Di antara berbagai makhluk gaib yang menghuni imajinasi masyarakat Jepang, terdapat sosok yang menawan sekaligus mencekam bernama Jorōgumo. Ia bukan hanya sekadar makhluk mitologi, melainkan perwujudan dari kecantikan yang menipu, cinta yang membawa petaka, dan keabadian yang menjerat dalam keheningan jaring laba-laba.
Cerita tentangnya tidak hanya menghuni lembaran-lembaran folklor, tetapi juga bersemayam dalam dunia nyata, di bawah rerimbun pohon, di tepian air terjun, dan bahkan dalam legenda kota.
Melansir laman mythus.fandom, dalam bahasa Jepang, nama Jorōgumo ditulis dengan aksara kanji yang bisa dibaca sebagai “pengantin pelacur” atau “wanita yang menjerat.” Namun di balik permainan makna tersebut, terdapat gambaran seekor laba-laba betina dari spesies Nephila clavata, atau biasa disebut laba-laba Joro. Bila makhluk ini hidup hingga 400 tahun, konon ia akan berubah menjadi yōkai, sejenis entitas gaib dengan kemampuan mengubah wujud menjadi manusia.
Tetapi ia bukan manusia biasa. Ia kerap hadir dalam rupa perempuan muda berwajah ayu, dengan suara lembut dan gerak yang memikat. Dalam bentuk ini, ia menyamar, menggoda, lalu perlahan menjerat pria-pria muda yang malang, sebelum akhirnya memangsa mereka dalam sepi.
\Jorōgumo tidak hanya dikenal karena penyamarannya yang nyaris sempurna. Ia juga dikisahkan memiliki kekuatan luar biasa. Benang-benang sutra yang dipintalnya tak hanya kokoh, tetapi juga mematikan. Ia mampu membungkus manusia dewasa seperti serangga. Racunnya pun bekerja perlahan, membuat korbannya lemas hari demi hari hingga menemui ajal.
Kisah-kisah lama bahkan menggambarkannya memiliki kekuasaan atas laba-laba lain, bahkan yang bisa menyemburkan api. Ia bukan yōkai biasa, melainkan sosok pengendali yang licin dan tak tersentuh. Dalam wujud setengah laba-laba, setengah manusia, ia menjelma menjadi penguasa dari kegelapan yang memikat.
Antara Musik, Rayuan, dan Jerat
Dalam berbagai cerita rakyat, Jorōgumo sering muncul sebagai perempuan yang memainkan alat musik tradisional seperti biwa, menciptakan suasana hening dan damai yang menenangkan. Di saat itulah korbannya dibuat terlena. Tak lama kemudian, sang pria baru menyadari tubuhnya terikat oleh benang halus yang kuat, dan bahwa wanita di depannya bukanlah manusia, melainkan pemangsa dalam penyamaran.
Ada pula versi cerita lain yang lebih tragis, seorang pria yang jatuh cinta padanya, datang berkali-kali, hingga akhirnya tubuhnya melemah dan jiwanya tergenggam. Ketika bantuan datang dalam bentuk seorang biksu atau makhluk penjaga gunung seperti Tengu, semuanya sudah terlambat. Keputusasaan, cinta yang dilarang, dan keengganan untuk melepaskan, menjadikan akhir hidup pria itu sebagai salah satu dari sekian banyak kisah kematian dalam jaring Jorōgumo.
Air Terjun Jōren
Tak jauh dari kota kecil di Prefektur Shizuoka, terdapat Air Terjun Jōren, tempat di mana banyak kisah tentang Jorōgumo berakar. Dalam satu kisah, seorang pria yang sedang beristirahat tiba-tiba kakinya tersangkut benang-benang laba-laba yang menyeretnya ke dalam kolam.
Dalam kisah lain, seorang penebang kayu menjalin hubungan asmara dengan seorang wanita misterius yang tinggal di dekat air terjun. Lama-lama tubuhnya melemah, dan biksu yang mengetahui rahasia sang wanita segera membaca sutra untuk mengusir roh jahat. Tapi si pria tetap kembali, tak bisa lepas dari cinta yang membinasakan.
Air terjun itu hingga kini masih berdiri, tenang dan indah. Namun masyarakat sekitar tetap menyimpan kepercayaan bahwa di balik keindahannya, tersembunyi kekuatan gaib yang bisa menelan siapa saja yang melanggar batas.
Di tempat lain, seperti di Sendai, cerita tentang Jorōgumo tidak hanya menjadi kisah seram, tetapi juga berkembang menjadi bagian dari identitas lokal. Di sebuah jurang bernama Kashikobuchi, seorang warga mencoba melawan kekuatan gaib dengan mengikatkan benang yang ditemuinya ke tunggul pohon.
Tapi tunggul itu justru ditarik masuk ke dasar air, dan terdengar suara berkata, “Kashikoi, kashikoi” yang berarti “Betapa cerdiknya.” Tempat itu kemudian dinamai dari suara tersebut, dan sampai hari ini, Jorōgumo bahkan dipuja sebagai penjaga tempat itu, bukan hanya ditakuti.
Hal ini menunjukkan bahwa mitos bukanlah sesuatu yang beku, melainkan bisa berubah seiring waktu dan tempat. Sosok yang dulu ditakuti kini bisa dipuja, dan cerita yang dahulu penuh teror bisa menjadi simbol kehati-hatian atau perenungan.
Sebagai inspirasi dari legenda tersebut, laba-laba Joro benar-benar eksis di Jepang. Mereka berwarna cerah dan memintal jaring dengan pola rumit dan indah. Meski tidak berbahaya bagi manusia, kemunculannya di berbagai wilayah menjadi penanda bahwa antara dunia nyata dan mitos kadang tidak terpisah sejauh yang kita bayangkan.
Jorōgumo bukan semata-mata cerita horor. Ia adalah refleksi tentang godaan, kelemahan, dan pilihan. Kisah-kisahnya mengingatkan bahwa di balik kecantikan bisa tersembunyi bahaya, dan bahwa cinta tidak selalu berujung bahagia. Dalam kebudayaan Jepang, Jorōgumo hidup sebagai metafora, bahwa yang indah bisa membinasakan, dan bahwa terkadang, yang kita cintai justru adalah hal yang paling berbahaya. [UN]