Ilustrasi: Presiden Jokowi/ANTARA FOTO-Sigid Kurniawan

KENAIKAN HARGA minyak dunia ke angka 100 dolar AS menyebabkan tingginya beban subsidi BBM dalam negeri. Besarnya subsidi ini diprediksi tidak akan bisa di tanggulangi anggaran negara (APBN) jika harga minyak dunia terus naik dan konsumsi BBM tidak di tekan.

Pemerintah baru-baru ini memberikan sinyal akan kembali mengerek harga BBM dalam negeri demi menyelamatkan APBN.

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyatakan ada peluang kenaikan harga BBM subsidi. Ia mengatakan kemungkinan itu terbuka mengingat harga minyak dunia sekarang ini cukup tinggi.

Per Jumat (12/08) ini tercatat harga minyak mentah jenis Brent sudah mencapai US$99,60 per barel. Sementara, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik ke angka US$94,34 per barel.

Menurut Bahlil harga itu jauh di atas asumsi APBN 2022 yang hanya US$63-US$70 per barel.

“Sekarang harga minyak dunia rata-rata dari Januari sampai Juli US$105 per barel. Hari ini kalau US$100 per barel subsidi kita itu bisa mencapai Rp500 triliun. Tetapi kalau harga minyak per barel di US$105 kemudian dengan asumsi kurs dollar APBN rata-rata Rp14.750 dan kuota kita dari 23 juta kilo liter menjadi 29 juta maka terjadi penambahan subsidi,” katanya dalam konferensi pers Jumat (12/8).

Bahlil menyebut pemerintah masih menghitung semua kemungkinan terkait jebolnya kuota subsidi BBM itu. Hasil perhitungan sementara menunjukkan, anggaran yang dibutuhkan untuk subsidi BBM mencapai Rp500 triliun-Rp600 triliun.

Ia mengatakan kalau ini terjadi APBN lama-lama akan bermasalah. Pasalnya anggaran Rp500 triliun-Rp600 triliun mencapai 25 persen dari total APBN.

“Jadi tolong teman-teman sampaikan juga kepada rakyat rasa-rasanya sih untuk menahan terus harga BBM seperti sekarang, feeling saya (tidak kuat). Ini tidak sehat. Mohon pengertian baiknya. (Jadi) harus kita siap-siap kalau katakanlah kenaikan BBM itu terjadi,” katanya.

Presiden : subsidi terlalu besar

Bengkaknya subsidi akibat kenaikan harga minyak dunia menjadi konsen dari Presiden Joko Widodo, pasalnya beban pada APBN turut membengkak untuk menyokong subsidi.

“Perlu kita ingat subsidi terhadap BBM sudah terlalu besar dari Rp170 triliun sekarang sudah Rp502 triliun. Negara mana pun tidak akan kuat menyangga subsidi sebesar itu,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jumat (12/8).

Jokowi pun merasa ragu mengenai kesanggupan APBN menanggung subsdi BBM hingga Rp502 triliun.

“Apakah angka Rp502 triliun itu terus kuat kita pertahankan? Kalau bisa Alhamdulillah artinya rakyat tidak terbeban, tetapi kalau APBN tidak kuat bagaimana?” ujar Jokowi.

Ia juga mengatakan harga BBM di negara lain sudah naik dua kali lipat sekitar Rp17 ribu hingga Rp18 ribu per liternya.

Jokowi juga menyampaikan telah berdiskusi dengan pejabat lainnya, termasuk Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Ketua DPR Puan Maharani mengenai pendapatan negara yang berasal dari komoditas.

“Kami menyampaikan ke beliau-beliau mengenai angka-angka itu fakta-fakta itu kalau kita masih ada income negara dari komoditi, komoditas masih baik ya kita jalani, tapi kalau tidak?” ujar Jokowi.

Namun Jokowi mengatakan bahwa masyarakat patut bersyukur dengan keadaan Indonesia saat ini. Dia menyebut hal itu terjadi karena pemerintah masih memberlakukan subsidi untuk BBM. [DES]