PT Pertamina Trans Kontinental [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Kejaksaan Agung terus mengembangkan kasus dugaan korupsi pengadaan kapal Anchor Handling Tug Supply (AHTS) PT Pertamina Trans Kontinental. Kali ini, Kejaksaan Agung menggandeng Kejaksaan Negeri Sleman menyita sebuah bangunan dan tanah di Ngemplak, Sleman, Yogyakarta.

Tim penyidik menyebutkan aset tersebut merupakan milik tersangka dalam kasus itu. Tersangka dalam kasus itu adalah Suherimanto bekas Direktur Utama  PT Pertamina Transkontinental. Kasus itu diduga merugikan negara sekitar Rp 35,32 miliar.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Sleman Yulianta menuturkan, penyitaan tersebut dilakukan oleh tim penyidik Kejaksaan Agung. Peran Kejaksaan Negeri Sleman disebut hanya membantu proses eksekusi lahan sekitar 1.000 meter senilai Rp 35 miliar itu.

“Ini merupakan kelanjutan dari penyidikan kasus korupsi pengadaan dua buah kapal PT Pertamina,” kata Yulianta seperti dikutip antaranews.com pada Sabtu (14/10).

Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kerugian negara dalam proyek pengadaan dua kapal tahun anggaran 2012 hingga 2014 itu mencapai 35,32 miliar rupiah. Kejagung sudah pernah memeriksa Suherimanto sebagai saksi dalam kasus itu.

Indonesia Corruption Watch (ICW) juga pernah menyerahkan sejumlah dokumen hasil investigasi pengadaan kapal AHTS senilai US$ 28,4 juta. ICW ketika menyelidiki kasus ini menemukan kejanggalan dalam pembelian kapal itu yakni adanya keterlambatan penyerahan kapal senilai US$ 5 ribu.

Pengadaan kapal dilakukan PT Vries Marine Shipyard (VMS) di Guangzhou, Tiongkok.‎ Penyerahan kapal pertama (Trans Andalas) seharusnya dilakukan pada 25 Mei 2012 di Batam. Lalu, penyerahan kapal kedua (Trans Celebes) seharusnya dilakukan pada 25 Juni 2012. Namun, penyerahan kedua kapal itu terlambat dari yang seharusnya.

Keduanya diserahkan pada 10 Agustus 2012 dan 8 Oktober 2012. Keterlambatan ini disebutkan karena faktor cuaca dan hari libur di Tiongkok. Namun, alasan tersebut tidak dapat dibuktikan oleh PT VMS. Karena keterlambatan itu, ada denda sekitar US$ 875 ribu yang tidak ditagih PT Pertamina Trans Kontinental kepada PT VMS.

Kompensasi atas keterlambatan ini digantikan dengan penambahan pada peralatan kapal senilai Rp 322 juta dan US$ 2.200. Padahal, nilai kompensasi ini tidak diatur dalam kontrak sekaligus dianggap melanggara isi kontrak. Kasus ini pun sudah resmi naik ke penyidikan.

Sebelum penetapan tersangka, Kejagung juga pernah memanggil eks Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Ahmad Bambang. Pemanggilan ini karena Ahmad merupakan mantan Direktur Utama PT Pertamina Trans Continental. Akan tetapi, ia acap mangkir dari panggilan tersebut. Suherimanto saat ini sudah ditahan Kejaksaan Agung. [KRG]