Koran Sulindo – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memenangkan gugatan warga Bukit Duri, Jakarta Selatan atas kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang menggusur rumah mereka. Atas kemenangan ini, warga meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun rumah susun milik untuk warga Bukit Duri.
Koordinator Sanggar Ciliwung Merdeka, Sandyawan Sumardi, mengatakan pendanaan rumah susun tersebut bisa diambil dari sumber dana pemerintah, warga, dan investor.
“Dari pihak warga akan melanjutkan perjuangannya. Karena warga selama ini juga terus berjuang mewujudkan pemukiman atau perumahan yang konsepnya kampung susun manusiawi Bukit Duri,” kata Sandyawan, di Jakarta, Kamis (5/1), seperti dikutip kbr.id.
Menurut Sandyawan, konsep itu pernah ditawarkan ke Pemprov dengan pendanaan 50 persen dari pemerintah, 30 persen swadaya warga, dan 20 persen dari investor, dan dikontrol oleh Pemprov DKI.
Warga sudah mendapatkan lokasi di sekitar Bukit Duri untuk pembangunan rumah susun tersebut.
“Ada di Bukit Duri Tanjakan. Sudah diukur oleh arsitek,” katanya.
Warga memilih lokasi itu karena dekat dengan tempat bekerja.
“Itu yang penting. Kalau dipindah ke Rawa Bebek kan hilang pekerjaan,” kata Sandyawan.
Warga Bukit Duri menggugat SK Satpol PP Nomor 1779/-1.758.2 tertanggal 30 Agustus 2016 yang menjadi dasar kewenangan Pemprov DKI menggusur pada September lalu. Selain ke PTUN, warga juga melakukan gugatan class action ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang sudah berjalan belasan kali sidangnya.
Hina Proses Hukum
Dalam Siaran Pers pada 8 September 2016, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mengecam keras tindakan Pemprov DKI Jakarta yang bersikeras mengeluarkan surat peringatan kedua (SP 2) kepada warga Bukit Duri RT 06 RW 12, Jakarta Selatan.
Menurut LBH Jakarta, saat itu warga Bukit Duri sedang mengajukan gugatan perwakilan kelompok (class action) soal penggusuran itu. yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta atas proyek normalisasi kali Ciliwung.
“Tindakan Pemprov DKI Jakarta ini merupakan bentuk penghinaan terhadap pengadilan dan proses hukum,” kata Kepala Bidang Advokasi Perkotaan dan Masyarakat Urban LBH Jakarta, Tigor Gemdita Hutapea.
Ketua Majelis Hakim yang memeriksa perkara gugatan class action warga Bukit Duri juga telah menegaskan agar Pemprov DKI Jakarta untuk menahan diri dengan tidak melakukan penggusuran hingga proses pemeriksaan perkara ini selesai.
Berdasarkan catatan LBH Jakarta, hal ini bukan pertama kalinya Pemprov DKI Jakarta menghina proses pengadilan. Pada 12 Januari 2016 Pemprov DKI Jakarta melakukan penggusuran terhadap warga Bukit Duri RW 10, RT 02, RT 11, dan RT 15, padahal ketika itu warga juga sedang mengajukan gugatan di PTUN. [kbr.id/bantuanhukum.or.id/DAS]