Ilustrasi/humanitas.net

Koran Sulindo – Saat ini sudah banyak rumah sakit (RS) yang memanfaatkan tenaga nuklir terutama untuk penyembuhan penyakit kanker atau radioterapi. Bahkan pada tahun 2017 ini ada beberapa rumah sakit yang sedang tahap instalasi.

“Jumlah rumah sakit yang menggunakan fasilitas radioterapi sudah ada, cuma masih jauh dari kebutuhan karena penderita kanker itu cukup tinggi,” kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia Prof Dr dr Soehartati saat menggelar konperensi pers terkait Rapat Koordinasi Nasional Keselamatan Radiasi dan Keamanan Sumber Radioaktif pada Fasilitas Radioterapi di Hotel Harper, Yogya, Jumat (7/4).

Dikatakan Soehartati, radioterapi sangat diperlukan sebagai salah satu tonggak pengobatan penyakit kanker, di samping bedah dan kemoterapi. Data di dunia, 60% penderita kanker memerlukan pengobatan radiasi disetiap fase pengobatannya. Sementara jumlah penderita kanker baru di Indoesia sebanyak 260.000 orang pertahun. Itu artinya 60% atau 140.000 pasien membutuhkan radioterapi setiap tahunnya.

“Jadi masih dibutuhkan banyak penambahan fasilitas radioterapi di Indonesia,” tutur Soehartati lagi.

Rapat yang digelar Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) ini membahas keselamatan radiasi dan keamanan sumber radioaktif pada fasilitas radioterapi. Selain dari Batan Tenaga Nuklir Nasional, rapat itu juga dihadiri oleh perhimpunan dokter spesialis onkologi radiasi Indonesia, 52 instansi pengguna dan calon pengguna radioterapi, lima vendor atau instalatir radioterapi.

Menurut Direktur Perizinan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif, Ir. Zainal Arifin, penggunaan tenaga nuklir tidak boleh sembarang dan perlu diawasi ketat. Rumah sakit yang ingin mengoperasikan peralatan radioterapi harus memenuhi syarat dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), meliputi desain ruangan, tebal dinding ruangan disesuaikan kekuatan alat yang akan dipasang.

“Perizinan dan audit diperlukan untuk menjamin keselamatan pekerja radiasi, masyarakat dan lingkungan,” ujar Zainal.

Ditambahkan Kepala Bapeten, Prof. Dr. Jazi Eko Istiyanto, ketatnya perizinan pembangunan fasilitas radioterapi dimaksudkan untuk menjamin dan meningkatkan perlindungan pasien radiologi dari bahaya radiasi. Namun demikian aturan yang dijalankan jangan sampai berlebihan, yang justru menghambat pelayanan radioterapi yang sangat dibutuhkan masyarakat.

“Melalui Rakornas ini kami menjaring aspirasi dan masukan dari pemangku kepentingan dalam hal proteksi radiasi,” katanya. [YUK]