Pemusnahan Buddha raksasa Bamiyan juga dikenal sebagai “Pembantaian Bamiyan” bisa dibilang sebagai tindakan paling menghancurkan oleh Taliban terhadap sejarah Afghanistan.

Bamiyan – Afganistan (foto LonelyPlanet)

Berasal dari abad ke-7 SM, Colossi dibentuk dan dibuat dengan biaya besar di tebing batu pasir yang menjulang di sekitar Bamiyan. Terletak di tengah lembah yang panjang, memisahkan pegunungan Hindu Kush dan Koh-i-Baba, patung yang lebih tinggi (sekitar 53 meter) dianggap mewakili Vairocana sedangkan yang lebih pendek (sekitar 36 meter) kemungkinan besar mewakili Buddha Sakyamuni, meskipun orang-orang Hazara setempat percaya itu mewujudkan seorang wanita.

Para Buddha dipandang sebagai gambar transendental dan simbol kunci dalam kebangkitan ajaran Buddha Mahayana, antitesis dari konstruksi kepercayaan Taliban dan aturan hukum. Sampai akhirnya pada musim dingin 2001, datang permohonan dari seluruh penjuru dunia untuk menyelamatkan patung-patung itu.

Mullah Mohammad Omar, pemimpin milisi Islam Taliban di Afghanistan, menolak permintaan internasional. Tak peduli dengan kecaman internasional, Mullah Omar pun memerintahkan patung Buddha kuno tersebut dihancurkan sesuai keputusan para petinggi agama dan keputusan mahkamah agung Imarah Islam (Taliban).

===

Baca juga  Indonesia takkan seperti Suriah, Afganistan dan Pakistan, Asalkan…

Pada Februari 2001, iring-iringan kendaraan berhenti di depan museum di mana Menteri Keuangan, Menteri Kebudayaan dan ajudannya, dan Mollah Khari Faiz ur-Rahamn yang dikenal menghancurkan Bodhisattva pada musim panas 2001, memerintahkan agar gudang museum dibuka. Menurut seorang anggota staf yang menyaksikan kejadian itu, “Saat mereka memasuki gudang, mereka menggeram kegirangan dan mulai menghancurkan segalanya sambil meneriakkan ‘Allahu Akbar’.”

===

Akhirnya pada tahun 2002, UNESCO ditugasi untuk merehabilitasi warisan budaya Afghanistan yang rusak dan mengalami kerugian luar biasa serta kerusakan permanen selama dua dekade perang dan kerusuhan sipil yang berkelanjutan. UNESCO mengoordinasikan semua upaya internasional dalam melindungi dan meningkatkan warisan budaya Afghanistan dan sudah mengeluarkan dana sejumlah lebih dari 7 juta dollar yang dijanjikan pada Seminar Kabul pada Mei 2002.

Ada baiknya kita merenungi quote berikut ini sebagai pembelajaran atas kondisi di Afganistan, “Dapat dikatakan bahwa dalam menghadapi jutaan pengungsi Afghanistan, pemiskinan skala besar, tunawisma, pengangguran dan ketidakadilan, belum lagi penghancuran hampir seluruh infrastruktur nasional menjadi dasar dan ketidakstabilan yang berkelanjutan, juga faksionalisme dan perpecahan internasional, maka warisan budaya adalah yang paling tidak menjadi prioritas di Afghanistan. Mengapa repot-repot tentang patung Buddha kuno ketika orang-orang di Afghanistan biasa kelaparan? Tetapi identitas budaya suatu bangsa tidak dapat dengan mudah dihilangkan: masa lalu, monumen, sejarah, kekayaan seni sama pentingnya dalam membangun persatuan nasional dan kepercayaan diri sebagai infrastruktur dasar … Ini tidak hanya berlaku untuk negara baru: pentingnya Firdausi dan Persepolis sebagai identitas Iran, atau Homer dan Parthenon atas Yunani atau Great Wall bagi China, tidak perlu lagi diragukan. Kemuliaan dan pencapaian peradaban Kushan atau Ghaznavid jauh lebih merupakan bagian dari identitas Afghanistan daripada Taliban. Jika dekade terakhir sejarah Afghanistan tidak menunjukkan hal lain, maka kebutuhan akan kekuatan, kesatuan identitas akan budaya serta kekompakan mutlak diperlukan. Tak dapat disanggah peran warisan budaya sangat penting dalam hal ini.”  [Nora E]

 

Disadur bebas dari ‘Destruction of Art in Afganistan”.