Koran Sulindo – Sekitar 15 negara di Asia-Pasifik sepakat menandatangani perdagangan bebas Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) pada pertengahan bulan November 2020. Keputusan ini diambil dalam pertemuan puncak pimpinan negara-negara Asia Tenggara dan mitra regional mereka di masa Covid-19.
Skema regional ini disebut sebagai blok perdagangan bebas terbesar di dunia dengan jumlah US$ 23 triliun dari total produk domestik bruto (PDB) meliputi sepertiga dari total luas wilayah dunia. Juga meliputi sekitar 3,5 miliar penduduk atau setara 45% dari jumlah penduduk dunia.
Lewat RCEP negara-negara anggotanya akan menghapus hambatan tarif dan memberi perlindungan terhadap investasi serta keuntungan korporasi. Berdasarkan laporan Channel News Asia skema perdagangan bebas ini kali pertama digagas pada 2012 antara 10 negara Asean bersama Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru dan Australia.
Menteri Perdagangan Malaysia Mohamed Azmin Ali mengatakan, setelah 8 tahun berunding dengan keras, akhirnya semua pihak sampai dengan kesimpulan untuk menyetujui RCEP ini. Sementara itu, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan, penandatanganan RCEP sebagai tonggak utama kerja sama dan mengucapkan selamat kepada 15 negara yang menjadi anggotanya.
“Kami telah mencapai tonggak penting dalam penandatanganan perjanjian ini hari ini. Kami membutuhkan 8 tahun, 46 kali pertemuan negosiasi dan 19 pertemuan menteri untuk tiba di momen hari ini. Saya sangat berterima kasih atas upaya keras para menteri dan negosiator dari semua negara peserta yang telah bekerja sangat sulit selama proses tersebut,” kata Loong seperti dikutip Channel News Asia.
RCEP merupakan bagian dari Perjanjian Perdagangan Bebas dan Investasi (FTAs) yang tidak saja membahas aturan perdagangan, tapi juga mengurusi investasi, hak kekayaan intelektual, belanja pemerintah hingga badan hukum milik pemerintah.
RCEP merupakan bagian dari Perjanjian Perdagangan Bebas dan Investasi (FTAs) yang tidak saja membahas aturan perdagangan, tapi juga mengurusi investasi, hak kekayaan intelektual, belanja pemerintah hingga badan hukum milik pemerintah. Karena luasnya cakupan RCEP ini, rakyat di tiap-tiap negara anggotanya menolak skema perdagangan bebas yang hanya menguntungkan negara-negara maju ini terutama Amerika Serikat (AS). Mengapa?
Adalah soal ketentuan hak intelektual atas obat paten. Korea Selatan dan Jepang merupakan negara yang berkeras mendesakkan agar ketentuan itu menjadi bagian dari perjanjian RCEP. Kendati AS tidak ikut dalam RCEP, tapi skema blok perdagangan bebas ini mencontoh aturan-aturan yang termuat dalam Perjanjian Kemitraan Trans Pasifik (TPPA). Lewat aturan ini, maka AS juga akan mereguk keuntungan atas hak intelektual obat paten.
Ketentuan tersebut hanya akan memperpanjang monopoli AS atas obat paten dan sekutunya. Aturan ini melampaui perjanjian yang diatur dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terutama dari aspek Trade-Related Intellectual Property Rights (TRIPS).
Sebelum penandatanganan RCEP ini, rakyat di berbagai belahan dunia menolak berbagai skema skema perdagangan bebas yang dinilai hanya menguntungkan segelintir orang. Penolakan tersebut tidak hanya untuk RCEP, tetapi juga untuk Kemitraan Trans Pasifik (TPP). Akan tetapi skema TPP ini akhirnya kandas setelah Presiden AS Donald Trump menolak untuk meneruskan perjanjian perdagangan bebas ini.
