Setya Novanto dan istrinya, Deisti Astriani Tagor, ketika mendaftar calon Ketua Umum Partai Golkar, Mei 2016.

Koran Sulindo – Seruan para pengurus Partai Golkar agar segera menggelar musyawarah luar biasa (munaslub) mulai menggema. Pasalnya, kasus yang membelit Ketua Umum Setya Novanto dikhawatirkan berdampak kepada perolehan suara partai pada pemilihan umum 2019.

Salah satu yang bersuara agar munaslub segera digelar adalah mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tanjung. Di sela-sela mengikuti Musyawarah Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Akbar berpesan perlunya langkah antisipasi untuk mencegh dampak status Novanto sebagai tersangka dalam kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP).

Menurutnya, pergantian kepengurusan di tubuh partai menjadi penting karena kasus Novanto itu. Dan yang paling mungkin adalah dengan menggelar Musyawah Nasional. Itu paling efektif, kata Akbar.

“Hasil survei menunjukkan elektabilitas Partai Golkar hanya di angka enam persen,” kata Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar itu seperti dikutip Tempo.co pada Sabtu kemarin.

Ia memperkirakan, merosotnya tingkat elektabilitas Partai Golkar itu sedikit banyaknya karena status Novanto yang menjadi tersangka kasus korupsi e-KTP. Hasil itu membuatnya khawatir. Apalagi jika elektabilitas Golkar terus menurun dan di bawah empat persen, maka bisa dipastikan Golkar tidak akan lolos ke Senayan.

Itu sebabnya, kata Akbar, Golkar harus mencari pengganti Setya Novanto dan upayakan ketua yang baru tidak tersangkut kasus hukum. Ketua umum yang baru juga harus mampu membawa tema baru dan tidak memiliki kepentingan pribadi. Hanya dengan cara demikian, ia optimistis citra Golkar bisa membaik dan membawa perubahan menjelang agenda politik 2018 dan 2019.

Kepada Novanto, Akbar berpesan agar fokus menjalani proses hukum setelah penetapannya sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP. Terlebih beberapa perusahaan keluarga Novanto disebut terseret kasus tersebut. [KRG]