Perhimpunan Indonesia pada tahun 1927 di Belanda.
Perhimpunan Indonesia pada tahun 1927 di Belanda.

JIKA kita menilik kembali sejarah bangsa Indonesia, momentum Sumpah Pemuda merupakan salah satu agenda penting yang tak boleh dilupakan. Bahkan bahasa persatuan Indonesia juga lahir dari kongres para pemuda yang ditanamkan dalam ikrar ke-3 pada Sumpah Pemuda.

Sebelum tercetusnya kongres Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Pergerakan perlawanan melawan penjajah hanya bersentral pada daerah lokal saja. Belum menjadi kesatuan, minim strategi hingga seringkali dipatahkan dengan mudah oleh penjajah Belanda. Saat itu kaum muda belum memiliki kesadaran akan kesatuan yang akhirnya membuat mudah diadu domba oleh Belanda.

Penjajahan banyak menimbulkan penderitaan yang panjang untuk bangsa Indonesia. Belanda dengan senang hati menguras kekayaan alam bahkan memaksa para pribumi untuk bekerja dengan sewenang-wenang. Rakyat hidup miskin hingga mati kelaparan sedangkan para penjajah tertawa dengan keberingasan.

Namun kemajuan pendidikan bagi pribumi semakin pesat. Akibat perkembangan pendidikan ini melahirkan orang-orang terpelajar dan menguntungkan kaum pribumi untuk membuka kesempatan mendirikan organisasi-organisasi yang dapat menciptakan kesadaran persatuan nasional untuk melawan para penjajah.

Menurut tulisan “Memahami Sumpah Pemuda” yang ditulis oleh Kartono dan Susi Dyah Fatmawati, kesadaran nasional tumbuh lewat peranan golongan terpelajar. Melalui diskusi-diskusi, para pelajar menarik kesimpulan bahwa akibat belenggu tradisional dan diskriminasi serta sistem kesukuan yang dijalankan pemerintah kolonial Belanda menjadi penghambat cita-cita nasionalisme dan kemerdekaan di Indonesia. Oleh sebab itu para pelajar dan cendikiawan membentuk organisasi yang memiliki keanggotaan yang luas. Misalnya seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, Perhimpunan Indonesia, Partai Nasional Indonesia dan sebagainya. Lewat organisasi itulah kita mulai berjalan menuju gerbang kemerdekaan.

PI atau Perhimpunan Indonesia merupakan satu-satunya organisasi pemuda yang terus maju pada perjuangannya dalam menuntut kemerdekaan. Iwa Kusuma salah satu pengurus PI mengeluarkan pernyataan pada tahun 1923, ia menyatakan masa depan Indonesia terletak pada adanya bentuk pemerintahan yang bertanggung jawab pada rakyat. Oleh karena itu Indonesia akan jaya jika tidak ada perpecahan, menanamkan nilai kesatuan dan persatuan, dan melawan imperialisme serta kolonialisme Belanda.

Bahkan tuntutan PI sampai pada terdengar di forum Internasional dalam Kongres Liga Anti Imperialisme di Brussel, Belgia pada 27 Februari tahun 1927. Dengan semangat yang membara perjuangan PI ternyata sangat berpengaruh terhadap organisasi lain di Indonesia. Gagasan persatuan itu terdengar hingga kedaerah-daerah. Mereka merasa harus ada organisasi yang menunjukan kesatuan karena selama ini mereka hanya membawa nama daerah masing-masing seperti Jong Java, Jong Sumateranen Bond, Jong Ambon, Pemuda Kaum Betawi ataupun organisasi yang dibangun berdasarkan agama atau kepercayaan seperti, Jong Islamieten Bond, Studeence Minahasa dan lainnya.

Para pemuda daerah ini meyakini sebab sulitnya meraih kemerdekaan karena tidak menunjukan rasa persatuan melawan penjajah. Bahkan karena masih membawa adat masing-masing mereka sadar perlu adanya pemikiran menumbuhkan kesadaran bersama melalui sebuah kongres nasional yang dihadiri oleh para organisasi tersebut.

Kongres Pemuda I

Kesadaran akan persatuan semakin besar dalam tubuh pemuda Indonesia. Mereka sadar bahwa hanya lewat persatuan dan kesatuan yang masif maka penjajahan akan hilang. Akhirnya para pemuda membutuhkan suatu wadah yang bersifat nasional. Maka untuk memperoleh tujuan tersebut dibentuklah sebuah pertemuan di Jakarta tanggal 30 April 1926 hingga 2 Mei 1926 kemudian itu dikenal sebagai Kongres Pemuda I.

Pemimpin Kongres Pemuda I ialah Mohammad Tabrani dan juga dihadiri oleh wakil dari organisasi pemuda daerah seperti, Jong Java, Jong Sumateranen Bond, Jong Ambon, Jong Bataks Bond dan Pemuda Kaum Betawi.

Tujuan daripada Kongres Pemuda I adalah membentuk sebuah badan sentral atau nasional dengan maksud memajukan paham persatuan dan kebangsaan serta menguatkan hubungan antara sesama organisasi-organisasi pemuda di seluruh Nusantara. Saat Kongres Pemuda I banyak pembicaraan penting yang membawa semangat kesatuan. Salah satunya dari Mohammad Tabrani yang menyebutkan bahwa kemerdekaan bukan hanya dilakukan oleh kaum laki-laki saja namun juga melalui peranan perempuan.

Kemudian pada Kongres Pemuda I lahirnya pembahasan mengenai bahasa persatuan. Saat itu Moh.Yamin menyebutkan bahwa bahasa Melayu dapat dijadikan bahasa persatuan untuk Nusantara. Lalu, beberapa diskusi mengenai keagamaan, Pinontoan menyampaikan bahwa dalam pergerakan nasional, agama tidak boleh memiliki peran secara langsung agar kesatuan dapat terwujud tanpa melihat suku maupun agama.