Padahal, skema TPP merupakan blok perdagangan regional yang digagas AS sebagai strategi untuk membendung pengaruh Tiongkok di kawasan Asia. Setelah TPP kandas, Tiongkok datang dengan ide blok perdagangan regionalnya yakni RCEP. Blok perdagangan ini menyertakan seluruh anggota negara-negara Asean ditambah dengan Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, India, Australia, dan Selandia Baru.
Sementara TPP dipimpin AS bersama dengan 11 negara lainnya yaitu Kanada, Chile, Peru, Meksiko ditambah Jepang, Malaysia, Brunei, Vietnam, Singapura, Australia dan Selandia Baru.
RCEP merupakan blok perdagangan regional yang mengacu kepada WTO. Lembaga ini lahir ketika Indonesia menjadi ketua Asean pada 2011. Inisiatif ini merupakan langkah maju Indonesia dalam melihat masa depan setelah Masyarakat Ekonomi Asean terbentuk selepas 2015. Lalu, setelah itu apa selanjutnya?
Asean disebut jangan berhenti dan terus mengembangkan berbagai inovasi dan mengkonsolidasikan semua negara-negara Asean+1FTA dengan enam negara mitra yang sudah disebutkan. Dengan demikian, blok perdagangan ini menjadi salah satu kawasan ekonomi terbesar di dunia. RCEP seperti banyak diberitakan merupakan inisiatif Tiongkok. Nyatanya tidak seperti itu, karena blok perdagangan tersebut lahir di Indonesia.
Makanya, kemudian dinamai dengan RCEP. Sebab, ingin mengkonsolidasikan semua Asean+1FTA dan memperluas kawasan kerja sama ekonomi secara komprehensif. Tidak saja mengenai barang, tapi juga sektor jasa dan investasi untuk 16 negara yang tergabung dalam RCEP. Dengan demikian, pergerakan barang, jasa dan investasi lebih bebas dengan satu perjanjian yang akan disepakati.
Sesungguhnya RCEP merupakan gabungan dari dua proposal perjanjian perdagangan bebas yakni East Asia Free Trade Area (yang dipimpin Tiongkok) dan Comprehensive Economic Partnership in East Asia (yang dipimpin Jepang). Gabungan kedua proposal ini menghasilkan RCEP yang dipimpin Asean. Berbeda dengan TPP, ambisi RCEP tidak terlalu muluk-muluk. Hanya fokus pada kesepakatan tunggal tentang perdagangan barang dan juga membahas penurunan bea masuk.
Baru-baru ini diadakan pertemuan menteri tingkat tinggi RCEP di Cebu, Filipina. Ini merupakan putaran ke-15 sejak RCEP digagas pada 2012. Para menteri anggota-anggota RECP menyerukan untuk segera menuntaskan negosiasi blok perdagangan ini. Dalam pertemuan tersebut dihasilkan kesepakatan teknis tentang kerja sama ekonomi. Itu disebut sebagai kemajuan penting dan berdampak untuk membantu memperkecil kesenjangan pembangunan di antara negara-negara anggota.
Salah satu yang disepakati dalam pertemuan Cebu berkaitan dengan migrasi tenaga kerja terampil antar-negara-negara berkembang. India merupakan negara yang mengusulkan hal tersebut. Padahal negara-negara lain belum siap untuk membahas migras tenaga kerja terampil. India kemudian ngotot agar isu itu menjadi pembahasan dan disepakati bersama dalam pertemuan Cebu itu.
Karena itu, para menteri yang berkumpul di Cebu mendesak agar semua perwakilan untuk berkomitmen untuk mewujudkan perjanjian RCEP secara modern dan menyeluruh. Untuk ini para menteri dari negara-negara anggota dimintan mengajukan panduan kebijakan strategis untuk meningkatkan perundingan terutama di bidang perdagangan barang, jasa dan investasi. Juga memperhatikan pertumbuhan ekonomi tiap-tiap negara anggota yang tidak merata sehingga tidak meningkatkan sentimen proteksionis. Kesepakatan bersama sebagai upaya tunggal untuk mendorong kepercayaan menumbuhkan ekonomi global.
