Uleebalang. (Twitter/@amiryogi)
Uleebalang. (Twitter/@amiryogi)

Perang Cumbok atau Peristiwa Cumbok merupakan salah satu konflik awal dalam revolusi kemerdekaan Indonesia yang berlangsung di Aceh, tepatnya di wilayah Pidie pada Januari 1946.

Konflik ini mempertemukan dua kekuatan utama: Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) yang dipimpin oleh Tgk. M. Daud Beureueh, dan kelompok uleebalang yang dipimpin oleh Teuku Muhammad Daud Cumbok.

Latar belakang konflik ini sangat kompleks, dipicu oleh interpretasi yang berbeda terhadap perubahan situasi pasca-kekalahan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya.

Kelompok PUSA dan sebagian uleebalang yang mendukungnya cemas dengan kemungkinan kembalinya Belanda ke Aceh, sementara sebagian besar uleebalang yang dirugikan oleh Jepang justru menyambut baik kekalahan tersebut, berharap Belanda akan kembali untuk mengamankan posisi mereka sebagai penguasa lokal.

Ketegangan mencapai puncaknya ketika kelompok uleebalang dianggap menghalangi Republik Indonesia, yang kemudian memicu konflik berskala luas di Pidie. Konflik ini berlangsung hingga pertengahan Januari 1946 dan dimenangkan oleh kelompok PUSA, didukung oleh milisi rakyat dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Akibat dari Perang Cumbok, kekuasaan uleebalang di Aceh melemah secara signifikan. Atmosfer permusuhan terhadap mereka mendorong gerakan revolusi sosial yang dipimpin oleh Tgk. Amir Husin Al Mujahid dari PUSA.

Gerakan ini berhasil mengakhiri masa kekuasaan uleebalang di Aceh, menggantikannya dengan struktur pemerintahan baru yang lebih sesuai dengan semangat revolusi nasional.

Pengaruh PUSA, khususnya di bawah kepemimpinan Tgk. M. Daud Beureueh, semakin menguat setelah Perang Cumbok. Tgk. M. Daud Beureueh bahkan diangkat sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo, mengonsolidasikan kekuasaan PUSA sebagai pilar utama revolusi kemerdekaan di Aceh.

Dengan berakhirnya masa kekuasaan tradisional uleebalang, Aceh mengalami perubahan signifikan dalam dinamika politik dan sosialnya. Revolusi sosial ini tidak hanya menghapuskan struktur kekuasaan lama, tetapi juga mempercepat integrasi Aceh dalam kerangka kesatuan nasional Indonesia yang baru terbentuk.

Perang Cumbok menjadi salah satu babak awal yang menentukan dalam perjalanan revolusi kemerdekaan di Aceh, menciptakan fondasi bagi transformasi politik dan sosial yang berkelanjutan di daerah tersebut. [UN]