Pesawat Maukar yang jatuh di Leles (Majalah Angkasa Online/ kompasiana)
Pesawat Maukar yang jatuh di Leles (Majalah Angkasa Online/ kompasiana)

Pada masa awal kemerdekaan, Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang menguji stabilitas negara. Di satu sisi, Presiden Sukarno tengah berupaya membangun sistem pemerintahan yang kuat dengan menerapkan konsep Demokrasi Terpimpin. Di sisi lain, berbagai kelompok, termasuk para tokoh militer dan daerah, merasa kebijakan tersebut tidak mewakili kepentingan mereka. Ketidakpuasan terhadap pemerataan pembangunan dan kebijakan ekonomi memicu berbagai pemberontakan, seperti Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta), yang menuntut otonomi lebih besar bagi daerah.

Dalam situasi yang penuh ketegangan ini, terjadi serangkaian upaya pembunuhan terhadap Sukarno. Mulai dari insiden pelemparan granat di Perguruan Cikini pada 1957 hingga serangan-serangan lain yang melibatkan kelompok pemberontak. Namun, dari sekian banyak percobaan pembunuhan terhadap sang proklamator, ada satu peristiwa yang begitu dramatis dan berani: seorang pilot militer bernama Daniel Alexander Maukar menerbangkan pesawat tempur MiG-17 dan menembaki Istana Bogor pada 9 Maret 1960.

Peristiwa ini menjadi catatan penting dalam sejarah Indonesia, bukan hanya karena skala serangannya yang spektakuler, tetapi juga karena latar belakang politik yang melingkupinya. Bagaimana mungkin seorang perwira Angkatan Udara yang seharusnya mengabdi kepada negara justru berbalik melawan pemimpinnya? Apa sebenarnya yang melatarbelakangi tindakan nekat Maukar? Dan yang lebih menarik, mengapa ia akhirnya mendapatkan amnesti meski telah divonis hukuman mati?

Untuk memahami peristiwa ini lebih dalam, kita perlu melihat lebih jauh bagaimana gejolak politik pada saat itu mempengaruhi keputusan seorang prajurit untuk mengambil tindakan ekstrem yang nyaris mengubah jalannya sejarah Indonesia.

Latar Belakang Peristiwa

Melansir Ensiklopedia Sejarah Indonesia, Peristiwa Maukar atau penembakan Istana Bogor terjadi pada 9 Maret 1960 dan menjadi salah satu insiden bersejarah dalam pergolakan politik Indonesia. Aksi ini dilakukan oleh Daniel Alexander Maukar, salah satu pilot terbaik Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI), yang menggunakan pesawat tempur MiG-17 F Fresco buatan Rusia untuk menyerang Istana Bogor. Tindakan ini merupakan bentuk perlawanan terhadap kebijakan Presiden Sukarno yang dinilai tidak adil dalam sistem pembangunan dan ekonomi.

Dekade 1950-1960 merupakan masa penuh gejolak bagi Indonesia, ditandai dengan banyaknya tuntutan otonomi daerah yang berujung pada berbagai pemberontakan. Beberapa kelompok merasa tidak puas terhadap kebijakan pemerintahan Sukarno, yang dianggap mengabaikan keadilan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Akibatnya, Presiden Sukarno beberapa kali menjadi target upaya pembunuhan, termasuk peristiwa pelemparan granat di Perguruan Cikini yang menewaskan banyak anak sekolah.

Dalam konteks ini, Maukar diyakini beraksi atas ajakan seorang anggota Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) bernama Sam Karundeng. Permesta sendiri adalah gerakan yang menuntut otonomi lebih besar bagi daerah-daerah di Indonesia Timur. Oleh karena itu, keterlibatan Maukar dalam serangan terhadap Istana Bogor diduga kuat berkaitan dengan gerakan Permesta.

Setelah melakukan penembakan terhadap Istana Bogor dan beberapa tempat penting lainnya, Maukar ditangkap dan diadili di Pengadilan Militer Angkatan Udara di Jakarta. Angkatan Udara membentuk tim pengadilan yang diketuai oleh Letnan Kolonel Notowidagdo. Dalam pledoinya, Maukar menyebut bahwa tindakannya merupakan “gerakan perdamaian” dan tidak ditujukan untuk menyerang Presiden Sukarno secara langsung. Namun, pengadilan tetap menjatuhkan vonis bersalah kepada Maukar karena dianggap sebagai bagian dari gerakan PRRI/Permesta.

Jaksa militer menjatuhkan hukuman mati kepada Maukar, dan eksekusinya dijadwalkan pada 16 Juli 1960. Namun, hukuman tersebut tidak pernah dilaksanakan karena Sukarno memberikan amnesti kepada para pemberontak PRRI/Permesta, termasuk Maukar. Amnesti ini sejalan dengan janji yang diberikan oleh Menteri Pertahanan dan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia, A. H. Nasution, kepada para pemberontak yang menyerah sebelum 1 Juni 1960. Janji tersebut disebarkan melalui pamflet di beberapa wilayah pertahanan pemberontak.

Kontroversi di Balik Peristiwa Maukar

Meskipun mendapat amnesti, tindakan Maukar tetap menjadi perdebatan. Beberapa pihak menilai bahwa ia bertindak atas inisiatifnya sendiri, sementara yang lain mencurigai bahwa ia merupakan bagian dari komplotan yang memang bertujuan untuk membunuh Sukarno. Bukti berupa pesawat dan perangkat senjata yang digunakan Maukar ditemukan dalam kondisi utuh, yang semakin memicu spekulasi mengenai motif di balik aksinya.

Terlepas dari kontroversi tersebut, Peristiwa Maukar menjadi catatan penting dalam sejarah Indonesia, menggambarkan ketegangan politik di era awal kemerdekaan serta berbagai upaya untuk menggulingkan kekuasaan Presiden Sukarno. Aksi ini juga menunjukkan betapa tajamnya perpecahan di tubuh bangsa Indonesia pada masa itu, di mana ketidakpuasan terhadap pemerintah dapat berujung pada tindakan ekstrem, bahkan oleh orang dalam seperti Daniel Alexander Maukar, yang sebelumnya dikenal sebagai salah satu pilot terbaik AURI. [UN]