Ilustrasi: Hasil tangkapan OTT Pungli di Pelabuhan Pelaran, Samarinda/beritatrans.com

Koran Sulindo – Bareskrim masih melakukan penyidikan kasus dugaan pungutan liar (pungli) di Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Samudera Sejahtera (TKBM Komura), Pelabuhan Pelaran, Samarinda, Kalimantan Timur. Salah satunya kepemilikan deposito sebesar Rp396 miliar. Pungli di Komura berlangsung sejak 2010.

“Deposito Komura Rp 396 miliar itu milik koperasi bongkar muat atau Komura. Kami mendalami apakah itu hasil kejahatan atau tidak,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim, Brigjen Agung Setya di Jakarta, Selasa (4/4).

Komura juga memiliki usaha lain, namun Bareskrim enggan membeberkan jenis usaha tersebut.

Selain menemukan aset berupa deposito yang nilainya cukup fantastis, Bareskrim juga menemukan rumah mewah.

“Terkait rumah mewah sedang kami lihat. Kami cari datanya seperti apa kami akan pendalaman,” katanya.

Bareskrim baru menetapkan tiga tersangka berinisial NA, AB dan DH. Ketiganya saat ini sudah ditahan di Polda Kaltim. NA berperan melakukan pemerasan di lapangan, AB bertanggung jawab pada kegiatan, dan DH merupakan sekretaris Komura.

Sementara status Ketua Koperasi Komura Jaffar Abdul Gafar masih sebagai saksi. Menurutnya, yang bersangkutan dapat ditingkatkan sebagai tersangka tergantung dari perkembangan penyidikan.

“Kami periksa yang bersangkutan sebagai saksi  kita lihat perkembangan ini, nanti dikabari,” kata Agung.

Bareskrim dibantu Polda Kaltim  melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (17/3) di 4 titik, di antaranya di kantor TKBM Komura, PT PSP, dan Pelabuhan Palaran. Penyidik mengamankan barang bukti uang senilai Rp 6,1 miliar dari kantor Komura. Diduga uang tersebut merupakan hasil kejahatan atau hasil setoran dari sejumlah perusahaan pelayaran.

Sudah Lama

Diduga praktek pemerasan di Pelabuhan Pelaran terjadi sejak pelabuhan mulai beroperasi pada 2010 silam.

Kepala Sub Direktorat 1 Tipikor, Kombes Adi Deriyan Jayamarta mengatakan praktek monopoli yang dilakukan adalah dengan menetapkan tarif bongkar muat peti kemas secara sepihak.

“Pengurus menetapkan tarif bongkar muat peti kemas secara sepihak (no service but pay), ini yang membebani pemilik barang,” kata Adi, seperti dikutip beritatrans.com.

Sementara Kabid Humas Polda Kalimantan Timur Kombes Ade Yaya Suryana mengatakan tarif yang ditetapkan sepihak sebesar Rp 182.780 per kontainer ukuran 20 feet dan Rp 274.167 kontainer ukuran 40 feet. Tarif tersebut terbilang cukup tinggi bila dibandingkan dengan pelabuhan di Surabaya ataupun Jawa Timur yang hanya membebankan sekitar Rp 10 ribu.

Tersangka diduga telah melakukan sejumlah melanggar. Di antaranya, pertama terbukti melakukan pemerasan karena menolak mengikuti pedoman penentuan tarif bongkar muat. Yakni tercantum dalam pasal 3 ayat 1 Permenhub KM No 35 Tahun 2007 tentang pedoman perhitungan tarif pelayanan jasa bongkar muat dari dan ke kapal pelabuhan.

Kedua, komura menentukan tarif secara sepihak tanpa berdiskusi dengan PT Pelabuhan Samudera Palaran (PSP) selaku penyidia jasa Bongkar Muat di Pelabuhan. “Ketiga, komura melakukan ancaman kepada perwakilan PT PSP pada saat berunding menentukan tarif bongkar muat bersama dengan Pelindo dengan cara menolak untuk berunding dan membawa masa di luar lokasi,” kata Yaya.

Dan keempat, Komura memaksakan pemungutan yang di luar hak. Komura memilih menolak mengikuti mekanisme penentuan tarif pelabuhan. Sehingga kepada para dikenakan pasal 368 KUHP dan atau Paa 3,4,5 UU No 8 Tahun 2010 dan atau Pasal 12 e UU No 31 Tahun 1999 jo 56 KUHP. [YMA]