam peresmian tersebut, Puti berpidato dengan judul “Pancasila Bintang Penuntun”.

Sebagai pembuka pidatonya, Puti memulai dengan pertanyaan mendasar: “Apakah kekuatan pemikiran Soekarno hingga mampu menyatukan ribuan pulau dan suku bangsa di Indonesia sampai sekarang?”

Bung Karno, kata Puti, menyadari bangsa terjajah harus memutus rantai imperialisme. Untuk itu, satu-satunya jalan adalah dengan kemerdekaan. Sebagai bangsa yang sejarah leluhurnya panjang, ungkap Puti lagi, kejayaan masa lampau surut ditelan kolonialisme.

“Kolonialisme Belanda menjerumuskan Indonesia ke dalam titik nadir yang membuat kepercayaan diri sebagai sebuah bangsa hilang oleh pengisapan manusia oleh manusia. Karena itu, persatuan nasional adalah hal mutlak demi sebuah kemerdekaan dan sebaliknya, kemerdekaan adalah fondasi bagi persatuan nasional,” tutur Puti.

Bung Karno, lanjutnya, melihat perbedaan antara nasionalisme, islamisme, dan marxisme bukanlah penghalang, tetapi justru unsur yang harus saling memberi nilai. Dari pemikiran tersebut, Soekarno merumuskan formula ideologi pergerakan rakyat, yaitu sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi, yang dikenal sebagai marhaenisme.

Puti juga dengan tegas mengatakan, dalam prinsip administrasi kenegaraan, prinsip dasar negara Indonesia adalah Pancasila. Sebagai dasar filosofis, Pancasila adalah dasar pendirian negara sekaligus penuntun arah ke mana tujuan kemerdekaan Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila mutlak tidak boleh diubah.

Kendati demikian, ungkap Puti lagi, sebagai bintang penuntun dalam usaha mengantar rakyat dan bangsa Indonesia menuju masyrakat adil dan makmur, Pancasila harus diimplementasikan sesuai perkembangan zaman, menjelma menjadi sistem budaya. Terhadap kecenderungan implementasi Pancasila pasca-pengamandemenan UUD 1945 yang menjadikan Pancasila hanya sebagai simbol dasar negara, Puti menyoroti tidak adanya lembaga yang mampu menafsir dan merumuskan Pancasila dalam praktik bernegara sebagaimana yang dimaksud para pendiri negara. Sistem-sistem yang tidak sesuai dengan Pancasila, sistem multipartai, sistem ekonomi liberal, justru diadopsi pasca-reformasi, yang menyebabkan rakyat tidak terlindungi dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya.

Karena itu, Puti Guntur Sukarno menekankan, implementasi Pancasila sebagai dasar negara sekaligus bintang penuntun akan membawa ke arah terselenggaranya masyarakat gotong-royong dalam sistem nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut, dia mengingatkan, perlunya pendidikan politik demi nation and character building melalui kaderisasi secara ideologis, juga keberanian pemerintah untuk melakukan kebijakan yang berpihak pada demokrasi ekonomi/kerakyatan.

Dalam skala dunia, Puti berkeyakinan, dengan menurunnya ideologi komunisme dan runtuhnya tatanan berdasar kapitalisme, Pancasila dapat menjadi alternatif solusi dalam membangun tatanan dunia baru. “Ini seperti yang pernah disampaikan Soekarno, to build the world a new,” kata Puti, yang ketika itu langsung mendapat sambutan yang meriah dan apresiasi tinggi dari ratusan undangan yang hadir. [PUR]