Koran Sulindo – Hilangnya wartawan senior Arab Saudi yang dikenal sebagai kolomnis Washington Post, Jamal Khashoggi, berbuntut panjang. Apalagi, kemudian diduga Khashoggi dibunuh secara keji pada 2 Oktober 2018 di Konsulat Arab Saudi di Turki.
Pemerintah Amerika Serikat (AS) secara resmi telah mencabut visa 21 orang warga Arab Saudi, yang diyakini bertanggung jawab atas kematian Khashoggi. Menurut Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, pemerintahnya telah mengidentifikasi beberapa pejabat Arab Saudi yang bertanggung jawab atas kematian Khashoggi, yang telah menjadi warga negara AS. Selain pencabutan visa atau larangan untuk masuk ke AS akan ada pula sanksi lain.
“Hukuman ini bukan yang terakhir dari Amerika Serikat. Kami memperjelas, Amerika Serikat tidak menoleransi tindakan kejam semacam ini untuk membungkam Khashoggi,” kata Pompe, sebagaimana dikutip dari Reuters, 23 Oktober 2018.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump telah mengatakan, upaya yang dilakukan Arab Saudi untuk menutupi pembunuhan Jamal Khashoggi merupakan hal yang paling buruk dalam sejarah. “Mereka memiliki rencana yang sangat buruk. Itu dilakukan dengan buruk dan upaya menutup-nutupi yang dilakukan mereka adalah salah satu yang terburuk dalam sejarah,” kata Trump.
Pihak Kerajaan Arab Saudi awalnya memang membantah mengetahui nasib Khashoggi. Tapi, akhirnya, mereka mengakui, Khashoggi meninggal dalam perkelahian di kantor konsulat Arab Saudi di Turki.
Diberitakan media pemerintah Arab Saudi, Raja Salman pada 20 Oktober 2018 telah memecat lima pejabat atas pembunuhan yang dilakukan oleh 15 orang anggota tim mereka. Yang dipecat antara lain Saud al-Qahtani, pembantu utama putra mahkota Kerajaan Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman. Tugas Qahtani selama ini menjalankan media sosial untuk sang pangeran.
Dua sumber intelijen mengungkapkan, Qahtani menjalankan pembunuhan Khashoggi dengan memberi perintah melalui Skype. Sementara itu, sejumlah pejabat Turki mencurigai Khashoggi terbunuh dan kemudian dimutilasi di dalam konsulat oleh agen Arab Saudi.
“Pemerintah Arab Saudi telah mengambil langkah penting dengan mengakui pembunuhan itu. Mulai sekarang, kami mengharapkan mereka untuk mengungkap semua yang bertanggung jawab atas masalah ini dari atas ke bawah dan menyeretnya ke pengadilan,” ujar Presiden Turki Tayyip Recep Erdogan dalam sebuah pidato di parlemen, 23 Oktober 2018.
Pemerintah Turki mengatakan, pihak berwewenangnya memiliki rekaman audio yang dinyatakan sebagai dokumentasi pembunuhan tersebut. Tapi, Erdogan tidak menjelaskan lebih lanjut soal rekaman audio itu.
Erdogan bahkan mengungkapkan, pembunuhan terhadap Khashoggi telah direncanakan jauh hari sebelumnya. Ia juga mengatakan, Turki telah mengumpulkan bukti-bukti kuat yang menunjukkan wartawan yang kerap pengkritik Arab Saudi itu dibunuh.
“Mereka yang bertanggung jawab harus dihukum sesuai dengan perbuatan mereka. Ada isyarat kuat, pembunuhan ini bukan insiden mendadak, tapi hasil dari operasi yang direncanakan secara rapi,” tutur Erdogan.
Ia juga mendesak semua tersangka pembunuhan Khashoggi diadili di Istanbul. “Menyalahkan pejabat-pejabat intelijen dalam kasus ini, bagi kami dan masyarakat internasional, bukan jawaban yang memuaskan. Kesadaran kemanusiaan mengharuskan kita untuk mengadili siapa pun yang terlibat. Harus diketahui siapa yang memerintahkan para pelaku,” kata Erdogan lagi, yang juga mempertanyakan di mana jenazah Khashoggi berada.
Pidato Erdogan tersebut dilakukan bertepatan dengan pembukaan forum investasi di Arab Saudi. Forum itu sendiri diboikot puluhan wakil pemerintah dan dunia bisnis, karena adanya kasus pembunuhan Khashoggi.
Raja Salman mengatakan, pihaknya akan bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut. Sementara itu, Pangeran Mohammed bin Salman telah menyampaikan belasungkawanya kepada anak dan saudara laki-laki Khashoggi, yang diundang ke Istana Yamama di Riyadh, 23 Oktober 2018.