Meskipun begitu Kongres Pemuda I masih sulit mendapatkan kesepakatan, hal tersebut karena para pemuda daerah masih memperlihatkan kepentingan daerah mereka saja. Padahal cita-cita persatuan bangsa hanya bisa direbut jika seluruh pemuda mau memiliki pemikiran yang sama. Namun meskipun bergontokan saat berdiskusi, akhirnya Kongres Pemuda 1 selesai dan hasilnya adalah mengakui dan menerima cita-cita bangsa, seluruh organisasi harus bersatu menanggalkan adat untuk kepentingan persatuan dan mengakui cita-cita persatuan Indonesia.

Pada rapat umum pemuda yang kemudian dikenal sebagai Kongres Pemuda pertama itu, mereka mendirikan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), wadah pemuda nasionalis radikal yang pertama di tanah air. Dari sinilah pemuda-pemudi Indonesia pada waktu itu pelan-pelan mulai membubarkan Jong-jong dan Bond-bond yang dibentuk sesuai daerah atau suku atau agama masing-masing.

Kongres Pemuda II: Lahirnya Sumpah Pemuda

Para peserta merasa belum puas dengan hasil sidang tersebut. Akhirnya Pemuda Indonesia dan PI (Perhimpunan Indonesia) meleburkan diri menjadi satu organisasi yaitu, PPPI (Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia), wadah pemuda nasionalis radikal yang pertama di tanah air. Pada akhirnya tercetuslah Kongres Pemuda II yang diketuai oleh Sugondo Joyopuspito dari PPPI, wakilnya Joko Mursid dari Jong Java, Sekretaris adalah Moh Yamin dari Jong Sumateranen Bond dan bedahara ialah Amir Syarifuddin dari Jong Bataks Bond.

Panitia Kongres Pemuda II sebelumnya harus telah mempersiapkan pertemuan dengan pokok bahasan yang menyangkut tentang pendidikan, kebudayaan, pengajaran hingga kewanitaan. Tentu saja hal tersebut untuk memperkuat rasa kesadaran dan persatuan demi tercapainya kemerdekaan Indonesia.

Kongres Pemuda II diadakan 2 hari pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Kongres Pemuda ke-2 ini dilaksanakan di tiga tempat berbeda di Jakarta. Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928 malam, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928 pagi hingga siang, di Gedung Oost-Java Bioscoop, Rapat ketiga, hari Minggu malam, diadakan di Gedung Indonesisch Huis Kramat (kini Gedung Kramat 106/Museum Sumpah Pemuda).

Semua perwakilan dari masing-masing daerah telah berdatangan. Peserta Kongres sebanyak 750 orang. Para pemuda itu datang dari berbagai organisasi pemuda daerah hingga hadir pula dari tokoh kaum partai. Saat itu kongres berjalan dengan lancar meskipun polisi Belanda lalu lalang mengawasi jalannya sidang.

Sugondo Joyopuspito selaku ketua mebuka Kongres Pemuda II dengan menguraikan secara luas tentang sejarah Indonesia, ia menuturkan bahwa Belanda dapat menguasai Indonesia karena ada 3 hal, yaitu pertama melalui politik adu domba antar kerajaan, suku dan daerah maka dari itu mudah ditundukan. Kedua, menanamkan rasa perhambaan atau derajat rendah kepada bangsa Indonesia dengan maksud agar rakyat Indonesia tidak berani melawan penjajah yang derajatnya lebih tinggi. Adapun yang ketiga ialah, membuat rakyat pribumi tetap bodoh maka dari itu rakyat Indonesia tidak bisa mengakses pendidikan yang layak seperti rakyat kulit putih agar kaum pribumi tetap bisa ditipu dan dibodoh-bodohi.

Sugondo juga menekankan bahwa upaya merebut Indonesia dari para penjajah harus diawali dengan rasa persatuan dan memerangi perpecahan. Ia kemudian mengajak seluruh peserta untuk berjalan dalam satu barisan guna mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Moh.Yamin juga memberikan hasil pemikirannya tentang bangsa Indonesia memiliki kesamaan dalam bahasa, adat dan nasib serta kemauan. Ia mengharapkan pemuda Indonesia menghendaki persatuan atas kemauan sendiri bukan meniru pergerakan bangsa lain.

Setelah pidato-pidato kebangsaan lain didengar akhirnya sidang tersebut menghasilkan sebuah ikrar yang kita kenal sebagai Sumpah Pemuda.

Sumpah itu lalu dibacakan Soegondo di hadapan sekitar 750 peserta kongres. Yamin memberi penjelasan panjang lebar tentang isi rumusannya setelah itu. Awalnya rumusan Yamin itu dinamai “Ikrar Pemuda”, lalu diubah sendiri oleh Yamin menjadi “Sumpah Pemuda”.

Kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia

Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia

Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia

Kongres ditutup dengan memperdengarkan lagu “Indonesia Raya” karya Wage Rudolf Supratman, hanya musik tanpa lirik karena lagu itu penuh kata-kata “Merdeka” dan arena penuh dengan polisi rahasia Belanda.

Hasil lain Kongres Pemuda II adalah soal lambang warna bendera (merah-putih), lambang lukisan garuda hingga lagu Indonesia Raya yang diciptakan oleh WR Supratman dan dikumandangkan untuk pertama kalinya dalam sejarah perjuangan Indonesia hingga menjadi lagu kebangsaan nasional hingga kini.

Dengan sumpah ini, organisasi pemuda pelan-pelan menanggalkan watak kedaerahannya dan melebur menjadi satu. [NS/PTM]

* Dari berbagai sumber