Koran Sulindo – Rachmawati Soekarnoputri membantah merancang makar, upaya menggulingkan kekuasaan pemerintahan sah, sebagaimana disangkakan polisi.
“Saya membantah dengan keras, saya tidak melakukan makar sama sekali dan tidak ada upaya melakukan makar terhadap pemerintahan yang sekarang,” kata Rachmawati, yang didampingi penasehat hukumnya, Yusril Mahendra, dalam konferensi pers, di rumah pribadinya, di Jakarta, Rabu (7/12).
Rachmawati dalam konferensi pers itu menerangkan kronologi kejadian sebelum dia ditangkap polisi pada Jumat subuh, 2 Desember 2016. Pada hari itu, massa beragama Islam dalam jumlah besar menggelar aksi doa bersama di kawasan Monumen Nasional.
Rachmawati ditangkap polisi Jumat subuh, 2 Desember 2016 dan dilepaskan pada malam harinya. Rachmawati ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan makar bersama enam orang lain.
Pada 30 November 2016, dia menghadiri pertemuan tokoh nasionalis di Aula Universitas Bung Karno, di Jalan Kimia, Jakarta Pusat. Dalam kesempatan itu, Rachmawati menyatakan, mereka akan menyampaikan aspirasi mengembalikan UUD 1945 ke naskah asli. UUD 45 telah diamandemen hingga empat kali.
Menurut Rachma, carut-marut persoalan bangsa saat ini akibat dari amandemen UUD 1945 yang telah menyebabkan perikehidupan kapitalistik yang tidak sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia didirikan.
Pada pertemuan itu ia menegaskan untuk menyampaikan aspirasi itu secara damai dan menempuh cara-cara demokratis. Ia menolak upaya-upaya makar terhadap pemerintahan.
Menurut Rachma, aksi Gerakan Selamatkan NKRI itu berbeda dengan aksi 412. Aksi Gerakan Selamatkan NKRI hanya akan berdemonstrasi di luar Gedung DPR/MPR dan tidak akan masuk ke gedung itu pada 2 Desember 2016 siang pukul 13.00 WIB.
“Saya menginstruksikan aksi damai itu tidak menduduki Gedung DPR. Nanti para demonstran berada di pagar luar Gedung, menunggu para pimpinan MPR datang untuk kemudian diserahi tuntutan aksi,” kata Rachmawati.
Pada sore itu juga, Gerakan Selamatkan NKRI mengirim surat pemberitahuan ke Polda Metro Jaya mengenai rencana aksi mereka yang akan diselenggarakan pada Jumat, 2 Desember siang, dengan jumlah massa maksimal 20.000.
Pada 1 Desember 2016, Gerakan Selamatkan NKRI termasuk dia mengadakan konferensi pers hasil kesepakatan dari pertemuan di Universitas Bung Karno, yang isinya mendukung aksi 412 dan menuntut untuk kembali ke naskah asli UUD 1945.
“Saya hanya membuat rilis dalam dia hal. Pertama mendukung bela Islam. Kedua, bela negara yaitu kembali ke UUD 45 yang asli,” kata Rachmawati.
Ia mengatakan telah berkomunikasi dengan Ketua MPR, Zulkifli Hasan, terkait hal itu.
“Dan itu saya lakukan juga komunikasi per telefon dengan Pak Zulkifli Hasan, ini tolong catat, meminta beliau. Jangan ada pelintiran seolah-olah akan mengeruduk, menduduki gedung,” katanya.
“Kami tidak masuk, saya katakan sekali lagi tidak masuk ke Gedung DPR/MPR. Kami tetap berada di luar, dan meminta ketua DPR/MPR itu menemui di luar gedung, tidak ada upaya kami menduduki gedung DPR, itu instruksi saya langsung berkali-kali, ini aksi damai,” katanya.
Rachmawati menegaskan tidak akan membajak aksi 412. Aksinya juga telah diberitahukan ke aparat kepolisian sebelumnya. “Polisi sudah tahu, akan dihadiri 10.000-20.000 orang,” katanya.
Rachmawati juga mengatakan tidak memiliki agenda makar seperti yang dituduhkan aparat. “Saya sebagai putri proklamator pendiri bangsa ini dan tentunya sebagai anak ideologis saya tahu rambu-rambu hukum, saya tahu segala macam persoalan yang berkaitan apa itu makar, jadi dengan ini saya membantah keras,” kata Rachmawati. [Antara/DAS]