Koran Sulindo – Sedikitnya 10 orang, termasuk wartawan tewas dalam serangan teroris yang ditujukan kepada tentara Iran yang tengah berparade di kota Ahvas di barat daya Iran.

Kantor Berita Tasnin melaporakan serangan itu juga melukai sedikitnya 20 orang.

Parade militer itu digelar menghormati peringatan konflik bersenjata antara Iran dan Irak.

Di Iran lazim memperingati dimulainya perang dengan Irak 1980-1988 itu dengan parade tentara di seluruh negeri.

“Penembakan dimulai beberapa pria bersenjata dari arah belakang panggung selama pawai. Ada beberapa yang tewas dan terluka,” seorang koresponden melaporkan kepada televisi pemerintah Iran.

Serangan yang berlangsung selama 10 menit itu dilakukan oleh sekelompok orang yang menyaru dengan menggunakan seragam tentara.

Media pemerintah mengatakan militan Islam dianggap berada di balik serangan itu.

Kantor berita Fars mengatakan serangan dimulai pukul 09:00 waktu setempat dan tampaknya melibatkan empat pria bersenjata.

Rekaman dari lokasi kejadian menggambarkan situasi setelah  penyerangan, di mana terlihat sejumlah paramedis menangani seorang berseragam militer yang tergeletak.

Sementara, sejumlah personel militer berteriak memperingatkan orang-orang kepanikan segera terelakkan.

Ali Hosein Hoseinzadeh, wakil gubernur di provinsi Khuzestan, mengatakan bahwa dua penyerang dilaporan tewas sementara dua lainnya ditangkap.

Gerai berita berbahasa Inggris Iran, Press TV, menerbitkan video yang menunjukkan saat serangan dimulai.

Mostafa Koshcheshm, jurnalis politik berbasis di Teheran seperti dikutip Al Jazeera mengatakan Garda Revolusioner menuding gerakan separatis Ahwazi bertanggung jawab atas serangan itu. Gerakan itu “dipelihara, didukung, dan dilatih oleh Arab Saudi.”

“Sudah beroperasi selama beberapa tahun terakhir, mereka berusaha memisahkan provinsi kaya energi Khuzestan dari Iran, persis apa yang ingin dilakukan Saddam Hussein,” kata Koshcheshm.

“Mereka menyebut diri mereka nasionalis Arab tapi kami tahu mereka memiliki hubungan yang sangat intim dengan Mujahidin-e-Khalq,” kata dia merujuk kelompok pembangkang di pengasingan Iran, yang dituduh membunuh ribuan warga sipil dan pejabat Iran.

Serangan itu bagaimanapun mengejutkan publickIran, yang selama beberapa dasawarsa berhasil meminimalisir serangan-serangan setelah kerusuhan menumbangkan Shah Iran yang menjadi awal Revolusi Islam.

Serangan teror di Iran terakhir terjadi pada 7 Juni 2017, kala itu ISIS secara serampak menyerang Gedung Parlemen Iran dan Mausoleum Ruhollah Khomeini , keduanya di Teheran. Serangan itu menewaskan 17 warga sipil tewas melukai 43 orang.

Mengecualikan pemboman di Zahedam, serangan itu merupakan kali pertama kelompok teror beroperasi di Teheran selama lebih dari satu dekade.

Selain kedua serangan itu, pemerintah juga menumumkan militer berhasil menggagalkan serangan ketiga.

Sehari setelah serangan, dinas keamanan Iran mereka telah mengidentifikasi lima militan yang bertanggung jawab atas peristiwa kembar itu sekaligus mengungkapkan nama-namanya. Mereka memasuki Iran pada Agustus 2016.

Militan di Iran beroperasi secara klandestin dengan memanfaatkan sel-sel terkait jaringan yang berafiliasi dengan kelompok Wahhabi .  Beberapa pejabat Iran menuduh pemerintah Amerika , Israel , dan Saudi berada di balik serangan itu . [TGU]