Ilustrasi feng shui. (Foto: dok. Way Feng Shui)

Seiring meningkatnya kesadaran akan pentingnya harmoni antara manusia dan lingkungannya, banyak orang mulai melirik kembali ajaran-ajaran kuno yang mengedepankan keseimbangan alam. Salah satu pendekatan yang hingga kini tetap relevan adalah feng shui, sebuah seni tradisional Tiongkok yang dikenal dalam penataan ruang dan arah bangunan. Lebih dari sekadar estetika, feng shui memiliki akar sejarah panjang yang mencerminkan hubungan mendalam antara manusia, bumi, dan langit. Untuk memahami esensi sebenarnya dari feng shui, mari kita telusuri asal usul dan jejak perkembangannya sejak ribuan tahun silam.

Bukti Awal Feng Shui di Peradaban Kuno

Feng shui adalah seni kuno asal Tiongkok yang dikenal luas karena perannya dalam menciptakan harmoni antara manusia dan lingkungannya. Meski populer hingga kini, asal usul feng shui masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan dan ahli budaya Tiongkok. Kapan tepatnya praktik ini dimulai sulit dipastikan, namun jejak awal penggunaannya menunjukkan keterkaitan erat antara feng shui, astronomi, dan kepercayaan kosmologis masa lampau.

Sebelum ditemukan kompas sebagai alat bantu ramalan, masyarakat Tiongkok kuno menggunakan prinsip astronomi dalam praktik feng shui. Tujuannya adalah untuk mencari hubungan antara manusia dengan alam semesta secara keseluruhan. Salah satu bukti paling awal ditemukan pada budaya Yangshao dan Hongshan sekitar tahun 4000 SM.

Di desa Banpo, pintu-pintu rumah diketahui sejajar dengan gugus bintang ‘Yingshi’ setelah titik balik matahari musim dingin. Penyelarasan ini memungkinkan rumah-rumah menyerap sinar matahari secara optimal dan menghangatkan ruangan selama musim dingin, menunjukkan bahwa prinsip feng shui sudah digunakan untuk mendesain lingkungan hidup.

Selain itu, situs makam di Puyang dari era yang sama juga memberikan petunjuk penting. Di sana ditemukan mosaik yang menggambarkan peta bintang berorientasi pada sumbu utara-selatan. Temuan ini memperkuat bukti bahwa masyarakat kuno telah memahami keteraturan langit dan menerapkannya dalam arsitektur serta pemakaman. Bentuk-bentuk persegi dan bulat yang ditemukan di makam serta situs-situs budaya Hongshan pun diyakini mencerminkan pemahaman awal tentang kosmografi gaitian, yakni konsep langit bundar dan bumi datar, jauh sebelum ide ini tercatat dalam teks klasik Zhoubi Suanjing.

Alat Kuno dalam Praktik Feng Shui

Instrumen paling awal yang digunakan dalam feng shui dikenal sebagai astrolab liuren, atau shi. Alat ini berbentuk papan dua sisi dengan garis bidik astronomi, yang digunakan untuk menentukan posisi dan ketinggian bintang, serta untuk tujuan ramalan. Shi tertua yang ditemukan berasal dari masa antara 278 SM hingga 209 SM, dan menariknya, simbol-simbol yang tertera pada alat ini hampir identik dengan yang ada pada kompas magnetik pertama yang kemudian muncul.

Kompas magnetik pertama muncul pada masa Dinasti Han dan Dinasti Tang, sekitar tahun 206 SM. Dari sinilah praktik feng shui memasuki babak baru. Kompas tradisional feng shui dikenal dengan nama luopan. Alat ini tidak hanya menunjukkan arah, tetapi juga dilengkapi dengan berbagai lapisan informasi dan formula yang membantu praktisi menentukan arah terbaik sebuah bangunan, ruang, atau benda. Berbeda dengan kompas modern yang menunjuk ke kutub geografis, luopan mengikuti kutub magnetik selatan, detail penting yang menjadi dasar dalam praktik feng shui tradisional.

Perjalanan sejarah feng shui membentang dari observasi langit kuno hingga penciptaan alat-alat canggih untuk meramal dan mengatur ruang hidup. Meski dimulai ribuan tahun lalu, prinsip-prinsip feng shui masih relevan hingga kini, membuktikan bahwa pemahaman manusia akan hubungan antara dirinya dan alam semesta selalu menjadi pusat dari keseimbangan hidup. [UN]