Untuk putaran ke-16, pertemuan dan pembahasan negosiasi RCEP akan diadakan di Indonesia, 6 -10 Desember 2016. Akan tetapi, agenda perundingan RCEP ini tidak pernah dibuka ke publik. Masyarakat pada umumnya tidak mengetahui apa saja yang akan dibahas dalam pembicaraan perdagangan bebas tersebut. Pemerintah hanya menyebutkan perundingan perdagangan bebas seperti RCEP penting untuk Indonesia. padahal yang dipertaruhkan dalam perundingan tersebut berkaitan dengan hak-hak masyarakat sebagai warga negara.
Setelah TPP dibatalkan, maka RCEP secara resmi menjadi blok perdagangan bebas terbesar di dunia. Ekonom Institut Penelitian Ekonomi Asean dan Asia Timur (ERIA), Lili Yan Ing menuturkan, posisi negara Asean sesungguhnya lebih masuk akal mengikuti skema RCEP ketimbang TPP. Negara Asean seperti Vietnam ketika memutuskan bergabung dengan TPP sebetulnya hanya ingin mendapatkan akses untuk masuk pasar ekspor yang lebih luas ke AS. Dalam RCEP negara-negara maju memberikan kesempatan kepada negara-negara yang secara ekonomi masih terbelakang untuk mempersiapkan diri menghadapi perdagangan bebas tersebut.
Pusat Perdagangan Dunia
Sementara posisi Indonesia – dengan poros matim dunia – di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo sejalan dengan gagasan jalur sutra Tiongkok. Maka, bergabung dalam RCEP dan menjadikan Tiongkok sebagai sekutu regional merupakan keniscayaan. Apalagi hubungan Indonesia dengan Tiongkok selama bertahun-tahun terus berkembang pesat. Momentum tersebut akan tetap dipertahankan dan diperkuat Tiongkok selama kepemimpinan Presiden Jokowi
Indonesia menikmati hubungan ekonomi yang menguntungkan dengan Tiongkok dan AS terutama investasi asing secara langsung. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal menunjukkan Tiongkok merupakan peringkat 10 dari 58 negara dari daftar investor asing langsung di Indonesia selama periode Januari hingga Maret 2015. Realisasi investasi Tiongkok mencapai US$ 75,1 juta. Sementara AS berada diurutan kelima dengan realisasi investasi US$ 292,1 juta pada periode yang sama.
Lewat RCEP, Asean kini menjadi pusat perdagangan bebas di dunia. Dengan 10 negara Asean ditambah 5 negara anggota lainnya di Asia Timur membuat blok perdagangan ini menjadi menarik bagi pemimpin nasional yang memimpikan stabilitas keamanan regional. RCEP tidak hanya bermanfaat bagi Indonesia, tapi juga bagi negara-negara anggota ASEAN. Lewat RCEP, Indonesia bisa menarik investasi dan menjadi pusat jaringan produksi regional.
Kecenderungan masa depan dunia kini berada di Asia, terutama Asean. Bukan lagi di Eropa atau AS. Maka memperkuat hubungan Asean dan Tiongkok akan semakin bermanfaat bagi kedua belah pihak. Akan tetapi, pemimpin negara-negara Asean terutama Indonesia harus tetap mewaspadai dampak negatif dari liberalisasi perdagangan itu. Sebuah laporan lembaga ekonomi AS pada 2012 menyebutkan akibat perdagangan bebas RCEP, Indonesia akan mengalami kerugian dalam sektor-sektor tertentu. Kerugian terbesarnya antara lain sektor bea cukai.
Seperti TPP, puluhan organisasi masyarakat sipil internasional Asia Pasifik juga menolak kesepakatan RCEP terutama berkaitan dengan kesehatan. Pasalnya, beberapa ketentuan dalam RCEP menutup akses masyarakat terhadap obat-obatan. Kesepakatan RCEP juga meliputi kekayaan intelektual berkaitan dengan obat-obatan. Dari ketentuan ini, AS akan menikmati keuntungan dengan memberlakukan hak eksklusif atas obatan-obatan. [Kristian Ginting]