Sri Sultan Hamengkubuwono X/Youtube-akun Jogja Archive

Koran Sulindo – Sri Sultan Hamengkubuwono X membantah akan turun tahta setelah putusan uji materi Mahkamah Konstitusi tentang Pasal 18 Ayat (1) huruf m UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

“Saya belum mau pensiun, tidak bicara begitu tapi soal gubernur sebagai pejabat publik sebagai bagian dari NKRI mestinya tidak mengenal jenis kelamin, tidak membedakan, tapi dalam pasal 14 huruf m (UU Keistimewaan DIY) malah masuknya sepotong-sepotong, jadi tidak proporsional, dari pada orang mempersoalkan hal itu maka keputusannya kan dihapus, begitu,” kata Sultan Yogyakarta itu, di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (10/10), seperti dikutip Antaranews.com.

Presiden Joko Widodo melantik Sri Sultan Hamengkubuwono X dan KGPAA Paku Alam X sebagai gubernur dan wakil gubernur DIY 2017-2022 di Istana Negara.

Pada 31 Agustus 2017 lalu, MK memutuskan Pasal 18 Ayat (1) huruf m UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang menyatakan “calon gubernur dan calon wakil gubernur adalah warga negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat: m. menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat, antara lain, riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri dan anak” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Menurut MK, rumusan Pasal 18 Ayat (1) Huruf m UU Keistimewaan DIY mengandung pembatasan terhadap pihak-pihak yang statusnya tidak memenuhi kualifikasi dalam norma a quo untuk menjadi calon kepala daerah yang didalamnya termasuk perempuan.

“Seharusnya itu masalah internal keraton, sebagai gubernur masa hanya harus minta izin istri? Jadi bukan hanya laki-laki dan perempuan yang bisa jadi gubernur, tapi laki-laki yang tidak punya istri dan yang tidak punya anak juga bisa jadi gubernur. Itu yang dianggap pemohon itu tidak betul kan berarti pemerintah membedakan warga negara,” kata Sultan.

Sultan yang hanya memiliki empat anak perempuan itu pada 31 Desember 2015 mengeluarkan “sabda” yang menyatakan bahwa penggantinya sebagai Raja Keraton Yogyakarta harus berasal dari keturunannya. Pada 5 Mei 2015, Sri Sultan juga mengeluarkan “dhawuh” atau perintah raja berisi perubahan nama putri pertamanya, GKR Pembayun, menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng Ing Mataram.

Sejumlah pihak menilai perintah raja itu indikasiGKR Mangkubumi akan diangkat sebagai raja berikutnya.

“MK lebih tahu isi putusan itu tapi di internal keraton tidak boleh diintervensi siapapun. Biarpun saya makin tua, ya mestinya akan terjadi suksesi. Yang jelas lima tahun ini kan enggak. Semoga panjang umur saja,” kata Sultan.

Pelantikan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam X sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta untuk periode 2017-2022 berdasarkan Keputusan Presiden 107/P/2017 tentang Pengesahan Pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta 2012-2017 dan Pengesahan Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta 2017-2022 tertanggal 6 September 2017.

Keduanya juga mengucapkan sumpah jabatan yang lebih dulu dibacakan oleh Presiden Jokowi. [DAS]