Koran Sulindo– Ketua DPR dan Ketua Partai Golkar, Setya Novanto (Setnov), dicegah ke luar negeri selama 6 bulan.
“Sudah sejak kemarin malam Dirjen Imigrasi menerima Surat Permintaan Pencegahan untuk tidak bepergian keluar negeri atas nama bapak Setya Novanto dan langsung dimasukkan ke dalam Sistem Informasi dan Manajemen Keimigrasian untuk berlaku selama 6 bulan,” kata Direktur Jenderal Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie, di Jakarta, Selasa (11/4), seperti dikutip Antaranews.com.
Ronny tidak mau menjelaskan permintaan pencegahan itu berkaitan dengan status hukum Setnov atau tidak.
“Sebaiknya bertanya ke penyidik KPK, karena semua kompentensi dari penyidik KPK,” kata Ronny.
Tersangka?
Sejak Senin (10/4) kemarin, beredar kabar Ketua DPR Setnov dicegah untuk berpergian ke luar negeri ini. Setnov kabarnya segera ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus mega-skandal dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
Namun, KPK menyatakan hanya mengajukan nama Inayah dan Raden Gede untuk dicegah. Inayah adalah istri siri dari tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong, sementara Raden Gede dari pihak swasta. Pencegahan ini untuk kepentingan penyidikan kasus korupsi pengadaan e-KTP untuk tersangka Andi Narogong.
Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, keduanya dicegah ke luar negeri sejak 6 April 2017. Inayah, kata Febri lagi, merupakan pemilik rumah di Jalan Tebet Timur Raya yang digeledah KPK pada Jumat (31/3). Dalam pengeledahan tersebut, KPK menyita buku tabungan Andi dan dua unit mobil mewah. “Pencegahan dilakukan sebagai tindak lanjut dari penggeledahan yang kami lakukan minggu lalu di dua rumah di Tebet, Jakarta Selatan,” ujar Febri di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/4).
KPK sebelumnya mengatakan memiliki dua alat bukti yang kuat terkait keterlibatan Setnov dalam kasus hukum ini. Yang melontarkan pernyataan tersebut adalah Jaksa KPK Irene Putrie di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 9 Maret 2017 lalu. Irene mengatakan hal tersebut karena ada yang mempertanyakan munculnya nama Setnov dalam surat dakwaan kepada Irman dan Sugiharto.
“Iya, pasti. Setiap kalimat dalam surat dakwaan kami sudah konfirmasi dengan minimal dua alat bukti. Kalau ada pihak yang membantah, silakan. Tapi, kami punya dua alat bukti,” tutur Irene.
Setnov menjadi satu dari lima orang yang sebagai penggerak dugaan korupsi e-KTP. “Iya lima orang itu dulu,” kata Irene. Empat orang lainnya adalah Sekjen Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini, Irman yang mantan Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto yang mantan Pejabat Pembuat Komitmen Kementerian Dalam Negeri, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong yang pengusaha yang bermitra dengan Kementerian Dalam Negeri. Ketika kasus ini terjadi, Setnov menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar DPR.
Pada Senin malam ini beredar kabar juga, Setnov segera menyandang status tersangka.
“Akan menjadi tersangka setelah berkas Andi Naragong lengkap,” demikian antara lain informasi yang diterima Koran Suluh Indonesia.
Setnov dalam berbagai kesempatan membantah keterlibatannya dalam kasus KTP el ini.
Namun dalam dakwaan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Sugiharto dalam perkara korupsi pengadaan KTP Elektronik (KTP-E), nama Setnov sering muncul sebagai salah satu pihak yang berperan dalam pengadaan KTP-E dengan total anggaran Rp5,95 triliun.
Setnov antara lain menghadiri pertemuan di hotel Gran Melia pada 2010 yang dihadiri Irman, Sugiharto, Andi Agustinus alias Andi Narogong, dan Diah Anggraini yang ketika itu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri.
Dalam pertemuan itu Setnov menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek penerapan KTP-E.
Pada Juli-Agustus 2010, ketika DPR mulai membahas Rencana APBN 2011, Andi Agustinus beberapa kali bertemu Setnov, Anas Urbaningrum, dan Nazaruddin yang dianggap sebagai representasi Partai Golkar dan Partai Demokrat yang dapat mendorong Komisi II menyetujui proyek pengadaan KTP-E.
Proses pembahasan akan dikawal fraksi Partai Demokrat dan Golkar dengan kompensasi Andi memberikan bayaran kepada anggota DPR dan pejabat Kementerian Dalam Negeri.
Sebagai imbalan, Setya Novanto dan Andi Agustinus mendapat 11 persen atau Rp574,2 miliar sedangkan Partai Golkar mendapat Rp150 miliar.
Selain Irman dan Sugiharto, KPK juga sudah menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong dan mantan anggota Komisi II dari fraksi Hanura Miryam S Haryani sebagai tersangka dalam perkara ini. [DAS]