Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto/CHA

Koran Sulindo – Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto terkejut mendengar informasi Bupati Nganjuk Taufiqurrahman terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di PDIP Taufiq sudah dibebastugaskan dari jabatan Ketua DPC PDI Perjuangan Nganjuk sejak 26 Januari lalu karena faktor kedisiplinan.

“Jika informasi itu benar adanya, maka PDI Perjuangan langsung melakukan pemecatan seketika kepada yang bersangkutan dari posisinya sebagai kader partai,” kata Hasto, di Jakarta, Rabu (25/10), melalui rilis media.

Sebelumnya, PDIP juga menolak memberikan rekomendasi Taufiq yang menginginkan agar PDIP mencalonkan istrinya.

“PDI Perjuangan tegas, tidak mencalonkan sosok yang dikehendaki oleh saudara Taufiq,” katanya.

Menurut Hasto, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri selalu mengingatkan kader-kadernya yang dipercaya sebagai penyelenggara negara untuk tidak main-main dengan praktik pelanggaran hukum.

“Ancaman sanksinya sangat tegas bahwa siapapun yang terkena OTT oleh KPK, maka saat itu juga partai langsung mengeluarkan surat pemecatan,” kata Hasto.

OTT KPK

KPK menangkap 15 orang dalam kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta dan Nganjuk, Jawa Timur. Sebelumnya, KPK pernah menangani kasus kepala daerah Nganjuk ini, tetapi tidak bisa diselesaikan karena kasus itu kemudian dilimpahkan berdasarkan perintah Hakim praperadilan.

Juru bicara KPK, Febri Diansyah, seperti dikutip Antaranews.com mengatakan bupati, KPK juga mengamankan pegawai setempat dan pihak swasta.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal I Wayan Karya pada putusan Maret 2017 lalu menerima sebagian permohonan praperadilan yang diajukan Bupati Taufiqurrahman.

Politisi PDI Perjuangan itu disangkakan pasal 12 B UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur mengenai penerimaan gratifikasi, dengan ancaman bagi pelaku yang terbukti adalah penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Selain terjerat kasus gratifikasi, Taufiqurrahman juga menjadi tersangka dalam pengadaan lima proyek pembangunan dan perbaikan jalan di Kabupaten Nganjuk tahun 2009.

Lima proyek yang diduga menjadi lahan korupsi Bupati Nganjuk adalah pembangunan jembatan Kedungingas, proyek rehabilitasi saluran Melilir Nganjuk, perbaikan jalan Sukomoro sampai Kecubung, rehabilitasi saluran Ganggang Malang, dan proyek pemeliharaan berkala jalan Ngangkrek ke Blora di Kabupaten Nganjuk.

Dalam kasus itu KPK menyangkakan pasal 12 huruf i UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kepada Taufiq.

Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. [DAS]