Amerika Serikat akan selamanya mengingat serangan mendadak Jepang terhadap pangkalan angkatan laut di Pearl Harbor di Pulau Oahu, Hawaii pada 7 Desember 1941. Serangan besar-besaran itu memicu masuknya Amerika Serikat ke dalam Perang Dunia II sekaligus menjadi puncak ketegangan antara kedua negara.
Serangan terhadap Pearl Harbor merupakan peristiwa paling mematikan yang pernah tercatat di Hawaii, karena sebanyak 2.393 warga Amerika tewas dan 1.178 lainnya terluka. Warga Amerika yang menyaksikan serangan itu tidak dapat melupakan segala kengeriannya.
Merangkum dari beberapa sumber, ada empat faktor yang mendorong Jepang menyerang Pearl Harbor. Pertama, Jepang menjalin aliansi dengan Blok Poros pada 27 September 1940 dan menduduki seluruh Indochina (yang terdiri dari Vietnam, Laos, dan Kamboja) pada 28 Juli 1941. Pemerintah Amerika Serikat merespon dengan memutuskan semua hubungan komersial dan keuangan dengan Jepang, membekukan aset-aset Jepang, dan mengembargo pengiriman minyak bumi dan bahan-bahan perang penting lainnya ke Jepang.
Kedua, Amerika Serikat telah memindahkan Armada Pasifik dari California ke Pearl Harbor, tepatnya di sebelah barat Honolulu di pulau Oahu, pada tahun 1940. Di sana terdapat hampir 100 kapal angkatan laut, termasuk 8 kapal perang, serta angkatan militer dan udara yang cukup besar. Armada Pasifik ini berpotensi mengancam rencana Jepang untuk merebut wilayah yang kaya akan minyak di Asia Tenggara.
Ketiga, Oahu merupakan rumah bagi beberapa lapangan terbang militer AS, termasuk pangkalan udara Angkatan Laut di Ford Island dan Teluk Kaneohe, lapangan terbang Korps Marinir di Ewa, dan lapangan Korps Udara Angkatan Darat di Bellows, Wheeler dan Hickam. Jepang ingin mencegah serangan balik dari pesawat militer AS melalui lokasi-lokasi tersebut.
Keempat, Jepang yakin bahwa menyerang Pearl Harbor akan melumpuhkan armada AS dan membuka akses ke seluruh Asia Tenggara, salah satunya ke Indonesia. Jepang akan dapat melancarkan serangan tanpa diganggu oleh AS dan akan memiliki waktu untuk bertahan dan mengonsolidasikan serangan yang lebih besar dan menguntungkan.
Negosiasi untuk mencapai kesepahaman antara Amerika Serikat dan Jepang berlangsung hingga musim gugur tahun 1941, tetapi menjelang akhir November tetap tidak ada kemajuan. Pemerintahan Perdana Menteri Tōjō Hideki memutuskan untuk berperang. Laksamana Yamamoto Isoroku, panglima tertinggi Armada Gabungan Jepang, telah merencanakan serangan terhadap Armada Pasifik AS dengan sangat hati-hati.
Mengabaikan Peringatan
Perintah untuk penyerangan dikeluarkan pada 5 November 1941. Dua puluh satu hari kemudian, Wakil Laksamana Nagumo Chuichi memimpin armada yang mencakup 6 kapal induk, 2 kapal perang, 3 kapal penjelajah, dan 11 kapal perusak ke suatu titik sekitar 275 mil 440 km di utara Hawaii. Dari sana akan ada sekitar 360 pesawat yang diluncurkan secara total.
Satu-satunya hal yang menyebabkan serangan terhadap Pearl Harbor sukses adalah Amerika Serikat mengabaikan semua peringatan perang.
Ketika ketegangan meningkat, Laksamana Husband E. Kimmel dan Letnan Jenderal Walter C. Short, yang berbagi komando di Pearl Harbor, mendapat tiga peringatan tentang kemungkinan perang, yaitu di tanggal 16 Oktober, 24 November, dan 27 November.
Komandan angkatan darat dan angkatan laut tidak mengambil tindakan yang berarti untuk menanggapi ketiga peringatan itu. Jenderal Short hanya memerintahkan peringatan terhadap sabotase, memusatkan sebagian besar pesawat tempurnya di pangkalan di Wheeler Field untuk mencegah kerusakan, dan menginstruksikan pengoperasian lima perangkat radar bergerak yang telah disiapkan di pulau itu dari pukul 4:00 pagi hingga 7:00 pagi. Pelatihan radar Amerika Serikat pada masa itu masih dalam tahap yang jauh dari maju.
Laksamana Kimmel juga tidak menanggapi ancaman perang dengan serius: dia tidak memperluas pengintaiannya ke barat laut, yang mana merupakan titik logis untuk sebuah serangan, meski sebelumnya intelijennya tidak menemukan elemen penting dalam armada Jepang. Dia hanya menambatkan hampir seluruh armada di pelabuhan dan mengizinkan sebagian personelnya pergi berlibur ke darat.
Tak satu pun dari kedua perwira ini menduga bahwa pangkalan Pearl Harbor akan menjadi sasaran serangan. Atasan mereka di Washington juga sama sekali tidak menyadari bahaya yang mendekat, jadi merek tidak mengambil tindakan tambahan.
