Para bhikku thudong mengelilingi Candi Borobudur dalam rangkaian peringatan Waisak. (dok. InJourney)

Hari Raya Waisak menjadi salah satu perayaan keagamaan yang sarat makna bagi umat Buddha di seluruh dunia. Bukan sekadar upacara keagamaan, Waisak merupakan momentum suci untuk mengenang tiga peristiwa besar dalam kehidupan Sang Buddha Gautama, yaitu kelahiran, pencerahan, dan Parinirvana atau wafatnya beliau. Ketiga peristiwa ini, yang semuanya terjadi pada tanggal yang sama dalam kalender lunar, menjadi fondasi spiritual dalam perjalanan batin umat Buddha hingga kini.

Sejarah dan Akar Filosofis Waisak

Waisak merayakan kehidupan Siddhartha Gautama, sang pangeran dari Kerajaan Kapilavastu yang lahir sekitar abad ke-5 SM. Terlahir dalam kemewahan, Siddhartha kemudian meninggalkan kenyamanan istana pada usia 29 tahun untuk mencari makna sejati kehidupan. Pengembaraan batin ini membawanya pada pencerahan agung di bawah pohon Bodhi pada usia 35 tahun, dan menjadikannya Buddha  yang tercerahkan.

Sepanjang hidupnya, Sang Buddha mengajarkan Dharma, ajaran tentang jalan menuju pembebasan dari penderitaan. Ajaran ini kemudian tersebar luas ke berbagai belahan dunia, menjadi landasan hidup spiritual bagi jutaan manusia lintas generasi. Berdasarkan data dari World Population Review, umat Buddha di seluruh dunia diperkirakan mencapai 507 juta jiwa pada tahun 2020, menjadikan agama Buddha sebagai salah satu agama dengan pemeluk terbanyak.

Keputusan menjadikan Waisak sebagai perayaan bersama secara global ditetapkan dalam Konferensi Persekutuan Buddhis Sedunia (World Fellowship of Buddhists) di Sri Lanka tahun 1950. Di Indonesia sendiri, jejak perayaan Waisak sudah ada sejak masa kejayaan Sriwijaya dan Majapahit, mencerminkan bagaimana agama Buddha memiliki akar kuat dalam sejarah Nusantara.

Makna Mendalam Tiga Peristiwa Suci

Setiap perayaan Waisak membawa umat Buddha pada perenungan tiga peristiwa agung dalam kehidupan Sang Buddha:

1. Kelahiran Siddhartha Gautama menandai harapan baru dalam perjalanan spiritual manusia. Ia lahir pada 423 SM, dan peristiwa ini menjadi simbol pentingnya kehidupan serta potensi manusia untuk tumbuh menjadi pribadi tercerahkan.

2. Pencerahan (Satori) terjadi saat usia 35 tahun, di bawah pohon Bodhi. Inilah momen transformatif di mana Siddhartha menemukan kebenaran universal dan mulai membabarkan Dharma, ajaran yang menjawab penderitaan manusia.

3. Parinirvana (Wafat) terjadi pada usia 80 tahun, yakni pada 543 SM. Wafatnya Sang Buddha menjadi pengingat bahwa kematian bukanlah akhir, melainkan bagian alami dari siklus kehidupan. Lebih dari itu, ajarannya tetap hidup dan menjadi obor penerang umat manusia hingga kini.

Perayaan Waisak bukan sekadar ritual, melainkan seruan untuk memperdalam praktik spiritual dan mewujudkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari. Umat Buddha diajak untuk memperkuat disiplin diri, melatih pengendalian batin, serta mengembangkan welas asih dan kebijaksanaan.

Momentum ini juga menjadi waktu untuk merefleksikan diri dan menciptakan harmoni antara spiritualitas dan tindakan sosial. Dalam konteks dunia yang penuh konflik dan krisis, Waisak menjadi panggilan universal untuk mewujudkan kedamaian, bukan hanya secara batiniah, tetapi juga dalam hubungan sosial dan kemanusiaan.

Tahun ini, Hari Raya Waisak 2025 di Indonesia jatuh pada Senin, 12 Mei 2025 dan telah ditetapkan sebagai hari libur nasional. Tema perayaan kali ini adalah “Tingkatkan Pengendalian Diri dan Kebijaksanaan, Wujudkan Perdamaian Dunia”, dengan subtema “Bersatu Mewujudkan Damai Waisak untuk Kebahagiaan Semua Makhluk”. Tema ini menegaskan bahwa praktik spiritual yang mendalam seharusnya berbuah pada tindakan nyata yang menyejukkan semesta.

Tradisi Perayaan dan Sebaran Umat di Indonesia

Di Indonesia, Waisak dirayakan secara meriah namun khusyuk. Salah satu tradisi paling dikenal adalah prosesi Waisak dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur di Jawa Tengah. Prosesi ini menjadi simbol perjalanan spiritual menuju pencerahan, dan menyatukan umat Buddha dari berbagai latar belakang etnis dan negara.

Selain itu, berbagai kegiatan sosial seperti donor darah, meditasi massal, pelepasan satwa, hingga pembagian sembako menjadi bagian dari perayaan. Semua ini mencerminkan semangat welas asih dan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat luas.

Terkait sebaran umat Buddha di Indonesia, tiga provinsi mencatatkan jumlah pemeluk terbesar.

DKI Jakarta dengan 391.615 jiwa. Jakarta sebagai ibu kota negara menjadi rumah bagi komunitas multietnis, termasuk komunitas Tionghoa yang mayoritas beragama Buddha. Wihara Dharma Bhakti dan Ekayana Arama menjadi pusat kegiatan spiritual dan budaya.

Sumatra Utara mencatat 348.880 jiwa. Kota Medan menjadi episentrum keberagaman agama dan budaya, serta tempat berdirinya banyak wihara aktif.

Kalimantan Barat dengan 301.196 jiwa, khususnya di Pontianak dan Singkawang, wilayah yang dikenal sebagai “Kota Seribu Kelenteng,” menunjukkan kehidupan keberagaman dan toleransi antarumat beragama.

Hari Raya Waisak bukan sekadar memperingati sejarah, melainkan merayakan kebijaksanaan dan cinta kasih sebagai prinsip hidup. Dalam dunia yang tengah diuji oleh berbagai krisis, dari perang hingga degradasi lingkungan, pesan Waisak 2025 terasa kian relevan: melalui pengendalian diri dan kebijaksanaan, umat manusia dapat bersama-sama mewujudkan perdamaian dan kebahagiaan bagi semua makhluk.

Perayaan ini menjadi pengingat bahwa terang pencerahan selalu ada bagi mereka yang bersungguh hati mencari kebenaran dan hidup dalam kebajikan. [UN]