Koran Sulindo – PDI Perjuangan menggelar wayangan semalam suntuk yang dihadiri oleh Sekjen Hasto Kristiyanto dan Calon Wagub Jakarta nomor urut 2 Djarot Saiful Hidayat. Pentas malam ini mengangkat lakon bertema kepemimpinan berjudul “Semar Mbangun Candi Saptaharga” oleh Dalang Ki Seno Nugroho.
Acara dalam rangka HUT ke-44 PDIP dan ulang tahun Ketua Umum Megawati Soekarnoputri itu diselenggarakan di lapangan parkiran kantor DPP PDIP Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (28/1) malam.
“Dalam wayang tersebut ingatkan seluruh kader PDI Perjuangan sejatinya menjadi pemimpin dia harus punya keberpihakan kepada para punakawan, rakyat wong cilik,” kata Hasto.
Ratusan warga masyarakat ikut di acara itu, bersama dengan para kepala daerah PDI Perjuangan dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Diantara kepala daerah yang hadir adalah Bupati Banyumas Achmad Husein dan wakilnya, Wakil Bupati Probolinggo Timbul Prihanjoko, Wakil Bupati Kediri Masykuri Ikhsan, dan Wakil Walikota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu.
“Semuanya bergotong-royong demi kemenangan Pak Ahok dan Pak Djarot,” kata Hasto.
Gaya Kepemimpinan Jawa
Sementara itu calon wagub Djarot Syaiful Hadi mengatakan belajar banyak dari gaya kepemimpinan Jawa. Saat bertemu dengan Presiden RI Ketiga BJ Habibie beberapa waktu lalu, ia dan Ahok juga dinasehati untuk menanamkan nilai kepemimpinan Jawa, misalnya menggunakan tutur kata yang lebih halus.
Menurut Djarot, gaya kepemimpinan Jawa memang penting. Apalagi, ada banyak warga Jakarta yang juga berasal dari Jawa.
“Kebetulan saya juga dari Jawa, saya juga ditempa kepemimpinan Jawa selama 10 tahun sebagai walikota Blitar. Jawa itu budaya yang sudah berurat berakar pada masyarakat Indonesia. Bahkan masuknya Islam ke Indonesia dibawa Walisongo oleh budaya, salah satunya lewat wayang,” kata Djarot.
Djarot menegaskan, persoalan budaya harus terus diangkat sebagaimana instruksi Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk membangun budaya msayarakat yang plural.
“Saya selalu sampaikan bahwa masuknya agama Islam oleh Walisongo itu dibawa lewat wayang kulit. Kemarin di Blok S, Rawa Sari, ada spanduk penolakan. Ya enggak apa-apa karena mereka tidak paham, katanya tidak sesuai syariat islam. Alhamdulilah masyarakat yang cerdas dan paham lebih banyak. Banyak yang datang meski ada penolakan,” kata Djarot.
Tentang Antasari, Djarot mengucapkan berterima kasih atas dukungan Antasari kepada Ahok-Djarot. Kedatangan Antasari dalam debat ke-2 itu tidak lebih sebagai dukungan dari seorang senior Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia kepada juniornya.
“Saya mengucapkan terima kasih kepada beliau. Saya kenal Pak Antasari itu sudah lama. Dia senior saya di GMNI,” kata Djarot.
Bagi Djarot, secara pribadi, sosok Antasari mengingatkan agar dirinya membantu masyarakat yang mengalami ketidakadilan kelak terpilih menjadi wakil gubernur DKI Jakarta.
Ketika berbicara dengan Antasari, Djarot mengaku tidak ada pesan khusus yang disampaikan selain soal upaya pemberantasan korupsi di lingkungan pemerintah provinsi DKI Jakarta.
“Kalau saya melihat rekam jejaknya beliau mengalami ketidakadilan. Buat saya, pak Antasari itu memberikan penguatan kepada kami untuk melawan ketidakadilan. Itu betul-betul dorongan agar kami berjuang menciptakan keadilan bagi warga Jakarta,” kata Djarot. [pdiperjuangan-jatim.com/CHA/DAS]