Minggu pagi pada tanggal 7 Desember 1941, Washington mengetahui bahwa duta besar Jepang telah diinstruksikan untuk meminta wawancara dengan menteri luar negeri pada pukul 1:00 siang (7:30 pagi waktu Pearl Harbor). Ini adalah indikasi yang jelas bahwa perang sudah di depan mata.
Di Pearl Harbor sendiri, empat jam sebelum momen yang menentukan, sebuah kapal selam Jepang terlihat oleh kapal penyapu ranjau USS Condor. Sekitar dua setengah jam kemudian, komandan kapal perusak USS Ward melaporkan “telah menyerang, menembaki, dan mengebom kapal selam yang beroperasi di daerah laut pertahanan” di dekat Pearl Harbor. Selagi Laksamana Kimmel menunggu konfirmasi laporan ini, Jepang mulai bergerak.
Pada jam-jam pagi, prajurit Angkatan Darat AS George Elliott melihat banyak pesawat terbang di layar radar. Ketika dia menelepon letnannya, dia diberitahu untuk mengabaikan pengamatan itu karena pesawat pembom B-17 dari Amerika Serikat diperkirakan ada pada saat itu.
Gelombang Serangan Pertama
Pesawat pengebom tukik Jepang pertama muncul di atas Pearl Harbor pada pukul 7:55 pagi waktu setempat. Pesawat itu merupakan bagian dari gelombang serangan pertama yang terdiri dari hampir 200 pesawat, termasuk pesawat torpedo, pesawat pengebom, dan pesawat tempur. Dalam waktu seperempat jam, lapangan udara di pangkalan Pearl Harbor dihujani bom.
Karena tindakan anti-sabotase Jenderal Short, pesawat militer AS berdesakan rapat di Pangkalan Udara Angkatan Laut di Pulau Ford, lapangan udara Wheeler, dan Lapangan Udara Hickam. Banyak pesawat yang hancur di darat karena serangan brutal Jepang. Di Lapangan Udara Wheeler khususnya, kehancurannya sangat mengerikan: dari 126 pesawat di darat, sebanyak 42 hancur total, 41 rusak, dan hanya 43 yang masih layak untuk bertugas. Mirisnya, hanya 6 pesawat AS yang terbang untuk mengusir para penyerang dalam gelombang serangan pertama ini. Secara total, lebih dari 180 pesawat AS hancur.
Pada saat yang sama, kapal-kapal dalam armada Laksamana Kimmel diserbu oleh para pembom Jepang. Sebagian besar kerusakan pada kapal perang terjadi dalam 30 menit pertama serangan. Kapal perang USS Arizona meledak dengan ledakan yang luar biasa. USS West Virginia yang penuh dengan bom dan torpedo terbalik dan tenggelam di dasar pelabuhan. USS Oklahoma, yang dihantam oleh empat torpedo dalam waktu lima menit, juga terguling sepenuhnya. USS California, kapal induk Pacific Battle Force, ditorpedo dan ditinggalkan saat perlahan tenggelam di perairan dangkal. Kapal target USS Utah juga tenggelam.
Hampir tidak ada kapal yang lolos dari serbuan pasukan Jepang. Awak antipesawat di berbagai kapal melepaskan tembakan, tetapi serangan Jepang tidak teredam sepenuhnya.
Gelombang Serangan Kedua
Gelombang serangan kedua dimulai pada pukul 08.50 pagi. Meski tidak sesukses gelombang pertama, serangan itu tetap menimbulkan kerusakan berat.
Kapal perang USS Nevada, yang sebelumnya terkena torpedo selama gelombang pertama, dihantam oleh tujuh atau delapan bom dan kandas di ujung jalur. Kapal perang USS Pennsylvania terbakar oleh bom, dan dua kapal perusak yang ditambatkan di dekatnya hancur berkeping-keping. Selain itu, kapal perusak USS Shaw terbelah dua oleh ledakan hebat.
Kapal USS Arizona dan USS Oklahoma juga hancur dengan banyak korban berjatuhan, dan enam kapal perang lainnya mengalami berbagai tingkat kerusakan.Tiga kapal penjelajah, tiga kapal perusak, dan kapal-kapal lainnya juga hancur.
Serangan itu memakan korban lebih dari 3.400 anggota militer AS, termasuk lebih dari 2.300 orang tewas. Kerusakan berat terjadi pada pesawat angkatan darat dan laut di darat. Jepang hanya kehilangan 29 hingga 60 pesawat, lima kapal selam mini, satu atau dua kapal selam armada, dan kurang dari 100 orang.
Tak lama setelah pukul 09.00, Jepang mundur dari medan pertempuran tanpa diserang.
Serangan Pearl Harbor melumpuhkan kekuatan angkatan laut dan udara AS di Pasifik. Luasnya bencana dan ketidaksiapan militer AS memicu kritik yang cukup besar dan menyebabkan banyak penyelidikan. Laksamana Kimmel dan Jenderal Short dibebastugaskan karena kelalaian mereka. Presiden Franklin D. Roosevelt menunjuk sebuah komisi yang dipimpin oleh Hakim Agung AS Owen J. Roberts untuk melakukan penyelidikan. [BP]