Partai sebagai kehendak politik rakyat dan perwujudan ideologi telah lahir jauh sebelum Indonesia merdeka. Dengan cara masing-masing tiap partai menghimpun kekuatan untuk memperjuangkan kemerdekaan dan menentang segala bentuk penjajahan di tanah air.
Partai politik paling awal di masa kolonial adalah Indische Partij (Partai Hindia), yang berdiri tahun 1912. Partai Hindia didirikan oleh seorang tokoh Indo-Eropa, Ernest Douwes Dekker. Sebelum bubar pada 1913, Partai Hindia memiliki keanggotaan sekitar tujuh ribu orang. Kelahiran Indische Partij merupakan tonggak awal dari kemunculan kesadaran politik di Hindia (Indonesia).
Tak lama kemudian dibentuklah Perkumpulan Sosial-Demokratik Hindia (ISDV) pada 1914 yang kemudian menjadi Partij der Komunisten in Indie (PKI) atau Partai Komunis Hindia pada tahun 1920. Untuk menunjukkan watak dan arah perjuangannya menuju Indonesia merdeka maka Partai Komunis Hindia pada kongres kedua tahun 1924 berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia. PKI kemudian jadi partai pertama yang menggunakan kata Indonesia sebagai identitas politiknya.
Meningkatnya pergerakan politik menentang kolonialisme melahirkan kesadaran politik rakyat, salah satu wujudnya adalah lahirnya Partai Nasionalis Indonesia (PNI) pada tahun 1927 yang berasaskan sosio-nasionalis dan sosio demokrasi, atas prakarsa Bung Karno dan dukungan para tokoh nasionalis seperti Mr. Iskaq Tjokroadisoerjo, Mr. Soenario, dan Dr. Tjipto Mangunkusumo.
“Waktu telah tiba bagiku untuk mendirikan partai sendiri,“ kata Bung Karno. “Pada 4 Juli 1927, dengan dukungan enam kawan dari Algemeene Studieclub, aku mendirikan PNI. Rakyat sudah siap, Bung Karno sudah siap. Sekarang tidak ada yang menahan kami, kecuali Belanda.“
Seperti ditulis Ali Sastroamidjojo (salah satu tokoh penting PNI di awal berdiri) dalam memoarnya, “Pada pokoknya tujuan politik PNI pada waktu itu adalah ‘mencapai Indonesia Merdeka‘. Cara mencapai tujuan itu ialah dengan suatu ‘massa aksi yang sadar berdasarkan kekuatan dan kemampuan diri sendiri‘.
Tentang struktur kenegaraan Indonesia Merdeka, PNI menyatakan, partai hanya akan mengakui suatu susunan pemerintahan yang dibentuk dari rakyat dan oleh rakyat. PNI kemudian dikenal sebagai partai politik penting pertama yang beranggotakan bangsa Indonesia, mencita-citakan kemerdekaan politik, berpandangan kewilayahan yang meliputi batas-batas Indonesia yang nantinya berlaku, serta berideologi nasionalisme.
Perjuangan kemerdekaan
Dalam usia yang sangat muda PKI dan PNI menjelma menjadi hantu yang menakutkan bagi kolonial Belanda melalui serangkaian aksi dan pergerakan politiknya. Pada akhir tahun 1926, PKI mengobarkan pemberontakan terhadap pemerintah jajahan di Banten. Di awal tahun 1927, pemberontakan terhadap pemerintah kolonial merebak pula di Silungkang, Sumatera Barat. Meski mengalami berbagai tindasan, penangkapan, pembuangan dan pembunuhan, PKI berhasil memukul kekuatan kolonial Belanda dan membangun kepercayaan diri rakyat akan kemampuannya menggulingkan kekuasaan penjajah.
Gerak PNI tidak kalah beringas, PNI mendirikan beberapa perkumpulan sekerja, seperti Persatoean Motoris Indonesia di Bandung (dari sopir-sopir), Sarekat Anak Kapal Indonesia di Tanjungpriok, Batavia (dari kelasi-kelasi), Persatoean Djongos Indonesia di Surabaya, dan Perkumpulan O.J.S Indonesia di Surabaya (dari maskapai trem Jawa Timur). Selain itu, anggota-anggota PNI juga mendirikan banyak koperasi. Kesuksesan utama PNI adalah membangkitkan semangat kemerdekaan yang mulai menyala dimana-mana di seluruh antero Tanah Air.
Pada Mei 1929, PNI telah punya cabang-cabang di kota-kota besar di Jawa dan satu cabang di Palembang serta menyatakan memiliki anggota sebanyak 3.860 orang (sebagian besar di Bandung, Batavia, dan Surabaya).Dan pada akhir tahun 1929, jumlah anggota partai ini mencapai 10.000 orang.
Sebagai reaksi atas meningkatnya perjuangan politik di Indonesia pemerintah kolonial berupaya membasmi seluruh kekuatan anti kolonial, puluhan ribu tokoh pergerakan di tangkap dan dibuang. Pada tahun 1927 Sekitar 13.000 orang ditangkap, kira-kira 4.500 dijebloskan ke penjara, dan 1.308 dikirim ke Boven Digul, Irian, yang khusus dibangun untuk mengasingkan para pemberontak PKI.
Pada tahun 1929 Soekarno dan tiga tokoh PNI lainnya (Maskun, Supriadinata, Gatot Mangkupraja) ditangkap dan diajukan ke pengadilan, dengan tuduhan melakukan penghasutan. Oleh Landraad di Bandung, Soekarno dihukum empat tahun penjara dan tiga tokoh PNI lainnya masing-masing dua tahun.
Kebangkitan rakyat melalui pergerakan politik kebangsaan dan meluasnya perjuangan bersenjata sangat menakutkan bagi pemerintah kolonial. Untuk itu Gubernur Jenderal Bonifacius Cornelis de Jonge pada tahun 1931 melalui badan intelijen pemerintah kolonial menekan perkembangan partai dan pergerakan politik di Indonesia.
Sebelumnya tokoh utama kaum konservatif Belanda seperti Hendrik Colijn melancarkan kritik bahwa kehancuran tata tenteram (rust en orde) Hindia Belanda terjadi akibat lembeknya kaum etis dalam menghadapi aksi penentangan golongan politik tanah jajahan. Bahkan, sempat muncul seruan dari golongan Eropa di tanah jajahan dalam pers Hindia terhadap Gubernur Jenderal Andries Cornelis Dirk de Graeff agar lebih tegas dalam memerintah. Akhirnya, pemerintah kolonial sejak 1931 menjadi sangat reaksioner terhadap gerakan politik.
Pada dekade 1930 hingga kedatangan Jepang pada 1942 partai dan pergerakan politik Indonesia dipaksa tiarap dan bekerja di bawah tanah. Situasi ini tidak sedikit pun menyurutkan perjuangan rakyat, laskar-laskar rakyat yang di pelopori kaum nasionalis dan komunis terus menghujani kekuasaan kolonial dengan berbagai aksi revolusioner dan perjuangan bersenjata hingga berhasil meruntuhkan kekuasaan kolonial Belanda juga kekuatan fasis Jepang. [PTM]