Pasukan hansip sekitar tahun 1960. (Istimewa)

Setiap tanggal 19 April, Indonesia memperingati Hari Hansip—sebuah momen yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 128 Tahun 1962. Hari ini menjadi pengingat akan peran strategis Pertahanan Sipil atau yang kini lebih dikenal sebagai Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas) dalam sistem pertahanan nasional, terutama di lini paling dasar: lingkungan masyarakat.

Dari Lucht Bescherming Deints hingga Linmas

Jejak Hansip sebenarnya sudah dimulai jauh sebelum proklamasi kemerdekaan. Sekitar tahun 1939, Pemerintah Kolonial Belanda membentuk satuan Lucht Bescherming Deints (LBD) untuk melindungi warga sipil dari serangan udara Jepang. Tugas mereka bukan hanya soal pertahanan, tetapi juga menyentuh aspek sipil lainnya seperti pemadam kebakaran, pertolongan pertama, pengungsian, hingga penyamaran untuk keselamatan.

Selama pendudukan Jepang pada 1943, organisasi serupa kembali dibentuk dengan nama Pertahanan Sipil. Perannya kian meluas: dari pertahanan, penjagaan keamanan, distribusi logistik, hingga pengumpulan dana rakyat.

Pasca kemerdekaan, struktur ini diperkuat secara legal pada 19 April 1962 melalui keputusan dari Wakil Menteri Pertama Urusan Pertahanan/Keamanan. Dari sinilah tonggak sejarah Hari Hansip bermula.

Dari Hansip ke Linmas

Perjalanan Hansip terus mengalami penyesuaian sesuai dinamika zaman. Tahun 1972, melalui Keppres No. 55, pemerintah menekankan bahwa fungsi utama Hansip adalah sebagai pelindung masyarakat melalui pembentukan satuan-satuan linmas. Di tahun yang sama, tanggung jawab pembinaan Hansip dipindahkan dari Kementerian Pertahanan ke Kementerian Dalam Negeri.

Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 memperkuat posisi Hansip dalam sistem pertahanan negara, meskipun tanpa pelatihan dasar militer (latsarmil). Tahun 2002, Hansip resmi berganti nama menjadi Satlinmas, dengan tugas yang tetap: membantu keamanan, penanggulangan bencana, ketertiban masyarakat, kegiatan sosial, hingga pengamanan pemilu.

Sejak 2004, Satlinmas berada di bawah koordinasi pemerintah daerah dan pembinaannya dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Ini sesuai dengan amanat UU No. 32 Tahun 2004 yang menempatkan perlindungan masyarakat sebagai urusan wajib pemerintahan daerah.

Meskipun peran mereka sangat vital, status dan kesejahteraan Satlinmas sering kali jauh dari layak. Mereka bukanlah Aparatur Sipil Negara (ASN), bukan pula tenaga honorer. Upah yang mereka terima berasal dari alokasi dana kelurahan atau desa—sering kali sangat minim dan tidak tetap.

Namun demikian, dedikasi Satlinmas tetap menyala. Di pelosok-pelosok desa, merekalah garda terdepan dalam menjaga ketertiban acara masyarakat, ronda malam, hingga membantu pengamanan saat pemilu atau pilkada. Di tengah keterbatasan, mereka tetap menjadi sosok yang setia menjaga lingkungan.

Menatap Masa Depan Satlinmas

Hari Hansip bukan sekadar perayaan, melainkan momen refleksi: apakah negara sudah cukup menghargai jasa para penjaga ketertiban ini? Apakah sistem perlindungan sipil sudah adaptif terhadap tantangan zaman, terutama dalam hal kesejahteraan dan pelatihan?

Mengingat pentingnya peran Satlinmas dalam struktur sosial dan keamanan masyarakat, sudah selayaknya perhatian lebih diberikan. Bukan hanya dari sisi regulasi dan pembinaan, tetapi juga penghargaan yang layak atas pengabdian mereka.

Karena sejatinya, dalam diam dan kesederhanaan, Satlinmas adalah simbol keberanian sipil, mereka yang berdiri teguh demi ketertiban lingkungan, tanpa pamrih, tanpa sorotan. Dan untuk itu, mereka layak dikenang, dihargai, dan terus diperkuat. [UN]