Korban MH yang terbaring di rumah sakit, foto: istimewa

Sebuah peristiwa mengerikan sekaligus mengejutkan dialami oleh seorang siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Medan, dimana seorang siswa menjadi korban perundungan yang dilakukan oleh rekan sekolahnya. Peristiwa ini terjadi selama 7 jam dimulai dari jam 10 pagi hingga jam 5 sore.

Orang tua korban, Rahmat Dalimunte, Minggu (26/11/2023), mengatakan awalnya MH hendak pergi ke sekolah mengambil jurnal di Jalan Williem Iskandar, Medan, Kamis (24/11), sekitar pukul 10.00 WIB.

Saat MH melintas di Jalan Pertiwi, di dekat terowongan, teman sekelasnya berinisial MA tiba-tiba mencegatnya. MH lalu dicekik dan dipiting kemudian dibawa ke satu warung.

Menurut Rahmad, di warung itu lah MH disiksa oleh sekitar 20 orang. MH dipukuli, dipaksa memakan sandal yang berlumpur, daun mangga, serta disuruh minum air yang sudah diludahi para pelaku.

“Penyiksaan di warung itu mulai sekitar pukul 13.00 WIB sampai 18.00 WIB, atau sekitar 5 jam. Selain itu ada yang bernama Fauzi, mahasiswa UINSU, yang memanaskan kunci dan dilengketkan ke tangan MH dengan tulisan PA,” ungkapnya.

Bahkan setelah penganiayaan tersebut, dan MH disuruh pulang, ia juga diancam akan dibunuh jika melaporkan penyiksaan tersebut.

“Dia diancam dimatikan kalau menceritakan itu. Makanya ini kami tahu juga setelah polisi datang ke rumah. Polisi tahu dari teman MH yang mengadu,” ujarnya.

Akibat kejadian tersebut, korban alami trauma hingga enggan pergi ke sekolah, yang mengejutkan dalam peristiwa ini adalah identitas otak di balik aksi kejam tersebut. Fauzie Alrasyid, seorang mahasiswa Hukum Syariah di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Medan, terungkap sebagai dalang utama di balik penculikan dan pembulian ini. Lebih mengejutkannya lagi, Fauzie Alrasyid adalah anak seorang hakim.

Pihak berwenang segera menindaklanjuti kasus ini dengan membentuk tim khusus untuk penyelidikan lebih lanjut. Kepolisian setempat berjanji akan menindak tegas semua pelaku yang terlibat dalam peristiwa kejam ini, tanpa pandang bulu.

Pihak sekolah MAN 1 Medan juga telah mengambil langkah-langkah untuk memberikan dukungan dan perlindungan kepada korban. Mereka menyatakan bahwa tindakan kejam seperti ini tidak dapat ditoleransi, dan mereka berkomitmen untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan kondusif bagi semua siswa.

Sementara itu, masyarakat dan keluarga korban mengutuk keras perbuatan kejam ini dan menuntut agar pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Peristiwa ini menjadi sorotan masyarakat, memicu diskusi luas tentang perlunya pendidikan dan kesadaran terhadap perlindungan anak-anak dari kekerasan di lingkungan sekolah. [Ulfa Nurfauziah]